Opini Sawedi Muhammad

OPINI SAWEDI MUHAMMAD: Urgensi ‘Urban Resilience’ di Masa Pandemi

Editor: AS Kambie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dr Sawedi Muhammad, Sosiolog Universitas Hasanuddin (Unhas)

Urgensi ‘Urban Resilience’ di Masa Pandemi
Oleh Sawedi Muhammad
Sosiolog Universitas Hasanuddin


TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Konsep “urban resilience” (ketangguhan kota) telah lama digunakan dan diperdebatkan secara lintas disipliner, mulai dari kajian ekologi, sosiologi, psikologi dan perencanaan kota.

Resilience berasal dari bahasa Latin resilio, resilire atau reseller yang artinya bangkit kembali (bounce-back) atau melompat ke depan (bounce- forward), Manyena dkk, 2011.

Secara umum resilience dimaknai sebagai respon dari individu atau sistem ketika diperhadapkan pada gangguan tertentu secara tiba-tiba.

Dalam bidang ekologi, resilience menekankan kemampuan sebuah sistem bertransformasi secara fundamental menjadi sesuatu yang baru setelah mengalami disrupsi. 

Mengapa membincang ketangguhan kota? Apa urgensinya? Dan bagaimana mengukurnya?

Di samping sebagai etalase segala bentuk kemajuan, kota adalah urat nadi kehidupan yang terus-menerus berkembang menjadi pusat peradaban.

Kota adalah tempat dimana pendidikan, teknologi, komunikasi, transportasi, jasa, ekonomi dan perdagangan terus bertransformasi dalam menopang kesejahteraan dan kualitas hidup penghuninya.

Dengan berbagai capaian yang mencengangkan, kota juga memperlihatkan wajah yang tidak selalu ramah.

Di banyak kawasan, kota menjelma menjadi pusat kriminal, prostitusi, perdagangan narkoba dan konflik sosial.

Kota bahkan menjadi sumber kemacetan dan polusi udara, kantong pengangguran dan kemiskinan.

Kota pada umumnya menghadapi persoalan klasik yang sama; pemukiman kumuh, tata kelola sampah, air bersih, drainase dan dampak perubahan iklim. 

Di masa pandemi Covid-19, hampir seluruh kota besar dunia memperlihatkan kerentanan yang seragam; infrastruktur kesehatan kolaps, ekonomi limbung, sistem sosial keropos dan koordinasi kelembagaan yang sangat rapuh.

Akan tetapi dalam menangani Covid-19 pada level negara, rilis Bloomberg mengenai rangking ketahanan terhadap Covid-19 menarik untuk disimak.

Dari 53 negara yang disurvey, Indonesia menduduki peringkat terbawah dengan skor 40,2. Indonesia bahkan menurut beberapa media asing dianggap sebagai episentrum Covid dunia (CNBC, 19 Juli, 2021).

Turut memperburuk skor Indonesia adalah tingginya angka kematian yaitu 1.300 orang setiap hari, rendahnya vaksinasi yang baru sampai pada kisaran 7,2% dari populasi dan ketatnya tindakan penguncian (CNBC, 30 Juli, 2021).

Halaman
123

Berita Terkini