Dalam pernyataannya, Menag mencontohkan suara bising itu dengan suara gonggongan anjing.
Ia menyebut bahwa gonggongan anjing yang dilakukan secara bersamaan sudah pasti akan menganggu orang lain.
"Misalnya kita hidup dalam satu komplek, kiri, kanan, depan belakang, pelihara anjing semua, misalnya, menggonggong semua dalam waktu bersamaan, kita terganggu enggak?" kata Gus Yaqut.
Hal itu kemudian menjadi contoh untuk pengeras suara di tempat ibadah yang berbunyi bersamaan bahkan sampai 5 kali dalam satu hari.
"Rumah ibadah itu kalau sehari lima kali membunyikan toa dengan suara kencang-kencang di saat bersamaan itu bagaimana," katanya.
Menurutnya, suara azan yang didengar orang, harus diatur dengan baik agar tidak menganggu orang lain.
"Apa pun suara itu, harus kita atur, supaya tidak menjadi gangguan, speaker di masjid, di musala, monggo dipakai, silakan dipakai, tapi diatur, agar tidak ada yang terganggu," paparnya.
Hal ini adalah bentuk toleransi pada umat agama lain yang tidak satu keyakinan.
"Supaya niat menggunakan toa dan speaker sebagai sarana, sebagai wasilah untuk siar tetap bisa laksanakan tanpa harus mengganggu mereka yang mungkin tidak sama kenyakinannya dengan kita, jadi berbeda kenyakinan itu kita harus saling menghargai," tutup Menag.(Tribun-Timur.com)
Laporan Wartawan Tribun Timur Ari Maryadi