Opini

'Mobilitas Sosio-Spasial' - Reinterpretasi Perkeretaapian Trans-Sulawesi

Editor: Hasriyani Latif
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sawedi Muhammad dan Buchari Mengge Dosen Departemen Sosiologi FISIP Unhas. Keduanya juga merupakan alumni Ateneo de Manila University.

Oleh:

Sawedi Muhammad & Buchari Mengge

Dosen Departemen Sosiologi Fisip Unhas
Alumni Ateneo de Manila University

TRIBUN-TIMUR.COM - Kereta Api Trans-Sulawesi resmi beroperasi secara terbatas sejak tanggal 29 Oktober 2022.

Jalur yang dilintasi untuk tahap pertama sebanyak 7 stasiun mulai dari stasiun Garongkong kabupaten Barru, Tanete Rilau, Mandalle, Ma’rang, Labakkang sampai stasiun Mangilu di kabupaten Pangkep.

Pengoperasian ini sekaligus memulai babak baru sistem moda perekeretapian di Sulawesi Selatan, bahkan sistem moda transportasi di pulau Sulawesi.

Menurut hemat penulis, pengeporasian kereta api telah membuka babak baru struktur dan kultur mobilitas manusia (baca sosio-spasial) di Sulawesi.

Pertanyaannya adalah perkeratapaian untuk siapa dan apa dampaknya terhadap perpindahan dan mobilitas penduduk dan logistik dari satu wilayah ke wilayah lainnya?

Amanah UU No. 23/2007, menyebutkan bahwa tujuan perkeretaapian adalah “memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman, cepat dan lancar, tepat, tertib dan teratur, efisien, serta menunjang pemerataan, pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional”.

Lalu mengapa untuk perpindahan dan mengapa pula untuk manusia? Kedua pertanyaan ini perlu dijawab, sehingga dampak ganda (multiplier effects) dari perkeratapian akan mampu menciptakan pemerataaan, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Tulisan singkat ini akan menjawab pertanyan di atas dengan melakukan reinterpretasi tujuan perkeretapaian.

Kereta Api dan Mobilitas Sosio-Spasial

Ruang (space) bukanlah sesuatu yang kosong. Ia juga bukan sekadar kontainer.

Ruang sesungguhnya adalah bagian tak terpisahkan dari konstruksi dan rekonstruksi struktur dan kultur masyarakat.

Sosiolog Hendri lefevbre mengatakan ruang sesungguhnya as part of social structure (1992, 2003).

Dengan kata lain, manusia mengonstruksi ruang itu untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan-tujuannya – yang secara bersamaan - ruang itu mempengaruhi tindakan-tindakan sosialnya.

Jika disederhanakan, ruang adalah arena (field) yang tidak lain adalah ‘rule of the game’ yang memungkinkan terjadinya berbagai praktik sosial (social practices) dan selanjutnya melalui paktik sosial itu akan menciptakan struktur sosial dan ruang.

Halaman
1234

Berita Terkini