Lois Owien

Sederet Pernyataan dr Lois: Mulai Soal Covid-19, Jokowi Takut dengan IDI, hingga IDI Kerasukan Setan

Editor: Sakinah Sudin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kolase: dr Lois Owien (Instagram @dr_lois7) dan Presidn Jokowi (Instagram @jokowi). Jejak digital dr Lois sebut Presiden Jokowi takut banget sama IDI.

Dia bahkan menyebut IDI kerasukan setan karena Presiden Jokowi melakukan semua yang dikatakan IDI.

"Presiden aja ya...
Takuttttttt banget sama IDI
Di suruh apa aja mau.

IDI suruh Vaksin
Presiden mau
IDI suruh buat aturan wajib Vaksin
Presiden mau
IDI suruh semua org harus Vaksin
Presiden juga mau

Padahal mereka itu cuma 1%
Tapi kelakuannya...kyk mereka aja yg punya Negara ini.

Dan lucunya lagi..
99% juga takuttttttt banget sama 1% ini hehehehehe..

Soalnya 1% ini lagi kerasukan setan. Ntah ilmu apa yg di pakai sampai semua nurut sama mereka.

Berarti setan yg merasuki IDI ini pangkatnya Jenderal bintang 7," tulis dr Lois, 18 Februari 2021, seperti dilansir Tribun-timur.com.

Capture postingan dr Lois 18 Februari 2021 tentang Presiden Jokowi (Instagram @dr_lois7) . (Capture Tribun Timur/ Sakinah Sudin)

Netizen langsung ramai berkomentar.

Berikut beberapa komentar netizen dirangkum Tribun-timur.com:

"saya yakin pak presiden tidak takut seperti yang dituduhkan bu dr.tapi pak presiden hanya mengikuti saran para ahli di bidangnya.klo bu dr merasa lebih ahli dari pada para ahli di org tersebut atau lebih baik dari pada ahli ahli yang ada di org tersebut sebaiknya dibuktikan secara ilmiah saja.sesimple itu sih dokter.," tulis pemilik akun @ditowirakrisna.

"Dulu kenapa masuk dokter yaa ?," tulis pemilik akun @fitrinurae_.

"Semoga bs bertatap muka berdiskusi sm presiden jokowi (emoji)," tulis pemilik akun @sarirubiana.

"Kayak nya dia sakit hati banget sama idi ya," tulis pemilik akun @iraadewa.

"Kalau sakit hati sama IDI jangan ngajak2 budok, itu bukan urusan saya!!!!," tulis pemilik akun @crowded_5g.

Lalu siapakah dr Lois Owien?

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menjawab hal tersebut.

IDI tegaskan dokter Lois Owien sudah tidak terdaftar dalam keanggotaan IDI.

Terkait hal ini, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memanggil dokter Lois.

Namun, dalam penelusuran awal, PB IDI menyatakan keanggotaan dokter Lois sudah lama kedaluwarsa di IDI.

"Keanggotaannya sudah lama kedaluwarsa," ujar Ketua Ikatan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng Faqih Daeng kepada Kompas.com, Minggu (11/7/2021), dilansir dari artikel Kompas.com dengan judul "IDI Panggil Dokter Lois yang Tak Percaya Covid-19 dan Sebut Pasien Meninggal Bukan karena Virus"

Selain itu, dikutip dari akun Instagram pribadi dr Tirta Mandira Hudhi menyebut bahwa dr Lois tidak terdaftar sebagai anggota IDI.

Di mana, seperti diketahui semua dokter di Indonesia harus tergabung dan terdaftar sebagai anggota IDI.

"Ya memang benar, ibu Lois ini telah mengontak saya. Dan memang menyebarkan info-info yang menurut saya tidak masuk akal.

Ibu Lois ini mengaku sebagai dokter. Setelah dikonfirmasi ke Ketua IDI Pusat dan Ketua MKEK. Beliau mengatakan bahwa dokter Lois tidak terdaftar di anggota IDI," ujar Tirta.

