Opini

Tarik Tambang Maut IKA Unhas, Siapa Intelektual Dader?

Editor: Edi Sumardi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hasrullah, dosen FISIP Unhas

Hasrullah

Dosen FISIP Unhas

AHAD atau Minggu pagi, 17 Desember 2022 di Makassar.

Cuaca sedang tidak mendukung untuk setiap aktivitas, awan menyelimuti Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Tetapi di kawasan Car Free Day Makassar di sebagian ruas Jln Jenderal Sudirman ribuan warga berkumpul bahkan berbaris.

Di mulai dari perempatan Jalan Jenderal Sudirman – Jalan H Bau hingga perempatan Jalan Jenderal Sudirman – Jalan Chariril Anwar sekitar 5.000-an (sesuai perkiraan panitia) berbaris untuk mengikuti event tarik tambang.

Namun tak lama kemudian event tarik tambang yang semula diwarnai kegembiraan seperti yang terlihat melalui postingan foto-foto di WhatsApp group, tiba-tiba berubah menjadi tangisan.

Panitia menargetkan kegiatan yang diikuti 5.000 orang itu memperoleh penghargaan MuRI dengan jumlah peserta terbanyak.

Tetapi semua agenda agenda itu sirna menyusul jatuhnya seorang ibu muda kemudian meninggaldunia termasuk beberapa peserta luka-luka.

Kematian perempuan yang kemudian dikenal dengan nama Masyita, ibu muda Ketua RT di Ballaparang, Makassar tersebut sangat tragis.

Melalui video yang ter-share, kepala korban berlumuran darah, menambah pilu dirasakan, bagaimana korban saat terakhir menemui ajalnya.

Dapat dibayangkan saat Masyita pamit kepada suami dan dua anak tercintanya pada subuh hari lalu sekitar 3 jam kemudian pulang dalam keadaan telah menjadi jenazah.

Benar-benar peritiswa yang sangat memilukan di Kota Makassar.

Perkembangan terakhir ketika polisi melakukan penyidikan dalam peristiwa berdarah itu mengarah kepada kepada panitia pelaksana sebagai sasaran yang bertanggungjawab.

Rasanya kita tak dapat menerima begitu saja dan terkesan tidak masuk akal jika hanya panitia yang satu satunya dijadikan tersangka akibat hilangnya nyawa warga Makassar.

Pula kita juga tidak boleh secara sepihak menyalahkan almarhumah yang berdiri di tengah jalan bersama rombongan lain tiba tiba tali yang ditarik keras tersebut menghempaskan kaki Masyta yang menyebabkan dirinya jatuh di aspal.

Bahkan dalam video CCTV beredar di media sosial tak ada sama sekali menunjukkan bahwa tali yang merenggut nyawa almarhumah sebagai kesalahan murni.

Kelalaian dan kesiapan penyelenggara dan penanggungjawab kegiatan panitialah yang menyebabkan hal ini terjadi.

Tidak adanya kesiapan yang mumpuni dan kata “safety first” pun tidak dibunyikan di event tersebut. .

Sewajarnya, polisi menjalankan tugas penyelidikan dan mencari intellectual dader atau tokoh intelektual dibalik jatuh korban jiwa.

Maka di tengah penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian sebaiknya tidak hanya mencari siapa pelaku yang menjadi tersangka tapi jauh lebih penting adalah siapa yang paling bertanggungjawab.

Penyelenggara sebagai panitia pelaksanana rasa tidak adil jika hanya sosoknya dijadikan pelaku utama.

Logikanya adalah, penyelenggara hanya bertindak sebagai pelaksana, tapi yang perlu dijadikan tersangka adalah pemberi mandat kegiatan.

Panitia hanya menjalankan mandat yang diberikan tapi aktor intelektuannya adalah pemberi mandat sekaligus yang mempunyai ide dan gagasan untuk memenuhi ambisinya mendapatkan rekor MuRI.

