TRIBUN-TIMUR.COM - Kepintaran Prof Basri Hasanuddin MA mulai saya dengar tatkala saya masih duduk di bangku SMA PPSP IKIP Ujung Pandang sekitar tahun 1984-1987.
Konon kabarnya sewaktu Prof Basri Hasanuddin menjelang ujian di Philipina, sempat tidak tidur selama tiga hari sebagai persiapan.
Bahkan seorang temannya (dari Jepang kalo tidak salah) malah jatuh pingsan karena begadang dalam rangka persiapan menghadapi ujian akhir.
Prof Basri Hasanuddin adalah satu dari sekian orang mantan mahasiswa (saat itu sudah tamat S3) yang menguji gurunya dalam ujian promosi doctor (S3) di UNHAS.
Pada suatu waktu di bulan Ramadhan tahun 1986 atau 1987 saya hadir mendengarkan beliau memberikan ceramah yang diinisiasi oleh Pengurus Daerah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Sulawesi Selatan di bilangan Jalan Sunu, Makassar, sebagai salah satu kegiatan rutin HIPMI Sulsel setiap bulan puasa.
Dalam kesempatan ceramahnya Prof Basri Hasanuddin menyampaikan bahwa sebentar lagi manusia yang ke-5 miliar segera lahir.
Itu berarti beban bumi dalam penyediaan pangan semakin berat karena kemampuan manusia untuk mengkonsumsi makanan jauh lebih besar dari kemampuan bumi menghasilkan makanan.
Di tahun itu pula beliau sedang memegang jabatan sebagai Pembantu Rektor I di Universitas Hasanuddin.
Disaat itu seorang mahasiswa semester 3 dari Fakultas Peternakan dan Perikanan datang untuk bermohon agar dapat diberikan beasiswa dalam membantu pembayaran biaya kuliahnya.
Prof Basri Hasanuddin saat itu adalah pemegang otoritas untuk menyalurkan beasiswa dari Yayasan Latimojong yang diinisiasi kelahirannya oleh mantan Rektor Unhas Prof Ahmad Amiruddin.
Pertemuan antara sang mahasiwa dengan PR I waktu itu bukanlah usaha pertama dari sang mahasiswa, tetapi upaya ketiga setelah beberapa kali dimentahkan oleh staf dengan alasan tidak memenuhi kriteria.
Saat itu salah satu pensyaratan untuk dapat menerima beasiswa dari Yayasan Latimojong adalah lolos dari bebas Drop Out setelah selesai tiga semester perkuliahan.
Inilah yang menjadi penyebab sehingga sang mahasiswa selalu ‘dihalangi’ oleh staf untuk dapat bertemu PR I disamping karena memang dapat dipahami bahwa kesibukan dan beban kerja PR I pada waktu cukup banyak dan padat.
Namun demikian terdapat juga ketentuan lain bahwa sebagai calon penerima beasiswa dari Yayasan Latimojong mahasiswa harus sudah menyelesaikan sejumlah tertentu SKS dan untungnya mahasiswa ini memenuhi ketentuan itu.
Akhirnya pada suatu siang dan ini merupakan upaya terakhir di dalam benak mahasiswa itu.