Resesi Ekonomi Indonesia

Sri Mulyani Prediksi RI Segera Resesi Dalam Waktu Dekat, Apa yang Bakal Terjadi?

Editor: Hasrul
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menkeu RI Sri Mulyani dan proyeksi Resesi ekonomi Indonesia
TRIBUN-TIMUR.COM

Kata kunci: apa itu resesi, dampak resesi, efek resesi, efek resesi

Apa Itu Resesi Ekonomi? Menko Jokowi Mahfud MD Sebut Indonesia 99,9% Resesi Bulan September 2020

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2020.

Bendahara Negara itu mengatakan, pada kuartal III, perekonomian Indonesia akan mengalami kontraksi hingga minus 2,9 persen.

Menurut dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III akan berada di kisaran minus 2,9 persen hingga minus 1,1 persen.

Angka tersebut lebih dalam jika dibandingkan dengan proyeksi awalnya yakni sebesar minus 2,1 persen hingga 0 persen.

Adapun keseluruhan, pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun akan berada di kisaran minus 1,7 persen hingga minus 0,6 persen. Sebelumnya, proyeksi Sri Mulyani berada di kisiaran minus 1,1 persen hingga positif 0,2 persen.

"Kementerian Keuangan merevisi forecast untuk September, sebelumnya untuk tahun ini minus 1,1 persen hingga positif 0,2 persen. Forecast terbaru September untuk 2020 di minus 1,7 persen hingga minus 0,6 persen," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa secara virtual, Selasa (22/9/2020).

Dengan revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi yang cenderung negatif di akhir tahun, Sri Mulyani mengatakan pada kuartal III dan IV maka pertumbuhan ekonomi juga bakal negatif.

Sebelumnya, Sri Mulyani selalu optimistis pada kuartal IV perekonomian masih bisa tumbuh positif. Meski, pemerintah masih mengupayakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV mendatang bisa mendekati 0.

"Ini artinya negatif teritori kemungkinan akan terjadi pada kuartal III dan juga masih akan berlangsung kuartal IV, yang kita upayakan untuk bisa dekati 0 atau positif," kata dia.

Sri Mulyani pun merinci berdasarkan komponen pendorong pertumbuhan ekonomi, untuk konsumsi rumah tangga diperkirakan masih akan negatif di kuartal III yaitu minus 3,0 persen hingga minus 1,5 persen. Sebelumnya di kuartal II, konsumsi juga minus 5,6 persen.

Hanya komponen konsumsi pemerintah yang diperkirakan masih positif 9,8 persen hingga 17 persen di kuartal III. Sebelumnya di kuartal II, konsumsi pemerintah minus 6,9 persen.

Investasi diperkirakan minus 8,5 persen hingga minus 6,6 persen di kuartal III. Begitu juga dengan ekspor yang diperkirakan minus 13,9 persen hingga minus 8,7 persen. Impor juga diperkirakan minus 26,8 persen hingga minus 16 persen.

Mahfud MD Juga Sudah Prediksi Resesi Ekonomi Indonesia

Apa dampak resesi bagi warga Negara Indonesia?

Pandemi wabah virus Covid-19 berdampak luas di sejumlah negara. Bahkan hampir semua negara melaporkan penurunan ekonomi akibat virus yang bermula menyebar di Kota Wuhan, Hubei, China itu.

Sejumlah negara melaporkan terjadinya resesi ekonomi. Mulai dari Korea Selatan, Jerman, Singapura, Perancis, Italia, hingga Amerika Serikat.

Indikator resesi bisa dilihat dari penurunan pada Produk Domestik Bruto (PDB), merosotnya pendapatan riil, jumlah lapangan kerja, penjualan ritel, dan terpuruknya industri manufaktur.

Menteri Koordinator Politik , Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut, saat ini Indonesia berada di ambang resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Pernyataan ini Mahfud sampaikan saat membuka rakor pencegahan dan pengendalian Covid-19 bersama sejumlah pejabat negara dan para kepala daerah di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Kamis (27/8/2020).

"Obyektif saja dan tidak bisa disembunyikan, kita ini sedang di ambang resesi," kata Mahfud melalui keterangan tertulis.

"Kalau secara logika ilmu dan kecenderungan metodologis yang ada, bulan September atau sesudah bulan September atau awal Oktober akhir, kita itu akan memasuki apa yang dimaksud resesi ekonomi, tidak bisa terhindarkan," kata dia.

Meski demikian, Mahfud meminta supaya masyarakat tak terlalu paranoid dengan resesi. R

esesi merupakan istilah teknis dari satu situasi.

Menurut Mahfud, resesi tidak sama dengan krisis.

Resesi adalah suatu keadaan yang menunjukkan suatu negara secara berturut-turut dalam dua kuartal, pertumbuhan ekonominya minus atau di bawah 1 atau di bawah 0.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 5,32 persen pada kuartal II tahun 2020.

Namun demikian, kata Mahfud, secara metodologis dan perhitungan lembaga-lembaga dunia serta ilmuwan atau ahli ekonomi dalam negeri, kuartal depan pertumbuhan ekonomi Tanah Air diperkirakan antara minus setengah sampai minus satu setengah.

"Pada kuartal depan akan minus antara minus setengah sampai satu setengah. Artinya pertumbuhannya itu mungkin tidak lebih dari nol, misalnya tidak sampai 0,1 misalnya, itu perhitungan logisnya," ujar Mahfud.

Ia pun berharap, pertumbuhan di bawah nol sampai dua kali, Tuhan masih memberikan jalan kepada Bangsa Indonesia keluar dari resesi.

Oleh karena itu, masa pandemi, ada 2 arah pemerintah dalam kehidupan bernegara.

