TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Wartawan senior dan tokoh pers Sulawesi Selatan versi Dewan Pers, akademisi,dan penulis buku, Dr H M Dahlan Abubakar MHum, merampungkan buku otobiografinya. Buku setebal (isi) 596 halaman tersebut diterbitkan
Penerbit Pinatama Media (PM) Makassar dan dicetak di Yogyakarta.
“Saya buat buku otobiografi dini ini untuk bapak. Saya takut beliau tidak sempat baca lagi. Alhamdulillah, dengan terbit sekarang beliau sudah bisa baca,” kata M Dahlan Abubakar, Rabu (3/11/2021) malam.
Ayah M Dahlan Abubakar, Abubakar, lahir di Bima tahun 1928. Meski sudah berusia 93 tahun, pensiunan guru ini masih kuat membaca.
“Semua buku yang saya tulis sudah dibaca. Termasuk buku Angket sudah dia amatkan. Buku PSM saja begitu tebal sudah dia tamatkan, termasuk buku Ramang Macam Bola,” kata M Dahlan Abubakar mengonfirmasikan tentang ayahnya.
M Dahlan Abubakar sulung dari 10 bersaudara. Dia lahir di Bima, 1953.
Ibu M Dahlan Abubakar juga masih kuat di usia 91 tahun.
“Bapak saya dirikan pondok di ujung kampung. Di situ beliau berkebun dan buat perpustakaan. Buku-buku semua diangkut ke situ. Kemarin saya telepon, Bapak mengaku di kebun itu. Di kebun itu ada matoa, duren, dan buah naga,” jelas M Dahlan Abubakar.
Abu masih kuat membaca tanpa kacamata. Dia suka koleksi buku.
Rekaman dialog Pak Kiai dan Daeng Naba di RRI beberapa tahun silam juga masih utuh dalam koleksi Abubakar di Bima.
“Beliau ke Makassar saya saya promosi doktor, Mei 2018. Saat pulang, beberapa buku lagi dia bawa,” ujar M Dahlan Abubakar.
M Dahlan Abubakar menggenjot buku Lorong Waktu karena didesak oleh Abubakar.
“Dia tak sabar lagi membaca pengalamannya saat saya dilahirkan. Kata ibu saya, bapak baru tiba di rumah saat saya sudah lahir tapi ari-ari saya belum keluar. Akhirnya bapak injak kepala ibu, barulah ari-ari saya keluar,” kata M Dahlan Abubakar.
Saat istri mau bersalin, Abubakar masih di kampung sebelah tempatnya mengajar. Jarak kampung ini sekitar 40 KM dari rumah Abubakar.
“Bapak ke sekolah naik sepeda. Sepeda Philips. Sepeda ini juga yang dipakai bonceng saya waktu kecil. Waktu ibu mau melahirkan, dua orang dari kampung susul bapak pakai kuda, masing-masing naik kuda,” jelas M Dahlan Abubakar.