Alumni Unhas

Catatan dari Alumni: Unhas Butuh Pemimpin Baru

Editor: AS Kambie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mulawarman, Alumni FE Unhas

Catatan dari Alumni: Unhas Butuh Pemimpin Baru

Oleh Mulawarnan
Alumnus FE Unhas

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Januari 2021 lalu, Webometrics Ranking 2021, sebuah lembaga pemeringkat universitas terbaik di dunia, merilis 10 universitas terbaik global dan Indonesia.

Di Indonesia, universitas yang masuk dalam Webometrics Ranking 2021 adalah UGM, IPB, ITS, UI, Unair,  ITB, UBN, UNS, Undip, dan Unej.

Dari kesepuluh itu, hanya UGM yang masuk ke dalam daftar 1.000 universitas terbaik di dunia, yang berada di posisi ke-813, versi Webometrics Ranking 2021.

Selebihnya, kampus di Indonesia tidak masuk list kampus terbaik.

Pemeringkatan Webometrics Ranking 2021 itu berdasarkan pada empat indikator, yaitu representasi website universitas (presence) dengan bobot skor 5%, dampak performa website universitas, yang dicirikan pada banyaknya link eksternal yang terhubung ke domain web universitas (visibility) dengan skor 50%, banyaknya jumlah kutipan jurnal di atas 210 penulis teratas (transparancy/openness) skor 10%, serta banyaknya makalah atau karya ilmiah di antara 10% terbanyak dikutip dari 27 disiplin ilmu sepanjang tahun 2015-2019 (excellence or schollar) dengan skor 35%.

Adapun untuk wakil Indonesia, UGM yang masuk ke dalam jajaran kampus dunia, mendapatkan masing-masing posisi pada 4 indikator, yaitu presence ada di posisi 60, visibilty berada di posisi 578, aspek openness posisi 640, dan posisi excellence 1507.

Apa relevansi makna dari survei ini bagi pengembangan Unhas ke depan?

QuoVadis Unhas

Sejujurnya, Unhas tidak pernah masuk dalam list kampus terbaik.

Jangankan di level kampus global, di lingkup nasional saja, untuk daftar 5 kampus terbaik versi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti), pun kampus ini tidak masuk.

Yang teranyar, tahun 2020, Dikti menyebutkan Unhas harus puas berada di ranking ke-8 dari 10 kampus terbaik, dengan skor 3,06.

Posisi ini tidak banyak berubah sejak lima tahun terakhir ini, dengan penilaian terhadap 5 indikator utama, dosen (12%), kualitas dosen (18%), akreditas (30%), kualitas kegiatan mahasiswa (10%), dan kualitas kegiatan penelitian (30%).

Posisi ini secara jelas sudah seharusnya menjadi motivasi seluruh civitas akademika Unhas untuk terus menerus berbenah.

Tidak perlu berapologi juga dengan hal-hal yang tidak perlu: seperti mutu masukan (mahasiswa) hingga keterbatasan anggaran.

Sebaliknya, kemauan untuk terbuka melakukan evaluasi dan koreksi adalah sifat mulia dari seorang akademisi.

Saya masuk Unhas tahun 1982, pada Fakultas Ekonomi.

Saat itu Rektornya adalah Prof Ahmad Amiruddin.

Dua periode beliau menjabat.

Saya mengalami pergantian 4 kali pimpinan Universitas, dari Prof Ahmad Amiruddin, ke  Prof Hasan Walinono, sampai ke Prof Fachruddin, terakhir Prof Basri Hasanuddin.

Semua kepemimpinan di era ini, diakui banyak pihak bahwa universitas memiliki pencapaian yang luar biasa.

Pada masanya banyak pemikir terkenal di negeri yang besar ini lahir dari Unhas, sebut saja Prof Mattulada, Prof Zainal Abidin Farid, Prof A Muis, Prof Burhamzah, Sinansari Ecip,  Prof Halide, Prof Syukur Abdullah, Prof Kustiah Kristanti, Prof Latanro,  HD Mangemba, Prof Arifin Sallatang, Prof Akil, Prof Basri Hasanuddin, Prof Dr WIM Poli, Dr Marwah Daud Ibrahim, Prof Anwar Arifin, Prof Achmad Ali, Ishak Ngeljaratan, Taslim Arifin, SM Noor, A Madjid Sallatu, Alwy Rahman, dan Hamid Awaluddin.

Kontribusi dan peran para civitas akademika Unhas ini tercatat dan diakui dari daerah hingga ke tingkat nasional.

Di tingkat daerah, sudah tidak diragukan.

Para pemikir dan aktivis yang berasal dari Unhas turut menjadi penentu kebijakan.

Riset-riset yang dilahirkan Lembaga Penelitian Unhas (Lephas Unhas) betul-betul berdampak ke masyarakat.

Contoh riset ketahanan pangan bernama “Lappo Ase”, berarti menumpuk padi, berhasil diterapkan Gubernur Sulsel Andi Oddang.

Melalui adopsi Lephas itu, Sulsel menjadi lumbung pangan nasional di pertengahan tahun 80-an.

Berkat kontribusi Unhas itu pula, Soeharto mengganjar dengan menyediakan satu fasilitas riset di bidang pertanian, yaitu Balitbang Pangan Maros, suatu lembaga atau fasilitas riset Unhas.

Dari Balitbang inilah, lahir ribuan sarjana pertanian Unhas dan puluhan doktor pertanian Unhas, IPB dan Universitas yang ada di wiilayah Indonesia Timur yang punya fakultas pertanian..