Pertama, dalam kebijakan yang berfokus pada penanggulangan Covid-19.

Kedua, pemulihan secara pelan-pelan kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat dengan seluruh aspek kehidupan baik itu ekonomi, politik, agama atau sosial.

Dalam kondisi seperti sekarang, kata Mahfud, pemerintah harus mengutamakan 5 program utama.

Pertama, Indonesia aman dari Covid-19. Kedua, Indonesia sehat.

Pelayanan kesehatan harus berbasis gotong royong yang dipandu oleh pemerintah dengan program-program yang didukung oleh Undang-undang Nomor 2 tahun 2020 tentang penanganan corona.

Ketiga, Indonesia berdaya. Artinya ada peningkatan daya beli rakyat dan peningkatan ekonomi rakyat.

Keempat, Indonesia tumbuh, yakni melalui program peningkatan penerimaan negara.

Terakhir, Indonesia bekerja, salah satunya melalui program percepatan penyerapan tenaga kerja.

"Maka arah kebijakan tentang 5 situasi yang akan dipilih ini tadi, itulah yang kemudian dituangkan didalam kebijakan dalam PC (penanganan Covid-19) dan PEN (pemulihan ekonomi nasional) tadi," kata Mahfud.

Apa Makna Resesi Ekonomi ?

Melansir Forbes, (15/7/2020), resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.

Selama resesi, ekonomi berjuang, orang kehilangan pekerjaan, perusahaan membuat lebih sedikit penjualan dan output ekonomi negara secara keseluruhan menurun.

Para ahli menyatakan resesi terjadi ketika ekonomi suatu negara mengalami:

produk domestik bruto negatif (PDB) negatif
meningkatnya tingkat pengangguran
penurunan penjualan ritel
ukuran pendapatan
manufaktur yang berkontraksi untuk periode waktu yang panjang
Resesi dianggap sebagai bagian tak terhindarkan dari siklus bisnis yang terjadi dalam perekonomian suatu negara.

Resesi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, berikut di antaranya:

1. Guncangan ekonomi yang tiba-tiba

Guncangan ekonomi adalah masalah serius yang datang tiba-tiba terkait keuangan.

Contohnya pada 1970-an ketika OPEC memutus pasokan minyak tanpa peringatan.

Wabah coronavirus juga mematikan ekonomi di seluruh dunia.

2. Utang yang berlebihan

Ketika individu atau bisnis berutang terlalu banyak, biaya untuk melunasi utang dapat meningkat ke titik di mana mereka tidak dapat membayar tagihan mereka.

3. Gelembung aset

Ketika keputusan investasi didorong oleh emosi, hasil ekonomi yang buruk akan mengikuti.

Investor menjadi terlalu optimisTIS selama ekonomi kuat.

Kondisi ini disebut juga "kegembiraan irasional".

Kegembiraan irasional menggembungkan pasar saham atau gelembung real estat dan ketika gelembung itu meletus, penjualan panik dapat menghancurkan pasar, menyebabkan resesi.

4. Terlalu banyak inflasi

Inflasi adalah tren harga yang stabil dan naik seiring waktu.

Inflasi bukanlah hal yang buruk, tetapi inflasi yang berlebihan adalah fenomena yang berbahaya.

Bank sentral mengendalikan inflasi dengan menaikkan suku bunga, dan suku bunga yang lebih tinggi menekan kegiatan ekonomi.

Inflasi yang tidak terkendali adalah masalah yang sedang berlangsung di AS pada tahun 1970-an.

Saat itu untuk menghentikan inflasi, suku bunga dinaikkan tapi justru menyebabkan resesi.

5. Terlalu banyak deflasi

Walaupun inflasi yang tidak terkendali dapat menciptakan resesi, deflasi bisa menjadi lebih buruk.

Deflasi adalah ketika harga turun dari waktu ke waktu, yang menyebabkan upah berkontraksi, yang selanjutnya menekan harga.

Ketika lingkaran umpan balik deflasi tidak terkendali, orang dan bisnis berhenti belanja, yang merongrong perekonomian.

6. Perubahan teknologi

Penemuan baru meningkatkan produktivitas dan membantu perekonomian dalam jangka panjang, tetapi mungkin ada periode jangka pendek penyesuaian terhadap terobosan teknologi.

Pada abad XIX, ada gelombang peningkatan teknologi hemat tenaga kerja.

Revolusi Industri membuat seluruh profesi menjadi usang, memicu resesi dan masa-masa sulit.

Saat ini, beberapa ekonom khawatir bahwa AI dan robot dapat menyebabkan resesi dengan menghilangkan seluruh kategori pekerjaan.

Dampak Resesi

Dampak ekonomi saat terjadi resesi sangat terasa dan efeknya bersifat domino pada kegiatan ekonomi.

Semisal ketika investasi anjlok saat resesi, maka secara otomatis akan menghilangkan sejumlah lapangan pekerjaan yang membuat angka pemutusan hubungan kerja (PHK) naik signifikan.

Produksi atas barang dan jasa juga merosot sehingga menurunkan PDB nasional.

Jika tak segera diatasi, efek domino resesi akan menyebar ke berbagai sektor.

Efek tersebut bisa berupa macetnya kredit perbankan hingga inflasi yang sulit dikendalikan atau sebaliknya terjadi deflasi.

Juga, neraca perdagangan yang minus dan berimbas langsung pada cadangan devisa. D

alam skala riil, banyak orang kehilangan rumah karena tak sanggup membayar cicilan, daya beli melemah.

Lalu, banyak bisnis terpaksa harus gulung tikar.(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sri Mulyani Proyeksi Ekonomi Kuartal III Minus 2,9 Persen, Siap-siap Resesi"

Berita Terkini