Makassar, Tribun - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 6 Sulawesi Maluku Papua (Sulampua), menggelar Media Briefing Journalist Update di The Icon Makassar, Rabu (30/3).
Kepala OJK Regional 6 Sulampua Mohammad Nurdin Subandi hadir sebagai pembicara, didampingi Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan 1 Kantor OJK Regional 6 Sulampua Steven Parinussa.
Dalam kesempatan tersebut Nurdin antara lain memaparkan mengenai kondisi perbankan di Sulawesi Selatan, antara lain terkait aset, dana pihak ketiga (DPK), dan penyaluran kredit.
“Saat ini total aset bank umum di Sulsel posisi Februari 2022 mencapai Rp160,44 triliun,. Sementara DPK Rp109,94 triliun dan penyaluran kredit Rp127,27 triliun,” paparnya
Dari angka tersebut dilaporkan tingkat pertumbuhannya year on year yakni aset 5,97 persen, DPK 5,68 persen, dan kredit 4,23 persen,
“Khusus penghimpunan DPK dengan nominal Rp109,94 triliun di Sulsel itu terdiri dari giro Rp17,29 triliun, tabungan Rp66,20 triliun, dan deposito Rp26,45 triliun,” papar Nurdin.
Meski di tengah pandemi, pertumbuhan aset bank umum di Sulsel di Februari 2022 bisa mencapai 5,97 persen.
Pertumbuhan ini disertai indikator fungsi intermediasi loan to deposit ratio (LDR) yang cukup tinggi 115,76 persen, dengan rasio kredit bermasalah atay non performing loan (NPL) yang terjaga sebesar 3,57 persen.
Dari keseluruhan aktivitas bank umum di Sulawesi Selatan ini, menurut Nurdin berdasarkan kegiatan usaha masih didominasi oleh bank konvensional.
Yakni dengan share aset DPK dan kredit masing-masing sebesar 93,16 persen (Rp149,46 triliun), 92,83 persen (Rp102,06 triliun), dan 92,83 persen (Rp118,14 triliun).
SEMENTARA itu mengenai penyaluran kredit, berdasarkan jenis penggunaan kredit produktif tumbuh 4,51 persen secara yoy dengan nominal mencapai Rp69,11 triliun.
Kemudian kredit konsumtif terkoreksi melambat -0,31 persen secara yoy dengan nominal mencapai Rp58,16 triliun.
Berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit didominasi oleh sektor perdangan besar dan eceran sebesar Rp34,74 triliun (27,30 persen), sektor pertanian, perburuan dan kehutanan sebesar Rp8,78 triliun (6,90 persen), dan sektor industri pengolahan sebesar Rp5,26 triliun (4,13 persen)