Diskusi Covid SSB

Diskusi Covid SSB #1: Pemprov, Kalian Tidak Mampu Hadapi Corona Sendiri, Maka Mendengarlah!

Editor: AS Kambie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Group WhatsApp Senter-senter Bella

Hal itu diperparah oleh cara menyikapi dan merespon situasi yang cenderung saling menyalahkan. Bahkan, lebih parah lagi ketika kegiatan testing yang lebih gencar dilakukan oleh para tenaga medis, disebut sebagai penyebab tercapainya rekor tersebut.

Lantas timbul pertanyaan, mengapa para pemimpin seolah kehilangan kreatifitas, terobosan, fokus, dan stamina, dalam menghadapi semua ini? Padahal, mereka seharusnya yang paling sensitif terhadap situasi yang terjadi. Inilah yang memantik diskusi selama berjam-jam, mulai sejak setelah Subuh sampai jelang Dzhuhur.

“Rumusan dan rekomendasi diskusi sehari sebelumnya itu juga sudah disampaikan ke Gubernur Sulsel dan Wali Kota Makassar,” ujar Syamsul Bachri Sirajuddin Daeng Ancu.

“Simpulannya, Pemprov Sulsel tidak akan mempu menghadapi pandemi ini sendirian, tanpa partisipasi masyarakat. Makanya pemprov diminta berbesar hati untuk lebih mendengar dan menerima masukan dari pakar dan ahli,” jelas Yarifai Mappeaty.

Berikut simpulan dan rekomendasi Diskusi SSB #1:

Mestinya pemerintah menyadari sejak awal kalau penyebaran wabah ini mengikuti fenomena gunung es. Hasil temuan terakhir, pun, sebenarnya disinyalir under estimate.

Setidaknya, para epidemiolog dari FKM Unhas memprediksi bahwa tingkat reproduksi (RT) atau kemampuan menular covid ini di Sulsel, baru mencapai 1,5.

 Artinya, satu orang yang terpapar, dapat menulari 1 sampai 2 orang lainnya. RT  1,5 ini dinilai masih jauh dari aman. Sebab, coba bayangkan, jika terdapat 100 orang terpapar, maka, ia berpotensi menulari 100 hingga 200 orang.

 Oleh karena itu, justifikasi apa pun yang hendak dibuat untuk menjelaskan  jumlah yang sudah terkonfirmasi, yang pasti, penularan covid-19 di Sulsel, khususnya Makassar, masih tinggi.

 Artinya, upaya pencegahan dan pemutusan lingkaran penularan harus diperketat, bukan malah direlaksasi. Apalagi wacana tentang penerapan "herd immunity" oleh pemerintah, harus dihindari.

 Kita mesti belajar dari pengalaman Swedia, sebuah negara yang memiliki banyak kelebihan yang dapat mendukung penerapan herd immunity.

Swedia memiliki sistem kesehatan yang paling canggih, disiplin masyarakat paling tinggi, jumlah penduduk kecil, kondisi ekonomi yang bagus, dan masih banyak lagi idikator lain yang dapat mendukung suksesnya herd immunity yang dimaksud. Tetapi, nyatanya gagal. Hasil akhir, hanya 7.3% yang kebal, dan angka kematian terus meningkat.

 Di tengah situasi yang mencemaskan ini, ada sedikit berita baik. Ada analisis yang menyebutkan bahwa varian virus cukup berpengaruh terhadap mortalitas.

 Varian virus yang menyebar di Indonesia berbeda dengan di Benua Eropa dan Amerika, sehingga kondisi di Indonesia kita tidak seburuk dengan di negara-negara di benua tersebut.

 Analisis ini berpijak pada karatseristik pembatasan yang diterapkan di Indonesia yang dinilai  sangat longgar. Seandainya varian virusnya sama, maka, jumlah kasus dan kematian di negeri ini, akan jauh lebih besar, karena dari segi jumlah penduduk, Indonesia nomor 4, setelah China, India dan USA.

Halaman
123

Berita Terkini