Oleh : M Ridwan Radief
Analis Perencanaan, Tinggal di Sungguminasa
Setelah pelantikan jabatan di berbagai daerah, rasanya perlu untuk kita saling mengingatkan.
Dalam jabatan yang sedang manusia emban, di sana ada simpul setan yang mengikat dan senantiasa membisiki manusia untuk menodai amanah, memonopoli kekuasaan, dan berbuat sewenang-wenang.
Setan-setan tidak pernah lengah dan berputus asa untuk menjebak, mendorong manusia dalam jurang kehancuran.
Jika tidak terjerumus dengan nafsu, setan menggoda manusia untuk meyalahgunakan otoritasnya.
Sehingga manusia tatkala lemah iman, ia mampu berbuat sekehendak hatinya. Tidak peduli mana halal mana haram.
Kita banyak menyaksikan, rentetan peristiwa pahit disebabkan karena kesewenang-wenangan oknum pejabat.
Besarnya pengaruh jabatan terhadap aktivitas organisasi menjadikan fungsi kekuasanaan mengalami disorientasi.
Kekuasaan tidak semata-mata diarahkan untuk merumuskan kebijakan. Lebih dari itu, kekuasaan juga digunakan untuk melucuti kehormatan lembaga pemerintah. Lihat saja, bagaimana fenomena hari ini.
Korupsi petinggi negara, suap-menyuap, kekerasan pada rekan kerja, hingga pelecehan seksual kepada bawahan.
Luasnya rentang kendali dalam jabatan membuat pelakunya mampu berbuat sekehendak hatinya.
Slogan andalan “loyal kepada pimpinan” menjadi senjata untuk mengendalikan gerakan arus bawah organisasi.
Ini (loyalitas) yang terkadang dikmaknai rancu. Loyalitas pada pimpinan tentu saja diperlukan selama untuk kemaslahatan warga atau organisasi. Loyalitas di luar itu, tidak lebih dari penjilat yang haus jabatan.
Judul ini sengaja penulis angkat untuk mengingatkan penulis, keluarga, kerabat dan orang-orang yang penulis cintai agar tidak terjebak pada sifat partikularisme dan penghambaan terhadap sebuah jabatan.