Syamsuddin Radjab

Syamsuddin Radjab Tegaskan Bencana Lahirkan Koruptor Baru Dalam Konferensi Internasional HAM

Editor: Muh Hasim Arfah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dr Syamsuddin Radjab adalah salah satu dosen Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin, Kota Makassar.

TRIBUN-TIMUR.COM- Mantan Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Dr Syamsuddin Radjab SH MH menjadi pembicara International Conference on Human Rights (ICHR), 12-13 April 2021 di Makassar.

ICHR yang diselenggarakan Departemen Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar ini.

Ollenk, demikian panggilan karibnya membahas tajuk ” The Reality of Protecting and Enforcing Human Rights in The World and in Indonesia During The Covid-19 Period”.

Pembicara lainnya, hadir pula sebelumnya Prof Nadirsyah Hosen dari Monash University, Dr Meghan Campbell dari Universitas Birmingham, Inggris serta Ketua Komnas HAM, Dr Taufan Damanik.

Baca juga: Syamsuddin Radjab: Generasi Milenial Aset Masa Depan Partai Politik

Baca juga: BERAKHIR Besok! Ini Syarat & Cara Daftar SPAN PTKIN UIN Alauddin Makassar 2021, Kuotanya 1.031

Baca juga: Dosen dan Staf UIN Alauddin Makassar Divaksin Covid-19

Syamsuddin Radjab menguraikan secara panjang lebar dan gamblang tentang dampak pandemi bencana non alam ini.

Selain memporaporandakan ekonomi nasional dan menyebabkan jutaan pekerja di PHK, pandemi Covid-19 ini juga dimanfaatkan segelintir orang untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya.

Lihat saja misalnya tentang kebijakan yang diambil pemerintah seperti bantuan sosial (Bansos) yang dikorupsi mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara, politisi dan pengusaha.

”Di Indonesia hampir semua bencana yang terjadi selalu melahirkan koruptor baru dan dijalankan oleh pejabat negara bekerja sama dengan politisi dan pengusaha,” ujar Syamsuddin.

Menurut Syamsuddin, mereka harus dihukum berat, seperti hukuman mati atau seumur hidup sesuai Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana.

Indonesia merupakan negara tertular dengan virus Covid-19 dan juga memiliki tingkat kematian tertinggi.

Ditingkat dunia, kata Syamsuddin, hal itu tidak termasuk dalam 10 negara yang terkena dampak sebagaimana dikutip Syamsuddin dari Data WHO yang disajikan dalam presentasinya.

Namun, hal itu melahirkan efek samping lain yang berdampak pada pemenuhan hak atas pelayanan kesehatan dan ekonomi (termasuk untuk hidup layak) karena korupsi besar-besaran dari anggaran kesehatan yang seharusnya dinikmati oleh rakyat.

”Korupsi oleh Menteri Sosial dan pejabat lainnya serta politisi telah menjadi preseden buruk dalam penanganan penyakit wabah di Indonesia,” katanya.

Syamsuddin juga mengkritik kebijakan pemerintah yang menerapkan payung hukum Covid-19, seperti UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Menurutnya, UU 24/2007, Pasal 75 dan Pasal 79, tidak mengatur masalah pidana infeksi wabah penyakit.

Halaman
12

Berita Terkini