Tidak hanya sampai pada memenuhi ambisi dan berobsesi mendapatkan personal branding dan pencitraan dengan melibatkan orang ribuan orang dengan cara memobilisasi para RT dan RW yang tidak mempunyai ikatan organisasi alumni.

Mobilasisasi massa yang cukup banyak dan diorganisasi dengan rapih massif sehingga mengatasnamakan organisasi alumni.

Sepantasnya pihak penyidik bisa mengambil tindakan penidakan secara akurat dan menentukan tersangka utama sebagai pelakunya.

Apalagi ditinjau dari aspek hukum pidana, seperti diungkap pengacara kawakan sekaliber Tadjuddin Rachman dalam berbagai sharing ide media sosial, mengungkapkan, “Sepantasnya penyelenggara yang tidak mempertanggungjawabkan aspek keamanan pada acara tarik tambang dapat dijerat dengan tuduhan kelalaian atau kealpaan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain."

Hal ini biasa disebut dolus eventualis atau kesengajaan sebagai kemungkinan, sebab sebelumnya penyelenggara atau aktor intelektual wajib memikirkan akibat yang ditimbulkan akibat banyaknya orang dan berdempetan saat menarik tali tambang, apalagi mendatang warga berkisar 5.000 sebagai pelaku tarik tambang.

Yang lebih miris lagi aktor intelektualnya mengumpulkan ribuan orang dari setiap pelosok Makassar dengan cara mengeskploitasi demi kepentingan sesaat.

Namun di saat penyidikan berlangsung terjadi sebuah keanehan ketika seorang tokoh publik melakukan desakan untuk mengusut tuntas dan seolah mengabaikan rasa tanggungjawabnya.

Cenderung menyudutkan panitia.

Di sinilah kita berharap polisi daoat memperhatikan dan mencari tahu siapa penggagas awal dan yang mengumpulkan warga di luar ambang batas sebagai peserta tarik tambang.

Pertanyaan kunci harus dijawab, siapakah yang memiliki ambisi untuk mendapatkan “Medali MuRI”?

Hal ini terkait dalam perspektif teori seperti dijelaskan teori face to face relation dari Emmanuel Levinas, membahas konsep wajah yang berimplikasi pada suatu tanggung jawab etis dan moral terhadap orang lain.

Dalam teori ini menjelaskan adanya moralitas dikarenakan suatu tanggungjawab etis seseorang pemimpin terhadap kehidupan orang lain.

Tanggung jawab etis ini mengandung sensibilitas yang mendasar bagi kepedulian seseorang terhadap rasa kemanusiaan dengan adanya sikap menghargai terhadap kehidupan orang lain.

Diharapkan aparat penegak hukum dapat menyelidiki dan menindaklanjuti tragedi ini dengan baik dan terbuka atas kebenaran hakiki yang menyebabkan hilang nyawa warga.

Akhirnya, kembali mengutip pendapat Tadjuddin Rachman bahwa tragedi tarik tambang, sebelum dilakukan tentu dengan maksud untuk sensasi mendapatkan rekor MuRI dengan mempertandingkan 5.000 warga Makassar dengan panjang tali 1.500 meter, oleh sebab itu penyelanggara harus memikirkan bahwa jika tidak ditangani dengan baik dan mempertimbangkan aspek keamanan maka kemungkinnya akan terjadi korban seperti kejadian di Jalan Jenderal Sudirman Makassar pada Minggu lalu.

Sehingga dengan kejadian memilukan itu, maka penyelenggara (baca: aktor intelektual) yang memberikan mandat haruslah dimintai pertanggungjawaban pidana akibat adanya nyawa yg hilang dan korban luka.

Mari kita berdoa semoga almarhumah dapat di terima di sisi Allah SWT, sembari menunggu penetapan aktor intelektual yang merupakan kewenangan penegak hukum dan kepolisian.

Semoga!(*)

Baca berita terbaru dan menarik lainnya di Tribun-Timur.com via Google News atau Google Berita

Berita Terkini