Butiran tersebut dapat terhirup orang lain dan masuk ke dalam paru-paru.
Kuman akan bersarang di sana dan kemudian juga dapat menyebar melalui kelenjar bening dan darah.
Penyebaran melalui darah memungkinkan terjadinya tuberkulosis di luar paru, seperti peritonitis tuberkulosa (radang selaput usus karena tuberkulosis).
Gejala umum peritonitis ini hampir sama pada penyakit tuberkulosa di paru, yaitu demam, nafsu makan berkurang, dan berat badan turun.
Selain itu, juga akan terdapat gejala khusus yang berkaitan dengan gangguan fungsi usus, seperti nyeri perut, ada benjolan di perut, hingga gangguan buang air besar.
Pada keadaan akut, dapat terjadi peritonitis tuberkulosa yang disangka appendicitis (radang usus buntu).
Pada operasi akan didapati usus buntu, tapi terdapat bercak putih pada selaput dinding perut yang menyerupai keju.
Diagnosis peritonitis tuberkulosa lebih sulit daripada tuberkulosis paru.
Di samping pemeriksaan klinis, diperlukan juga pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan ultrasonografi, CT Scan abdomen, bahkan mungkin pemeriksaan laparoskopi.
Oleh karena itu, memang biasanya diagnosis lebih lambat.
Terapi peritonitis tuberkulosa pada prinsipnya sama dengan tuberkulosis paru.
Pada umumnya, seseorang yang mengalami peritonitis tuberkulosa, setelah kuman tuberkulosa di udara terhirup masuk ke paru, kemudian kuman tersebut akan menyebar ke luar paru.
Ada beberapa faktor yang memudahkan penularan kuman tuberculosis, yaitu lingkungan udara yang pengap, adanya sumber penularan berupa penderita tuberkulosis paru yang tidak diobati atau diobati namun tidak tuntas, dan orang sekitar yang kekebalan tubuhnya rendah (kurang gizi).
(GridHot)