TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar Rudianto Lallo tampil energik di HUT ke-414 Makassar.
Rudianto Lallo tampil di panggung HUT City of Makassar Anjungan Pantai Losari membacakan sejarah berdirinya Kota Makassar.
RL-sapaan karibnya menggunakan pakaian adat Bugis Makassar.
Memakai passapu (pengikat kepala), jas berwarna biru, dan lipa' sabbe.
Berikut sejarah Kota Makassar yang dibacakan Ketua DPRD Makassar Rudianto Lallo
Awal kota dan bandar Makassar berada di muara Sungai Tallo dengan pelabuhan niaga kecil di wilayah itu pada penghujung abad XV.
Sumber-sumber Portugis memberitakan, bahwa bandar Tallo itu awalnya berada di bawah Kerajaan Siang di sekitar Pangkajene.
Pada pertengahan abad XVI, Tallo bersatu dengan sebuah kerajaan kecil lainnya yang bernama Gowa, dan mulai melepaskan diri dari kerajaan Siang, bahkan menyerang dan menaklukkan kerajaan-kerajaan sekitarnya.
Akibat semakin intensifnya kegiatan pertanian di hulu sungai Tallo, mengakibatkan pendangkalan sungai Tallo, sehingga bandarnya dipindahkan ke muara sungai Jeneberang.
Disinilah terjadi pembangunan kekuasaan kawasan istana oleh para ningrat Gowa-Tallo yang kemudian membangun pertahanan benteng Somba Opu, yang seratus tahun kemudian menjadi wilayah inti Kota Makassar.
Pada masa pemerintahan Raja Gowa XVI, didirikan Benteng Rotterdam, pada masa itu terjadi peningkatan aktivitas pada sektor perdagangan lokal, regional dan internasional, sektor politik serta sektor pembangunan fisik oleh kerajaan.
Masa itu merupakan puncak kejayaan Kerajaan Gowa, namun selanjutnya dengan adanya perjanjian Bungaya menghantarkan Kerajaan Gowa pada awal keruntuhan.
Komoditi ekspor utama Makassar adalah beras, yang dapat ditukar dengan rempah-rempah dari Maluku maupun barang-barang manufaktur asal Timur Tengah, India dan Cina di Nusantara Barat. Dari laporan saudagar Portugal maupun catatan-catatan lontara setempat, diketahui bahwa peranan penting saudagar Melayu dalam perdagangan yang berdasarkan pertukaran hasil pertanian dengan barang-barang impor.
Dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya, yang pada umumnya berbasis agraris, maka Makassar menguasai kawasan pertanian yang relatif luas dan berusaha pula untuk membujuk para saudagar di kerajaan sekitarnya agar pindah ke Makassar, sehingga kegiatan perdagangan semakin terkonsentrasi di bandar niaga baru Makassar.
Hanya dalam seabad saja, Makassar menjadi salah satu kota niaga terkemuka dunia yang dihuni lebih 100.000 orang (kota terbesar ke 20 dunia).