"Iya kontraktor, saya kenal setelah pak Nurdin jadi gubernur. Mereka datang ke kantor gubernur, disitulah saya diperkenalkan," ujarnya.
Bahkan kata Syamsul, ketiga kontraktor tersebut pernah menyerahkan uang kepada NA.
"Pak Robert pernah menghadap ke NA di rujab (rumah jabatan). Lalu setelah Pak Robert pergi, saya lalu diperintahkan oleh Pak Gub untuk menemui Robert di parkiran Rujab," jelasnya
Setelah itu, Syamsul mengatakan jika Robert memberikan sejumlah uang di dalam kardus untuk diserahkan ke Nurdin Abdullah.
"Jadi beliau menyampaikan ke saya ada titipan. Perkiraan saya uang, di tempatkan di kardus," ungkapnya.
Setelah itu, Syamsul membawa uang tersebut ke kamar tidak NA di Rujab, sesuai yang diperintahkan.
"Kalau Haeruddin sendiri, saya tidak ingat pasti, tapi pertemuannta sekitar Januari-Februari di Rujab," katanya.
Setelah pertemuan itu, keesokan harinya Syamsul diperintahkan oleh NA untuk menemui Haeruddin di Jl Pettarani.
"Saya temui di rumahnya (Haeruddin), di (Jalan) Pettarani keesokan harinya. Setelah itu ia mengatakan ada titipan, dan saya bawa ke Rujab, dan saya simpan di ruang kerjanya," katanya
Ia menjelaskan, jika kemungkinan uang yang diberikan sekitar Rp1 miliar.
"Saya tidak tahu persis isinya, tapi saya perkirakan 1 miliar, karena besar kardusnya hampir sama," jelasnya.
Haeruddin adalah kontraktor berpengaruh dari Cabbenge Soppeng.
Diketahui, ada 5 saksi yang diperiksa, yaitu Plt Gubernur Sulsel Sudirman Sulaiman, Kepala Dinas PUTR Pemprov Sulsel Rudy Djamaluddin sekaligus selaku mantan Pj Walikota Makassar,
Sementara tiga saksi lainnya yaitu, Syamsul Bahri selaku mantan ajudan NA, Salman Natsir selaku mantan ajudan NA, dan Eddy Jaya Putra selaku mantan Kabid Bina Marga PUTR Pemprov Sulsel.
Mengingat kembali, berikut tulisan lengkap Akbar Faizal tentang jejaring korupsi di Sulsel dan Nurdin Abdullah: