TRIBUN-TIMUR.COM - Sudah dan akan terima lagi suap miliaran, Nurdin Abdullah: Sama sekali tidak tahu, demi Allah.
Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah atau NA ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
Dia tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa serta pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel tahun anggaran 2020-2021.
Namun, mantan Bupati Bantaeng sekaligus penerima penghargaan Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA) pada tahun 2017 itu membantah menerima suap dan gratifikasi.
Nurdin Abdullah menjadi tersangka bersama Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Provinsi Sulsel, Edy Rahmat alias ER dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto alias AS.
"Ternyata Edy itu melakukan transaksi tanpa sepengetahuan saya. Sama sekali tidak tahu, demi Allah, demi Allah," ucap Nurdin di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Ahad atau Minggu (28/2/2021), dikutip dari Antara.
Kendati demikian, Nurdin Abdullah mengaku akan tetap menjalani proses hukum tersebut dengan ikhlas.
Nurdin Abdullah sekaligus meminta maaf kepada masyarakat Sulsel.
"Saya ikhlas menjalani proses hukum karena memang kemarin itu tidak tahu apa-apa kita, saya mohon maaf," ujarnya.
Ketiganya ditetapkan menjadi tersangka sebagai tindak lanjut dari operasi tangkap tangan ( OTT ) yang dilakukan KPK pada Jumat (26/2/2021) malam hingga Sabtu (27/2/2021) di Sulsel.
Nurdin Abdullah serta Edy Rahmat menjadi tersangka penerima suap, sementara Agung Sucipto berstatus tersangka pemberi suap.
Agung Sucipto diduga memberikan uang sebesar Rp 2 miliar kepada Nurdin Abdullah melalui Edy Rahmat pada Jumat malam.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, KPK menahan ketiganya di rumah tahanan yang berbeda-beda.
Suap beberapa proyek
Nurdin Abdullah diduga menerima uang sejumlah Rp 5,4 miliar dari beberapa kontraktor proyek di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulsel.
Pertama, dari Direktur PT Agung Perdana Bulukumbam Agung Sucipto terkait proyek infrastruktur di Sulsel tahun 2021.
Salah satu proyek yang dikerjakan Agung Sucipto di tahun 2021 adalah Wisata Bira.
"AS selanjutnya pada tanggal 26 Februari 2021 diduga menyerahkan uang sebesar Rp 2 Miliar kepada NA melalui saudara ER," ungkap Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers daring, Ahad atau Minggu dini hari.
Kemudian, menurut Firli Bahuri, Nurdin Abdullah juga diduga menerima uang dari kontraktor lain sebesar Rp 200 juta pada akhir tahun 2020.
Firli Bahuri mengungkapkan, Nurdin Abdullah selanjutnya diduga menerima uang pada Februari 2021 dari kontraktor lainnya.
"Pertengahan Februari 2021, NA melalui SB ( Samsul Bahri, ajudan Nurdin Abdullah ) menerima uang Rp 1 miliar. Selanjutnya, pada awal Februari 2021, NA melalui SB menerima uang Rp 2,2 miliar," ujarnya.
Ada tawar-menawar fee proyek
KPK mengungkap adanya tawar-menawar fee antara Agung Sucipto dengan Edy Rahmat.
Menurut KPK, tawar-menawar tersebut terjadi ketika keduanya berkomunikasi untuk memastikan agar Agung Sucipto mendapatkan kembali proyek yang diinginkan tahun 2021.
"Dalam beberapa komunikasi tersebut, diduga ada tawar menawar fee untuk penentuan masing-masing dari nilai proyek yang nantinya akan kerjakan oleh AS," kata Firli Bahuri mengungkapkan.
Kemudian, pada awal Februari 2021, ketika sedang berada di Bulukumba, Nurdin Abdullah bertemu dengan Edy Rahmat serta Agung Sucipto.
Nurdin Abdullah lalu menyampaikan kepada Edy Rahmat bahwa kelanjutan proyek Wisata Bira akan kembali dikerjakan oleh Agung Sucipto.
"Kemudian NA memberikan persetujuan dan memerintahkan ER untuk segera mempercepat pembuatan dokumen Detail Engineering Design yang akan dilelang pada APBD TA 2022," tuturnya.
Berlanjut ke akhir Februari 2021, Edy Rahmat menyampaikan kepada Nurdin Abdullah bahwa fee proyek yang dikerjakan Agung Sucipto di Bulukumba sudah diberikan kepada pihak lain.
"Saat itu NA mengatakan yang penting operasional kegiatan NA tetap bisa dibantu oleh AS," ujar Firli.
Selanjutnya, Agung menyerahkan uang sebesar Rp 2 miliar kepada Nurdin melalui Edy Rahmat pada Jumat (26/2/2021).
Pada hari yang sama, KPK melakukan operasi tangkap tangan ( OTT ) di Sulsel.
KPK mengamankan enam orang di tiga lokasi berbeda, di antaranya Agung Sucipto, Edy Rahmat, dan Nurdin Abdullah.
Pada OTT tersebut, KPK juga menyita uang Rp 2 miliar dalam koper dari rumah dinas Edy Rahmat.
Setelah diperiksa, KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa serta pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel tahun anggaran 2020-2021, yakni Nurdin Abdullah, Edy Rahmat, dan Agung Sucipto.
Nurdin Abdullah serta Edy Rahmat menjadi tersangka penerima suap, sementara Agung Sucipto berstatus tersangka pemberi suap.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, KPK menahan ketiganya di rutan yang berbeda-beda.(*)