Tirta juga mengatakan bahwa surat tanda registrasi (STR) milik dr Lois sudah tidak aktif sejak 2017.

"Status dokternya dipertanyakan. STR beliau tidak aktif sejak 2017," ujar Tirta.

Seperti diketahui, surat tanda registrasi (STR) merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan.

Penjelasan ahli

Apakah benar interaksi obat, seperti disampaikan dr Lois, dapat menyebabkan kematian pada pasien Covid-19?

Hal ini dijelaskan oleh Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (11/7/2021).

Prof Zullies menjelaskan bahwa interaksi obat adalah adanya pengaruh suatu obat terhadap efek obat lain, ketika digunakan bersama-sama pada seorang pasien.

"Interaksi obat itu memang sangat mungkin dijumpai. Bahkan, orang dengan satu penyakit saja, rata-rata ada yang membutuhkan lebih dari satu macam obat," kata Prof Zullies.

Terkait pernyataan dr Lois yang menyebut interaksi obat menjadi penyebab kematian pasien Covid-19, Prof Zullies menekankan bahwa tidak semua interaksi obat itu berbahaya atau merugikan.

Karena sifat interaksi itu bisa bersifat sinergis atau antagonis, bisa meningkatkan, atau mengurangi efek obat lain.

"Interaksi obat juga ada yang menguntungkan, dan ada yang merugikan. Jadi tidak bisa digeneralisir, dan harus dikaji secara individual," ucap Prof Zullies.

Pada pasien dengan hipertensi, misalnya.

Meski merupakan satu jenis penyakit, namun terkadang membutuhkan lebih dari satu obat, apabila satu obat tidak dapat memberi efek kontrol pada penyakit tersebut. Seringkali penderita hipertensi menerima dua atau tiga jenis obat anti hipertensi.

"Artinya, ini ada interaksi obat yang terjadi, tetapi yang terjadi itu adalah interaksi obat yang menguntungkan. Tapi tentu, pilihan obat yang akan dikombinasikan juga ada dasarnya, paling tidak mekanismenya mungkin berbeda," papar Prof Zullies.

Kendati demikian, Prof Zullies mengatakan bahwa ketika tambahan obat yang diberikan semakin banyak, maka masing-masing akan memiliki risiko efek samping obat.

Sehingga, hal ini pun akan selalu menjadi pertimbangan dokter dalam meresepkan obat pada pasiennya. Artinya, bahwa dengan semakin banyak obat, maka akan semakin meningkat juga risiko efek sampingnya.

Kapan interaksi obat bisa merugikan?

Lebih lanjut, Prof Zullies mengatakan interaksi obat dapat merugikan apabila suatu obat menyebabkan obat lain tidak berefek saat digunakan bersama, atau memiliki efek samping yang sama.

Seperti obat hidroksiklorokuin yang sempat diajukan sebagai terapi pengobatan pasien Covid-19.

Efek samping obat ini dapat memengaruhi ritme jantung, jika digunakan dan dikombinasikan dengan obat yang juga sama-sama memiliki efek serupa, maka itu akan merugikan.

"Ada juga obat yang memberi interaksi dengan meningkatkan efek dari obat lain. Itu bagus, tetapi kalau peningkatan efeknya berlebihan, maka itu akan berbahaya," imbuh Prof Zullies.

Demikian juga obat untuk pasien Covid-19. Pada pasien Covid-19 dengan sakit ringan, biasanya akan diberikan obat antivirus, vitamin atau obat anti gejala.

"Akan tetapi, interaksi obat-obat ini bisa dihindari dengan mengatur cara penggunaan, misal diminum pagi dan sore, atau mengurangi dosis. Masing-masing interaksi obat itu ada mekanismenya sendiri-sendiri," jelas Prof Zullies. (WartaKotalive.comYaspen Martinus/ Tribun-timur.com/ Sakinah Sudin/ Kompas.com/ Djati Waluyo)

Berita Terkini