Oleh: Taslim Arifin
Alumnus FEB Unhas/Pencetus Wali Wanua
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sepanjang pengenalan dan interaksi aktif dengan Pak Basri Hasanuddin selama hampir 50 tahun, baik sebagai murid maupun sebagai kerabat yang sering bertukar pikiran, adalah manusia yang menempatkan kemanusiaan, keharmonisan, keindahan yang cenderung romantik era Viktoria, kekeluargaan yang sangat Timur, serta obyektifitas dan kemurnian ilmu pengetahuan pada tingkat yang utama dan hampir segalanya.
Segala bentuk pergaulan yang bersentuhan dengannya dan atau lingkungan yang tidak sejalan dengan patokan dasar itu, akan tidak diminati, dihindari sekuat mungkin.
Kendatipun tidak harus dikemukakan atau bereaksi dalam bentuk ketidaksetujuan yang bersemangat dan terbuka.
Pak Basri Hasanuddin lahir untuk mendorong dinamika positif dan kreatif pada lingkungan yang digeluti dengan cara hening.
Pak Basri Hasanuddin sesungguhnya tidak ada indikasi bercita-cita ingin menjadi pejabat struktural.
Tetapi dalam perjalanan hidupnya beliau dijejali dengan banyak pekerjaan yang birokratik.
Dia lebih pekat karakternya sebagai ilmuwan murni, budiman, dan juga mendekati seniman.
Sekumpulan karakter yang terpenuhi dan sempurnah sebagai intelektual dan guru sejati.
Pak Basri Hasanuddin memilih gelombang yang ada pada danau yang tenang dengan tiupan angin yang semilir dan sepoi, ketimbang gelombang yang bergelora di samudra lepas.
Sehingga dalam perjalanan kariernya sebagai rektor, menteri, dan duta besar serta bidang pengembangan tenaga pengajar di Universitas Hasanuddin, diselesaikan secara tenang, cepat, dan nyaris senyap.
Pertama saya kenal Pak Basri Hasanuddin tanpa beliau mengenalku karena saat itu masih kuliah pada “tingkat persiapan” (tingkat satu, kepala masih gundul akibat perpeloncoan).
Saat itu Pak Basri Hasanuddin memberi kuliah Pengantar Ekonomi yang mencakup Teori Ekonomi Makro dan Mikro.
Saat itu beliau menjelaskan dengan sangat sistematis, mudah dimengerti, menguasai sepenuhnya materi yang dijelaskan, dan karena Pak Basri Hasanuddin perawakannya dendi, mahasiswa betah mengikuti kuliah yang beliau ajarkan kendatipun memerlukan waktu 2 jam.
Pak Basri Hasanuddin adalah termasuk kategori dosen yang sanggup menyederhanakan materi kuliah yang rumit menjadi gampang dimengerti, menarik untuk dikaji lebih dalam, tanpa mengurangi substansi ilmunya.
Bertukar fikiran dengan Pak Basri Hasanuddin terkesan nyaman, dialektik, demokratik dan selalu menuai intisari masalah yang dibicarakan dan insfiratif melahirkan berbagai pemikiran atau ide ide baru, kendatipun saya sebagai yunior dalam segala bidang.
Tidak ada indikasi menggurui, apalagi mengintimidasi tentang suatu kebenaran.
Pak Basri Hasanuddin adalah guru yang disenangi, diminati, serta selalu ditunggu kehadirannya dalam berbagai pertemuan akademik dan perbincangan yang banyak berhubungan dengan masa depan.
Dalam banyak pertemuan, seminar, atau diskusi ilmiah yang diikuti, sepanjang pengamatan saya, beliau selalu sanggup mengemukakan substansi topik yang sedang dibicarakan dan dengan menawarkan analisis yang tajam dengan solusi elegan.
Argumentasi yang menyertai ide yang dikemukakan sangat dalam dan komprehensif.
Beliau adalah contoh guru sekaligus intelektual yang paripurna.
Saat menjadi rektor Unhas, Basri Hasanuddin dekat dengan mahasiswa.
Semua hal yang berkaitan dengan kemahasiswaan dapat diselesaikan dengan dialog.
Pada era tersebut dinamika kehidupan kemahasiswaan sangat dinamis, sejalan dengan dinamika kehidupan politik.
Puncak puncak ketegangan antara mahasiswa dan rezim politik yg berkuasa saat itu mewarnai kehidupan kemasiswaan dan Basri Hasanuddin dapat mendinginkan gelora pemuda yang membara dengan siraman wawasan yang luas.
Pak Basri Hasanuddin menelusuri detail kehidupan kemahasiswaan tanpa terjebak padanya, melainkan mengangkatnya pada ide dan pembicaraan atau diskusi yang lebih besar magnitudnya dan dengan wawasan yang lebih luas, sehingga para aktifis mahasiswa dapat memahami secara menyeluruh isue yang berkembang.
Ketegangan menurut Basri Hasanuddin adalah situasi yang kurang menyenangkan dan tidak produktif melahirkan penyelesaian.
Saya ucapkan selamat dengan ucapan terima kasih dari lubuk hati yang paling dalam kepada Sang Guru yang telah mengabdi lebih 50 tahun di Perguruan Tinggi, demikian pula baktinya kepada bangsa ini.
Muridmu telah bertebaran di seluruh Nusantara mengabdi melanjutkan citamu.
Demikian pula selamat buat Sang Guru yang telah melampaui umur pemuda matang (menurut WHO) dan Insya Allah tetap sehat, jernih fikiran, dan selalu sanggup memberi pencerahan pada lingkungannya.(*)