Tidak hanya itu, Soeharto juga mempercayakan Prof Muin Pabinru yang sebelumnya menjadi Kepala Lephas Unhas dalam riset Lappo Ase itu, menjadi Dirjen Ketahanan Pangan di Kementan.

Jadilah konsep Lappo Ase yang merupakan hasil riset Unhas diadopsi Soeharto untuk mengembangkan pangan di semua daerah, hingga ahirnya Indonesia berhasil mencapai swasembada pangan.

Selain Lappo Ase, pastinya publik ingat konsep Tri Konsepsi pembangunan, yang dikembangkan Rektor Prof Amiruddin. Yaitu dimulai dengan perubahan pola pikir (modenisasi kultur), pengwilayahan komoditas, dan petik-tangkap jual.

Konsep ini selanjutnya diimplementasi sebagai visi ekonomi pembangunan Sulsel hingga membuat provinsi ini sebagai lumbung pangan nasional dan sentra pertumbuhan ekonomi di kawasan timur Indonesia.

Tingginya apresiasi negara tersebut, terjadi karena memang kultur akademisi di Unhas berjalan baik.

Pendidikan, riset, dan pengabdian berperan efektif. 

Namun, setelah dua dasawarsa terakhir ini, tri darma PT Unhas itu banyak dipertanyakan. Kemana Unhas?

Otokritik Kampus

Mutu perguruan tinggi ditunjang 5 hal yaitu: mahasiswa, dosen, guru besar, hasil riset, dan alumni.

Kelimanya, Unhas mengalami tantangan jebakan rutinitas. Yaitu dosen yang hanya sibuk mengajar dan kalaupun mengisi jurnal hanya untuk akreditasi dan keperluan kepangkatan.

Buktinya, tidak ada hasil riset baru yang dipublikasi bahkan bersifat aplikatif.

Lebih prihatin lagi, jurnal ilmiah yang seharusnya menjadi sarana pertukaran wacana akademisi, setelah jurnal Lontara mati, tidak ada yang terbit lagi.

Unhas punya 1.030 Orang Dosen Bergelar Doktor, dan 293 diantaranya Guru besar, terpaut satu angka jumlah banyaknya dengan UI (294 orang).

Sudahkah sejalan banyak jumlah Gubes Unhas dengan kualitas tinggi kontribusinya kepada bangsa-negara?

Berapa banyak riset dan konstribusi guru besar Unhas dalam melahirkan ilmu?

Apa saja inovasinya?

Berapa banyak dosen/gubes yang pemikirannya tercatat di media nasional?

Berapa banyak buku karya dosen Unhas yang dipublish di toko buku?

Pada masanya Unhas pernah unggul dengan Ilmu Kedokterannya.

Namun kemudian pada tahun 1975, menetapkan Kelautan sebagai Pola Ilmiah Pokok (PIP)nya.

Pilihan ini sangat strategis untuk masa depan bangsa.

Terbukti visi Presiden Jokowi saat ini salah satunya adalah mengembangkan dunia Maritim.
Adakah Unhas di dalamnya?

Coba saja visi itu dikembangkan dengan benar, pastinya Unhas menjadi lokomotif pengembangan peradaban bangsa ke depan.

Munculnya gagasan menjadikan Unhas belakangan ini sebagai humaniversity dipastikan membuat PIP akan semakin tidak jelas.

Visi kampus yang jelas didukung oleh leadership yang kuat.

Unhas harus menghindari politisasi kampus yang norak dan cenderung tidak etis.

Kontribusi akademis, jenjang profesionalisme, hingga pengalaman manajerial mutlak jadi ukuran.

Jangan hanya karena faktor ‘kedekatan’ dengan tokoh tertentu, seorang dengan mudahnya jadi pimpinan universitas. 

Terakhir, kedudukan jaringan alumni penting.

Dalam 30 tahun, IKA Unhas tak lebih dari kelompok arisan.

Aktivitasnya hanya kongkow-kongkow, reuni, dan halalbihalal.

Sangat sulit mencari pejabat yang alumni Unhas di seluruh kementerian dan lembaga di pusat atau di Jakarta.

Apalagi menjadikan satu kementerian menjadi rumah bersama alumni Unhas, seperti Kagama UGM menjadikan Kemendagri sebagai rumah kedua mereka setelah UGM.

Begitu juga dengan UI, ITB dan IPB menjadikan Kementan sebagai rumah mereka selanjutnya.

Tidak ada komitmen menjadikan para alumni atau IKA Unhas sebagai mitra membangun kemajuan, baik bagi Unhas sendiri maupun bagi bangsa negara.

Meski masih lama, momentum pemilihan Rektor Unhas ke depan harus jadi refleksi.

Yaitu Unhas wajib dipimpin oleh orang yang paham dan komit menjalankan tiga darma PT dengan sungguh-sungguh.

Saat ini, ada 11 Gubes yang disebut-sebut layak memimpin, antara lain: Prof Abdul Kadir Fakultas Kedokteran, Prof Farida Dekan Fakultas Hukum, Prof Rahman Kadir, dan Prof Indriat Sudirman dari Fakultas Ekonomi, Dr Aminuddin Syam dari FKM, Prof Armoin dari Fisipol, Prof Jamaluddin Jompa dari Kelautan, WR1 Unhas Prof Restu dari Kehutanan, WR3 Unhas Prof Arsunan Arsin dari Kedok Gigi,  Prof Budu, dan Prof Syafri Direktur RS Unhas dari Kedok Umum Unhas.(*)

Berita Terkini