Oleh: Irfan Yahya
Dosen Magister Sosiologi Unhas dan Peneliti pada Pusat Penelitian Opini Publik LPPM Unhas
TRIBUN-TIMUR.COM - Akhir pekan lalu, penulis ditakdirkan hadir bersama teman-teman dosen untuk membersamai mahasiswa kelas mata kuliah Sosiologi Politik dan mata kuliah Perubahan Sosial pada kegiatan kuliah lapangan yang dilaksanakan oleh Program Studi Magister Sosiologi FISIP Unhas di kawasan Moncongloe Maros.
Kuliah lapangan kali ini menghadirkan Walikota Makassar, Ir H Mohammad Ramdhan Pomanto atau biasa akrab disapa Danny Pomanto sebagai dosen tamu.
Banyak hal yang menarik terungkap dalam kuliah lapangan ini, terkhusus hal-hal yang bersifat empirik dan praktis yang ada kaitannya dengan tema mata kuliah di atas, dan semakin menarik ketika dua dosen senior pengampuh mata kuliah Sosiologi Politik kemudian mengemasnya
kedalam bingkai akademik perspektif sosiologis yakni Dr Rahmat Muhammad (Ketua Prodi S2) dan Dr Muh Ikbal Latief (Kepala Pusat Penelitian Opini Publik LPPM Unhas).
Kurang lebih tiga jam kuliah lapangan ini berlansung pada atmosfir ruang yang cair dan bersahabat.
Dari banyak hal dibahas Pak Danny pada kesempatan itu, salah satunya yang menarik bagi penulis adalah soal resonansi bunyi yang kemudian dikaitkan dengan proses dan dinamika politik yang dialami dan hadapinya selama ini.
Menyimak ulasan soal resonansi bunyi dan dinamika politik tersebut, membuat memory penulis tiba-tiba terputar ulang ke tahun 1995 ketika mengikuti pelatihan analisis sosial yang dilaksanakan oleh CPSM Jakarta bekerja sama dengan salah satu lembaga funding internasional.
Analisis sosial, termasuk perubahan sosial yang ada padanya sangat berkaitan erat juga dengan konsep resonansi bunyi, dimana bunyi dapat dimaknai sebagai sebuah pesan yang dapat secara efektif mendorong proses perubahan sosial.
Di bangku SMU, siswa mendapatkan pelajaran fisika dan biasanya dibarengi dengan praktik laboratorium guna mengilustrasikan sejumlah teori.
Salah satu dia antaranya teori konsep resonansi bunyi dengan menggunakan alat bantu garpu tala.
Pada frekuensi resonansi yang sama garpu tala akan menghasilkan suara dengan frekuensi tertentu yang dapat menghasilkan getaran pada objek lain contohnya, jika garpu tala diaktifkan dan diposisikan dekat pada sebuah benda yang memiliki frekuensi resonansi yang sama, maka benda tersebut akan mulai bergetar secara kuat karena energi suara yang dipancarkan oleh garpu tala ditransfer ke benda tersebut.
Praktik fisika garpu tala ini dapat diaplikasikan pada konsep perubahan sosial, untuk menganalogikan bagaimana suara atau pesan dapat mempengaruhi dan meresonansi dengan seseorang, baik skala pribadi maupun pada tingkatan komunitas masyarakat.
Suara atau pesan yang beresonansi sangat berpotensi membangkitkan semangat, emosi, menginspirasi, dan mempersatukan orang-orang untuk tujuan tertentu.
Konteksnya, garpu tala dijadikan sebagai metafora dalam mengilustrasikan bagaimana bunyi atau pesan yang tepat dapat "menggetarkan" atau "menggerakkan" sebuah komunitas masyarakat dalam upaya mencapai perubahan sosial.
Selanjutnya praktik fisika garpu tala juga mengilustrasikan bahwa jika ada dua objek memiliki frekuensi yang sama, maka kedua obyek tersebut secara kuat dapat berinteraksi satu sama lain.
Dalam perspektif perubahan sosial, ilustrasi ini memberi petunjuk pentingnya sebuah pesan yang dapat beresonansi dengan audiens yang dituju.