TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Bincang Sejarah dan Budaya yang digelar Perkumpulan Wija La Patau Matanna Tikka, Perwira LPMT, mengungkap bahwa pada abad ke-17, peradaban Makassar sudah setara dengan Belanda.
Hal tersebut diungkapkan oleh seorang kurator KITLV Leiden, Belanda, Kathryn Wellen, yang menjadi salah seorang narasumber diskusi sejarah dan budaya bertema “Landskap Agraris dan Identitas Politik Sulawesi Selatan dalam Perspektif Lokal dan Global” tersebut.
Hadir pula pakar sejarah dunia yang konsen pada sejarah Sulawesi Selatan, Prof Emeritus Campbell Macknight dari Australian National University (Anu).
Digambarkan Campbell Macknight, gagasannya tentang landskap agraris dan haluan politik Sulawesi Selatan yang bermula pada abad ke-13.
Diungkapkan Kathryn Wellen, situasi Belanda dan Makassar sudah hampir sama pada abad 17, yaitu sama-sama sebagai kota metropolitan.
Bahkan sebelum Belanda menduduki Indonesia, tegas Campbell Macknight, Sulawesi sudah lebih dikenal di Nusantara dan Eropa.
Diskusi digelar di Hotel Claro, Makassar, Sulawesi Selatan, , Minggu 14 Agustus 2022.
Nama Makassar, lanjut Kathryn Wellen, sudah akrab didengar oleh para pedagang di Pelabuhan Gowa kala itu. Begitu juga di Sombaopu dan sekitar kawasan Maccini Sombala.
“Beberapa kapal juga sudah berlayar keluar dan sudah sering membincangkan nama Makassar. Perahu yang berlalu-lalang di Melaka tak luput membincangkan Makassar. Beberapa sumber Belanda tidak mengacu sumber tertentu, tapi semua sudah menyebut Makassar,” jelas Kathryn Wellen.
Artinya peradaban di Makassar sudah begitu maju kala itu yang setara dengan Amaterdaam. Hal ini tidak terlepas dari bagaimana kekayaan rempah-rempah di Sulawesi Selatan (Sulsel) membuat Makassar sebagai sebuah kerajaan besar yang semakin memliki nama yang kesohor di belahan dunia.
Ketua Umum Perwira La Patau, Muh Sapri Pamulu PhD, dalam sambutannya menyampaikan kegiatan Bincang Sejarah dan Budaya kali ini merupakan rangkaian perayaan hari Masyarakat Adat Dunia yang jatuh pada 9 Agustus lalu.
Lanjut, Sapri Andi Pamulu menyebut kalau kegiatan ini dilakukan sekaligus menyambut perayaan 17 Agustus, hari Kemerdekaan RI yang ke-77,” katanya. Selain itu kegiatan dimana mengundang sejumlah akademisi kampus ini juga bagian dari pemanasan untuk kegiatan pertemuan Wija Raja La Patau atau Perwira La Patau yang akan diadakan tahun depan di 2023 di Soppeng.
“Kegiatan berikutnya direncakan di bulan September adalah peringatan haul 308 tahun wafatnya Raja Bone dan Soppeng La Patau Matanna Tikka di Soppeng dan Bone,” tambah SapriAndi Pamulu.
Hadir sebagai moderator dalam kegiatan tersebut yakni Dr Andi Muhammad Akhmar SS MHum, Dr Muhlis Hadrawi, Idwar Anwar, selain para Pemerhati budaya, peneliti, penulis seperti Muhannis.
Kegiatan ini dihadiri pula Andi Bau Usdi Mappanyukki cucu Raja Andi Mappanyukki dan Karaeng Sombaya Andi Kumala Idjo.
Seri diskusi yang dihadiri pakar dan peneliti lokal serta dari 5 negara (Australia, Belanda, Jepang, German, dan Equador) ini mendapat sambutan hangat dan meriah dari para peserta baik luring maupun daring.(*)