Inspirasi Ramadhan 2022 Hamdan Juhannis

Indra Keberagamaan 28: Pukulan Telak Prof Irawan Yusuf

Editor: AS Kambie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Prof Hamdan Juhannis, Rektor UIN Alauddin

Indra Keberagamaan (28)
Oleh: Hamdan Juhannis
Rektor UIN Alauddin

TRIBUN-TIMUR.COM - Dua hari lalu saya kena pukulan telak.

Pelakunya adalah salah satu suhu kedokteran Unhas, guru kita Prof Irawan Yusuf.

Siapa tidak kenal beliau, Dokter Terawan-pun berguru pada dirinya.

Tapi kita tinggalkan sejenak profil beliau, karena hampir semua memahami ketokohan Prof Irawan Yusuf khususnya dalam dunia kedokteran.

Ceritanya seperti ini, saya pergi ke acara pelantikan Rektor Unhas.

Saya singgah di Fakultas Kedokteran sekalian mengecek anak saya yang ujian. Saya lalu mencari Ibu Dekan, ketemu dan terjadilah perbincangan.

Tiba-tiba saya menengok ke ruang tamu dekan, saya melihat  Prof Irawan Yusuf duduk sendiri. Saya mendekat dan menyapanya begitu hangat.

Sejak covid, baru pertama kali bertemu dengannya. Terakhir, waktu  Dokter Terawan berkunjung ke kampus kami membawakan kuliah tamu, sekitar satu tahunan sebelum covid 19.

Kesalahan saya pagi itu adalah mengapa terlalu berani bertanya tentang celoteh saya.

Saya tanya, "Apa Pak Prof baca tulisan saya?"

Beliau menjawab, "Pasti, baca semua."

Lalu beliau menyambung, "Sekadar ingin berkomentar, tulisan Anda berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, tahun ini sepertinya kurang dalam, lebih banyak mengulas tanggapan pembaca."

Saya menimpali, dangkal yah, Pak Prof?

Beliau menjawab bahwa tidak mengatakan itu, karena beda dangkal dengan kurang dalam.

Dalam hati saya, cara menjawabProf Irawan Yusuf menunjukkan dirinya sebagai ilmuwan bijak.

Lalu saya bertanya, ada contoh Pak Prof?

Beliau mulai mengulas salah satu celoteh saya, saat berceramah pada  Bagian Dokter Penyakit Dalam.

Saya cerita strategi membuat jamaah menyimpan HP yang dipegang di tangannya.

Menurut Prof Irawan Yusuf, sebagai pembaca serius, dirinya menunggu ulasan fenomena mengapa manusia susah sekali melepaskan HP dari dirinya, ketimbang memainkan kata-kata populer yang sebenarnya membutuhkan penjelasan lebih jauh.

Lalu saya terdiam sambil saya terus menyimak beliau.

Menurut Prof Irawan Yusuf, HP di tangan manusia itu adalah fenomena, bukan lagi sebagai alat elektronik yang didalamnya berisi aplikasi.

HP itu sudah menjadi bagian dari diri manusia, atau bahkan menjadi jati diri manusia. Hp itu sudah menjadi "body and soul" manusia.

Sikap manusia untuk tidak melepaskan HP itu ibarat menggengam dirinya.

Saat secara refleks mengecek HP sama dengan mengecek dirinya.

Perangkat dalam HP itu bukan lagi cip dan semacamnya, tetapi otak manusia ada di situ, nadinya di sana, urusannya ada di sana.

HP adalah prioritas hidup itu sendiri.

Lalu Prof Irawan Yusuf berefleksi, jika seseorang itu suami, mengapa bukan istrinya yang disikapi seperti HP?

Saya menyela, "Bukankah di HP itu ada istri yang berwujud dalam bentuk nomor HP dan photo-photonya?"

Prof Irawan Yusuf memotong saya, betul tapi seberapa sering mengecek yang terkait dengan istrinya.

Belum tentu seorang suami menelepon balik secepatnya bila ada "missed call" istri.

Berapa suami yang menjadikan istri sebagai "wallpaper" di HPnya? Saya semakin terdiam.

Lalu prof Irawan Yusuf menyimpulkan bahwa analisis serius yang lebih jauh  yang diharapkan dari coretan saya.

Saya menjawab, saya memahami  tapi untuk menjadikan tulisan serius dibutuhkan pisau analisis yang lebih tajam dan tidak mudah mendapatkannya bila tidak serius berpikir, merenung, dan membaca.

Alasan lainnya, saya membutuhkan pembaca dari spektrum yang lebih luas, termasuk pembaca dari kawula muda yang suka simplisitas.

Prof Irawan Yusuf merespon dengan mengatakan bahwa dirinya memahami motif itu disatu sisi, tapi mengkhawatirkan terjadinya pendangkalan pengetahuan di sisi lain.

Ada kekhawatiran menyuguhkan gagasan yang membutuhkan pendalaman tapi dilepas begitu saja di masyarakat atau diulas dengan nuansa humor tetapi kehilangan substansi.

Saya langsung bilang, saya perlu datang secara khusus lagi untuk menyimak lebih jauh, karena Prof Irawan Yusuf sebagai anggota Wali Amanat yang terlibat dalam pelantikan Rektor, sambil mengajaknya jalan ke tempat acara.

Saya hanya undangan, setitik kecil dalam acara tersebut. Seperti setitiknya saya di depan hamparan idealisme hidup seorang Prof Irawan Yusuf.(*)

Berita Terkini