Bandara Kertajati

Pengamat Anggap Bandara Kertajati 'Proyek Politik' Aher Ditolak Ignatius Jonan, Disetujui Budi Karya

Editor: Muh Hasim Arfah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, mantan menteri perhubungan Ignatius Jonan dan menteri perhubungan Budi Karya Sumadi era Presiden Joko Widodo

TRIBUN-TIMUR.COM- Bandara Kertajati Majalengka Jawa Barat terus sepi penumpang sejak diresmikan pada 2018.

Maskapai terakhir yang bertahan beroperasi di Bandara Kertajati, adalah Citilink.

Tak ingin bandara yang disebut terbesar kedua di Indonesia itu sia-sia, Presiden Jokowi memutuskan Bandara Kertajati jadi bengkel pesawat.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyatakan, Bandara Kertajati adalah contoh infrastruktur yang dibangun dengan unsur politis yang lebih kental dibanding unsur studi kelayakannya.

Baca juga: Bandara Kertajati: Tragedi Penggusuran Warga Desa Sukamulya, Ditinggal Maskapai Jadi Bengkel Pesawat

Baca juga: Sudah Habiskan Rp 2,6 T Kini Jadi Bengkel Pesawat, Jusuf Kalla Pernah Kritik Bandara Kertajati

Saat Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan atau Aher mengatakan ingin membangun Bandara Kertajati di tahun 2011, Agus sudah mengungkapkan ketidaksetujuannya.

"Waktu itu saya diundang makan di rumahnya (Aher). Saya bilang Kertajati jauh dari mana-mana, nggak cocok dijadikan bandara. Jarak Bandung-Kertajati sekitar 100 kilometer atau kurang lebih 2 jam perjalanan, ya mending mereka ke Cengkareng (Bandara Soetta)," kata Agus kepada Kompas.TV, Selasa (30/03/2021).

Agus bercerita, saat itu Pemprov Jabar sudah kewalahan membangun Kertajati yang butuh dana lebih dari Rp 2 triliun, akhirnya pemerintah pusat pun membantu.

Pembangunan Bandara Kertajati juga sempat ditolak oleh Menteri Perhubungan saat itu, Ignasius Jonan.

Kemudian pembangunannya saat Budi Karya Sumadi menjadi Menteri Perhubungan.

Kini, pemerintah ingin menjadikan Bandara Kertajati sebagai Maintenance, Repair, Overhaul (MRO) atau bengkel pesawat.

Dengan tetap melayani penumpang, kargo, dan jamaah umrah serta haji. Namun menurut Agus, semua rencana itu tidak ada yang berprospek bagus.

"Buat MRO harus ada lisence pabrikan, memangnya bikin pabrik bajaj. Lalu yang kedua, siapa yang mau modalin jadi MRO? Jadi pabrik (kue) klepon saja mahal saat ini. Lalu pesawat mana yang mau ke MRO di Kertajati? Boeing, Airbus, dan lain-lain pasti menolak secara ekonomis," ujar Agus.

Jika menjadi bandara untuk keberangkatan haji dan umrah, belum ada fasilitas pendukung di Kertajati.

Seperti asrama haji dan hotel.

Kawasan sekitar Bandara Kertajati juga sulit berkembang, karena banyak tanah yang belum dibebaskan sehingga investor enggan datang. Mereka lebih memilih Jawa Tengah yang sudah siap dan punya standar upah lebih murah.

Halaman
12

Berita Terkini