TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Penolakan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja di berbagai daerah masih terus berlangsung. Salah satunya di Kota Makassar.
Ratusan massa aksi yang tergabung dalam Lembaga Kemahasiswaan (LK) se-Universitas Negeri Makassar (UNM) gelar aksi penolakan Omnibus Law di depan Kantor DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo, Kota Makassar, Selasa (13/10/2020) siang.
Unjuk rasa diwarnai dengan aksi bakar ban bekas di ruas jalan. Mereka silih berganti berorasi menyampaikan tuntutannya.
Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNM, M Aqsha BS mengatakan tuntutan yang mereka yakni masih tentang penolakan Omnibus Law.
"Isu turunanya teman-teman mendesak agar aparat kepolisian tidak melakukan tindakan represif," kata Aqsa.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa LK UNM kembali akan menggelar aksi jika tuntutan tidak dipenuhi.
Berikut Pernyataan Sikap BEM UNM terkait penolakan Omnibus Law:
Pemerintah menampakkan watak anti rakyatnya dengan disahkannya Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja melalui rapat paripurna pada tanggal 05 Oktober 2020. Disahkannya RUU Cipta Kerja pada rapat paripurna bukti nyata penghianatan pemerintah dan parlemen terhadap rakyat.
Berbulan-bulan lamanya rakyat menyampaikan aspirasi politik dengan sikap menolak keras pembahasan dan pengesahan peraturan kontroversial tersebut, namun para kacung pemodal yang menguasai kekuasaan politik di Lembaga Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif tidak sedikitpun memperlihatkan etika baiknya dalam merespon tuntutan rakyat, malah pemerintah memilih berkepala menunduk pada kepentingan investor, korporasi, KADIN, APINDO, Bank Dunia IMF dan WTO.
Undang-Undang Cipta Kerja dibuat dalam rangka mendorong ekspansi perekonomian utamanya melalui peningkatan investasi dengan deregulasi prosedur investasi, sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perizinan, termasuk meningkatkan kemudahan melakukan bisnis di Indonesia.
Dengan cakupan pengaturan yang demikian, Undang-Undang Cipta kerja ini kemudian berpotensi memberikan dampak buruk terhadap perempuan, buruh, mahasiswa, petani, nelayan, dan masyarakat miskin perkotaan dan pedesaan, maupun masyarakat secara keseluruhan.
Misalnya saja penghapusan kewajiban izin lingkungan tentunya akan berdampak pada penghancuran lingkungan hidup. Ditambah dengan pembatasan akses masyarakat di dalam proses pemberian izin, atau persetujuan proyek juga semakin meminggirkan hak masyarakat dalam mempertahankan lingkungan dan kehidupan mereka.
Wacana Omnibus Law cipta kerja akan membuka lapangan pekerjaan selaus - luasnya bagi rakyat, itu merupakan kebohongan cukup luar biasa dari pemerintah, sebab inti dari omnibus law itu sendiri hanya untuk menarik investasi selfeksibel mungkin. Dengan demikian kita bisa melihat siapa yang memiliki kepentingan dibalik hadirnya Omnibus Law tersebut.
Jika Omnibus Law disahkan maka jelas akan memberikan implikasi sangat buruk bagi kehidupan kaum buruh, tani, mahasiswa, nelayan, perempuan, dan seluruh rakyat Indonesia. Sebab sedari awal kita sampaikan bahwa omnibus law mempunyai hubungan kuat dengan kepentingan korporasi. Bahkan proses legalisasi Undang-Undang Cipta Kerja sesungguhnya sangat tidak demokratis.
Dampak di Sektor Perburuhan: pertama menghilangkan pesangon, kedua penggunaan outsuorsing di semua pekerjaan. Ketiga hilangnya jaminan sosial bagi pekerja. Keempat sanksi pidana bagi pengusaha dihilangkan Kelima pengguna status kontrak tidak terbatas Keenam PHK di permudah Ketujuh kemudahan bagi Tenaga Kerja Asing (TKA), untuk Buruh perempuan: pertama Hilangnya Hak cuti haid dan hak cuti melahirkan kedua buruh perempuan akan semakin mengalami diskriminasi hak dan perempuan semakin rentan mengalami kekerasan seksual ditempat kerja.