Sidang Nurdin Abdullah

3 Kontraktor Beri Uang ke Syamsul Bahri, Edy Rahmat dan Sari Pudjiastuti

Penulis: Muhammad Fadhly Ali
Editor: Saldy Irawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Andi Kemal Wahyudi, kontraktor PT Lantoraland menjadi salah satu dari tujuh saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK pada sidang lanjutan tindak pidana korupsi (tipikor) terkait perizinan dan infrastruktur Sulawesi Selatan kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Jl Kartini, Rabu (22/9/2021).

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sidang lanjutan Gubernur Sulsel diberhentikan Sementara Nurdin Abdullah (NA) memasuki persidangan ke-10, hari ini, Rabu (22/9/2021).

JPU KPK menghadirkan sejumlah kontraktor sebagai saksi di Pengadilan Negeri (PN) Makassar Jl Kartini, Rabu (22/9/2021).

Ada tiga kontraktor yakni AM Parakkassi Abidin, John Theodore dan Andi Kemal Wahyudi.

Ketiganya mengaku tak pernah berinteraksi dengan NA dalam proses transaksi suap proyek, baik secara langsung maupun tak langsung.

Justru, mereka hanya berinteraksi Sari Pudjiastuti (SP), Syamsul Bahri (SB) dan Edy Rahmat (ER).

SP merupakan mantan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Sulsel.

ER adalah mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel.

Sementara SB adalah Ajudan Nurdin Abdullah.

Penasihat Hukum (PH) Nurdin Abdullah, Arman Hanis bertanya kepada tiga saksi. Apakah Nurdin Abdullah pernah meminta dan menerima fee proyek? 

"Tidak pernah," kata John Theodore. 

Jawaban serupa juga dilontarkan Andi Kemal dan AM Parakkassi Abidin.

Berdasarkan keterangan AM Parakkasi Abidin (PA) kepada Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), bahwa selaku kontraktor, pernah menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar kepada Sari Pudjiastuti, yang saat itu masih menjabat Kepala Biro Pengadaan dan Jasa Pemprov Sulsel.

Uang itu kata dia, berdasarkan pesanan H Momo, mitranya selaku kontraktor, untuk disiapkan dan selanjutnya diserahkan kepada Sari. Uang pecahan Rp100 ribu itu lalu ia packing dalam kardus air mineral. Namun baru ia serahkan empat hari kemudian kepada Sari.

“Katanya uang itu sudah mau dipakai dan Ibu Sari datang ke Homestay saya. Uang itu lalu saya masukkan ke bagasi belakang mobil Sari. Tapi setelah itu, saya tidak berhubungan lagi dengan Sari. Uang itu untuk apa, saya juga tidak tahu, karena saya hanya diperintahkan H Momo saja,” terangnya kepada JPU KPK.

Selanjutnya, uang tersebut langsung dibawa Sari ke rumah keponakannya, Sri Wahyuningsih, di perumahan Anging Mammiri Jl Hertasning Baru.

Dia diantar Fajriadi alias Fajar, sopir Sari Pudjiastuti yang juga ikut bersaksi dalam sidang siang tadi.

Selain Sari, Parakkassi juga mengaku pernah menyerahkan uang sebesar 200 ribu Dollar Singapura kepada Syamsul Bahri, ajudan NA.

Tepatnya sekitar Januari 2021. Permintaan tersebut, juga berdasarkan pesanan H Momo.

“Saya dan H Momo yang antarkan uang itu ke rumah Syamsul di Jln Faisal. Saya yang serahkan langsung. Namun untuk kepentingan apa uang itu, saya juga tidak tahu,” jelasnya.

Adapun saksi lainnya, Andi Kemal, kontraktor proyek jalan di Bua-Rantepao pada tahun 2020, mengaku pernah dimintai uang oleh Edy Rahmat, kala itu menjabat Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat PUPR Sulsel.

“Saya pernah dimintai Rp200 juta oleh Edy Rahmat sekitar Januari atau Februari 2021. Tapi uang tidak cukup, saya baru kasi Rp 50 juta dan transfer ke rekening atas nama Mega, PNS di PUPR yang sering ditemani Pak Edy,” katanya.

Uang Kemal juga pernah mengalir ke Syamsul Bahri sebesar Rp 20 juta dan Rp 40 juta kepada Sari.

“Kalo Syamsul katanya untuk biaya pendidikannya. Itu saya kasi cash di rumahnya. Sedangkan Bu Sari hanya bilang untuk anak-anak. Mintanya Rp 50 juta, tapi saya hanya sanggupi Rp 40 juta saja. Permintaan itu setelah proyek saya selesai,” lontarnya kepada JPU KPK.

Saksi lainnya, John Theodore, juga kontraktor hanya mengaku mengenal NA untuk urusan penjualan marmer dan sewa alat berat bagi pembangunan masjid di Pucak Maros.

“Saya sempat tawarkan marmer dengan harga khusus kepada NA. Tapi Na tidak jadi beli. Kalau alat berat itu biaya sewanya Rp100 juta, tapi baru dibayar Rp50 juta,” terangnya.

Keterangan beberapa saksi turut memperkuat bahwa NA tidak terlibat. Fajar, Sri Ulandari, Henny Diah Taurustiani masing-masing mengaku tak pernah berinteraksi dengan NA.

Sebelumnya, kesaksian terpidana Agung Sucipto yang dijatuhi hukuman dua tahun mengungkapkan fakta tidak adanya keterlibatan NA terkait kasus OTT dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur.(*)

Berita Terkini