TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pengamat Hukum Pidana, Prof Marwan Mas menyayangkan keputusan Mejalis Hakim yang memvonis penjara seumur hidup kepada Dwi Putra Abadi, terdakwa pemilik narkoba 13,8 kg sabu-sabu dan 2.994 ekstasi.
Padahal Jakasa Penuntut Umum (JPU) Kejari Makassar telah menuntut hukuman mati kepada terdakwa.
Menurut Marwan, harusnya hakim memvonis sesuai tuntutan JPU.
Marwan Mas menjelaskan, ada 4 klasifikasi dalam kasus narkoba.
Yaitu pihak yang menguasai atau memiliki narkotika, lalu pemakai/pengguna, pengedar, dan terakhir produsen Narkoba.
"Pengedar ini ancaman pidananya lebih tinggi lagi dari pemakai, dan yang hanya menguasai, biasanya diancam hukuman pidana seumur hidup," ujar Prof Marwan saat dihubungi, Kamis (15/7/2021).
"Sedangkan yang paling tertinggi menurut UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, yaitu pemasok, atau produsen. Bagi produsen ini tuntutan pidananya adalah hukuman mati," lanjutnya.
Seharusnya, kata Marwan para produsen inilah yang kebanyakan dituntut hukuman mati di pengadilan.
"Produsen itu adalah dia yang memproduksi adanya narkotika, kemudian disetor kepada pengedar, pengedar dia jual ke pemakai/ pengguna, dan yang terakhir menguasai," terangnya.
Marwan menganggap, tuntutan JPU sudah tepat, sesuai dengan UU Nomor 35 Tahun 2009 yaitu hukuman mati.
"Ternyata hakim,hanya menjatuhkan hukuman seumur hidup, mestinya hakim mengikuti itu. Karena saya selalu samakan itu, ada tiga kasus kejahatan luar biasa (extraordinary crime), pertama korupsi, terorisme, ketiga adalah narkotika," jelasnya.
Sehingga didalam pemberantasannya, harus menggunakan upaya luar biasa, yaitu extrayudicial action.
"Makanya, tiga kejahatan ini, ancaman pidana maksimalnya adalah hukuman mati," terangnya.
Lanjut Marwan, seharusnya hakim berfikir, jika ini adalah kejahatan luar biasa. Jadi harus menjatuhkan hukuman maksimal
"Terutama ini produsennya. Jatuhi hukuman pidana mati, sebagaimana tuntutan jaksa," katanya.
Ia menganggap, keputusan hakim tersebut terbilang lemah, apalagi dalam perkara ini JPU telah menanggap terdakwa adalah produsen dan bukan pengedar.
"Mestinya hakim disini berprinsip seperti itu, karena Jaksa sendiri sudah menuntut maksimal, sesuai dengan Undang-undang, bahwa golongan pertama yaitu produsen, itu diancam hukuman maksimal hukuman mati," tutupnya.
Majelis Hakim memvonis penjara seumur hidup kepada Dwi Putra Abadi, terdakwa pemilik narkoba 13,8 kg sabu-sabu dan 2.994 ekstasi.
Vonis tersebut dibacakan dalam Sidang Putusan di Ruang Sidang Bagir Manan, Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Kamis (15/7/2031).
Ketua Majelis Hakim, Zulkifli mengatakan dari hasil pemeriksaan saksi dan alat bukti yang ditemukan, memutuskan terdakwa divonis penjara seumur hidup.
"Dengan ini menetapkan penjara seumur hidup kepada terdakwa, menurut pasal 114 ayat 2 KUHP," ujar Majelis Hakim.
Vonis tersebut tidak sesuai dengan tuntutan JPU Kejaksaan Makassar, yaitu berupa hukuman mati.
Sebagaimana dalam dakwaan Pertama dalam surat dakwaan Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) UU RI No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Namun saat wartawan menemui JPU Riyen Maulina usai persidangan, ia belum mau memberikan keterangan resminya.
Adapun barang bukti 1 (satu) buah tas ransel warna biru berisi 1 (satu) sachet plastik besar berisi shabu dengan berat 403,6754 gram, 30 sachet plastik klip berisi 2.994 butir tablet warna pink berbentuk logo Instagram Narkotika jenis ekstasi dengan berat 873,0504 gram.
Kemudian 3 unit timbangan elektrik warna hitam, hijau dan silver, serta 1 buah tas ransel warna hitam berisi 14 sachet plastik klip besar berisi kristal bening narkotika jenis shabu dengan berat 13.452,3945 gram dituntut JPU agar dirampas untuk dimusnahkan.
Sedangkan satu unit mobil dengan Nomor Plat kendaraan DD 1458 WZ dituntut agar dirampas untuk negara.(*)