Dewan Pendidikan Makassar

Prof Arismunandar Dorong Wajib Belajar Pendidikan Tinggi, Apresiasi Kebijakan era Gubernur SYL

Penulis: Ari Maryadi
Editor: Waode Nurmin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Guru besar Universitas Negeri Makassar Prof Arismunandar.

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Guru besar manajemen pendidikan Universitas Negeri Makassar Prof Arismunandar mendorong wajib belajar hingga pendidikan tinggi.

Menurutnya, pemerintah harus melakukan transformasi pendidikan untuk mengejar wajib belajar pendidikan tinggi seperti di Korea. Jumlah penduduk Korea yang berpendidikan tinggi mencapai 70 persen.

Hal itu disampaikan Prof Arismunandar dalam diskusi Forum Dosen dengan Dewan Pendidikan Makassar di Kantor Dewan Pendidikan Makassar, Kamis (9/6/2022) pagi. Tema yang dibahas Sistem PPDB versus Wajib Belajar.

Diskusi dipandu Ketua Dewan Pendidikan Sulsel sekaligus akademisi Universitas Hasanuddin Dr Adi Suryadi Culla.

"Saya ingin sampaikan konstruksi pendidikan kita di Sulsel, saya lihat ada kaitan wajib belajar, itu pun juga masih kita putuskan bersama-sama. Yang kita maksud wajib belajar berapa tahun, 9 tahun, atau 12 tahun," kata Prof Arismunandar.

Mantan Rektor UNM periode 2008-2016 itu mengungkapkan, RUU yang sedang beredar ada yang berubah, awalnya wajib belajar 9 tahun pada tahun 2003, sekarang naik jadi 12 tahun.

 Prof Arismunandar menegaskan, wajib belajar 9 tahun sudah berlangsung hampir 20 tahun, namun mengapa peningkatan wajib belajar hanya naik tiga tahun jadi 12 tahun.

"Artinya ada kemunduran. Ini sudah sampaikan ke teman-teman pusat," kata anggota Badan Akreditasi Sekolah/Madrasah Kemendikbud 2018-2022 ini.

Prof Aris lalu membandingkan, Korea, wajib belajar tingkat pendidikan tinggi penduduk usia 25 tahun ke atas itu sudah hampir 70 persen.

"Sementara kita baru 30 persen. Bagaimana kita bisa kejar Korea, bagaimana bisa kejar transformasi pendidikan kalau kita hanya bermain 12 tahun, tidak akan mungkin," katanya.

Sebagai anggota Badan Akreditasi Sekolah/Madrasah Kemendikbud, Prof Aris sering mengemukakan hal itu di pusat.

Namun, respon di pusat jawabannya selalu masalah dana.

"Begitu saya bicara begitu langsung dipotong oleh moderator kita dapat uang dari mana. Padahal uang bisa dicari, tapi cita-cita itu susah, tapi begitu cara pandang sebagian dari birokrat di pusat," katanya.

Prof Aris mengungkapkan sering berdiskusi persoalan wajib belajar dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Ia menyampaikan, kalau berbicara wajib belajar hanya 9 hingga 12 tahun, maka Indonesia akan terus ketinggalan dengan negara-negara luar. Menurutnya harus ada lompatan.

Halaman
12

Berita Terkini