TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – “Saya sudah tua, nak. Cuma ini yang bisa saya kerja,”
Kalimat itu keluar dari mulut Dg Nojeng (75), saat Tribun Timur menanyakan kondisinya yang sudah renta namun masih haru mengayuh sepeda menjajakan sapu lidi.
Tribun mewawancarai Dg Nojeng saat sedang istirahat di Jl Dg Tata Raya, Jumat (26/8/2022).
Dg Nojeng, merupakan warga Taeng, Kecamatan Palangga, Gowa, Sulawesi Selatan.
Ia mengatakan, setiap hari pukul 07.00 Wita, dirinya sudah bergegas menuju perbatasan sungai Jeneberang untuk mengantri perahu.
Hal ini ia lakukan, untuk memangkas jarak dari rumahnya menuju Dg Tata Raya.
“Saya naik perahu, lagsung tembus Dg Tata 3,” katanya.
Dg Nojeng menambahkan, harga sapu lidi yang ia jual Rp 15 ribu.
“Ini Rp 15 ribu satu, nak” tambahnya.
Dengan sepeda ontel tua miliknya, Dg Nojeng menjajakan 10 ikat sapu lidi yang ia lilit di belakang jok sepedanya di sekitar Jl Dg tata Raya.
Pendapatan Dg Nojeng dari hasil jual sapu lidi pun tak menentu.
Untuk hari ini saja, dirinya mengaku hanya menjual satu ikat sapu lidi.
“Untung-untungan, nak. Hari ini baru satu,” tambahnya dengan nada pelan.
Semenjak ditinggal anak dan istrinya, menjual sapu lidi menjadi jalan yang Dg Nojeng tempuh.
“Saya sudah lupa, tapi pas tidak adami istriku,” ujarnya.
Ketika memasuki waktu sore, Dg Nojeng harus bergegas pulang.
Sebab, di usianya yang sudah uzur, beberapa panca indera Dg Nojeng sudah tidak baik lagi.
Pikun juga menjadi masalah yang harus Dg Nojeng hadapi.
“Pikun mka juga, biasa ku lupa rumah ku. Ini pendengaran ku juga sudah tidak bagus,” tambahnya. (*)
Laporan Jurnalis Tribun Timur Muh Sauki Maulana