Abdul Gafar
Dosen Purnabakti Ilmu Komunikasi Unhas Makassar
Ummat Islam sedunia baru saja meninggalkan bulan ramadan yang penuh berkah dan penuh ampunan.
Segala cobaan yang dilewati dengan sukses diharapkan membawa berkah dalam perjalanan hidup manusia itu ke depannya.
itu menjadikan dirinya hijrah ke arah yang lebih baik, apakah itu hijrah secara pisik maupun secara psikologis dan spiritual.
Secara pisik tentu saja terlihat dari aspek lingkungan tempat tinggalnya yang memberikan dorongan positif yang lebih baik.
Lingkungan akan memberi pengaruh yang kebih kuat ketika kita lemah dalam pertahanan.
Sebaliknya diharapkan kitalah yang memberi pengaruh kebaikan terhadap perubahan lingkungan yang ada di sekitar.
Ramadan telah melatih kita dalam mengelola kehidupan yang baik dan benar.
Ada aturan main yang wajib diindahkan. Tidak boleh asal semaunya saja. Waktu makan, minum dan sebagainya telah ditetapkan selama kita menjalani ibadah puasa.
Apa yang sebelumnya halal, dapat berubah menjadi haram ketika puasa itu dilakoni.
Begitu pula yang haram menjadi halal pada waktunya. Artinya ada aturan yang mengikat perilaku kita dalam keseharian di bulan ramadan itu.
Puasa dimaknai membentuk pribadi muslim yang jujur dan tidak berbohong. Kata atau kalimat bohong yang terlontarkan berpotensi membatalkan pahala ibadah puasa.
Oleh karena itu alangkah sia-sianya puasa yang masih diikuti oleh kebohongan.
Jika itu terjadi, bukannya puasa yang salah, melainkan manusianya yang tidak mampu memahami arti puasa itu sendiri.
Kejujuran tidak mengenal waktu dan tempat. Kapan dan dimana pun kejujuran itu mesti menjadi rujukan.
Ada orang, tidak ada orang, di tempat terbuka atau tertutup, di tempat gelap ataupun terang, maka kejujuran tetap dijunjung tinggi.
Indonesia mayoritas penduduknya menganut agama Islam.
Menurut Kemendagri 31 Desember 2021 ummat Islam di Indonesia berjumlah 237.53 juta jiwa atau 86, 9 % dari populasi 273.32 jiwa.
Jumlah ummat Islam Indonesia terbesar diseluruh dunia.
Dari mayoritas ini jika menjalankan ajaran Islam dengan baik dan benar, maka niscaya aman dan nyamanlah negeri ini.
Prinsip-prinsip islami yang dilaksanakan dengan konsisten niscaya membawa kemaslahatan bagi bangsa dan negara ini.
Bukan mengubah haluan negara menjadi ideologi Islam, namun prinsip-prinsipnya yang dijalankan oleh ummat penganutnya.
Islam tetap menghargai perbedaan dalam hal keyakinan seperti yang tertulis dalam Surat Al Qafirun.
Islam yang benar sesuai Alquran dan Sunnah nabi tidak membiarkan adanya kehohongan dan ketidakjujuran didalamnya.
Negara yang dikelola dengan cara-cara dan prinsip-prinsip Islami oleh penganutya, dipercaya dapat mencerahkan perjalanan hidup kenegaraan dan kebangsaan di negeri ini.
Tidak ada tipu-tipu didalamnya. Semua berada dalam koridor yang sesuai ajaran agama, ada dosa jika dilanggar.
Negeri ini mesti dibangun dan dikembangkan dalam suasana antikebohongan.
Segala keputusan yang akan dilakukan mesti dilakukan secara transparan dan jujur terhadap warga negara.
Jangan sampai terjadi istilah ‘membeli kucing dalam karung’. Nanti dikira kucing yang akan mencari maling ikan, justeru yang muncul kucing garong yang siap menerkam kita.
Hari ini, media massa kita masih menghiasi berita para pejabat yang terlibat korupsi.
Adanya operasi tangkap tangan terhadap para pengelola negara dan rekan-rekannya.
Seorang teman penulis, A. Hamid Hoddy-dosen purnabakti- Fakultas Peternakan Unhas menyatakan sikap pesimis terhadap penegakan hukum di negeri ini. Hukum dapat diatur sesuai keuangan yang mahakuasa.
“Koruptor dapat lolos, karena adanya jalinan yang saling menguntungkan antara pelaku dan penegak hukum”, katanya. Mereka belum hijrah !!!