Pasalnya, masyarakat tersebut rawan kehilangan pekerjaannya akibat beberapa perusahaan terpaksa tutup selama pandemi Virus Corona.
Di sisi lain, tak sedikit masyarakat di kota-kota besar merupakan pelanggan listrik golongan 1.300 VA yang notabene tidak bisa mengakses kebijakan subsidi listrik dari pemerintah.
Bahkan, pelanggan yang masuk kategori 1.300 VA tampak berada di zona abu-abu.
Dalam hal ini, pelanggan tersebut awalnya hendak mengakses listrik golongan 900 VA.
Namun, karena ada pembatasan jumlah pelanggan listrik bersubsidi, mereka terpaksa berlangganan listrik di golongan 1.300 VA.
“Banyak masyarakat yang secara ekonomi rentan, tapi mereka menggunakan listrik 1.300 VA. Ketika pemakaian listrik naik, mereka tidak mendapat subsidi. Harusnya ini jadi perhatian pemerintah,” ungkap dia dalam diskusi daring, Selasa (14/4/2020).
Saat ini, seluruh pelanggan listrik golongan 450 akan digratiskan dari tagihan listrik selama bulan April, Mei, dan Juni.
Sedangkan pelanggan listrik golongan 900 VA bersubsidi mendapat keringanan tarif listrik sebanyak 50 persen di periode yang sama.
Tulus mengusulkan, bisa saja pelanggan golongan 450 VA cukup diberikan diskon tarif listrik 50 persen selama tiga bulan.
Adapun jatah diskon tarif listrik 50 persen yang tersisa dapat ditujukan untuk pelanggan listrik golongan 1.300 VA dalam periode yang sama.
Kategori Miskin Perlu Dievaluasi
Institute for Essential Service Reform (IESR) menilai, kebijakan keringanan tagihan listrik untuk pelanggan golongan 450 VA dan 900 VA bersubsidi menjadi langkah yang tepat oleh pemerintah di tengah pandemi Virus Corona.
Namun, terdapat beberapa evaluasi penting mengenai implementasi kebijakan tersebut.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menyampaikan, kebijakan subsidi listrik yang ada saat ini sebenarnya juga menunjukkan adanya kelemahan pemerintah Indonesia dalam merespons sebuah krisis.
Sebab, selama ini Indonesia belum punya jaring pengaman sosial untuk energi.
“Sejauh ini jaring pengaman sosial kerap dikorelasikan dengan tingkat kemiskinan, tetapi justru Indonesia belum punya ukuran dan mekanisme kemiskinan energi,” ujar dia dalam sesi diskusi daring, Selasa (14/4/2020).
Dalam praktiknya, pemerintah Indonesia baru bisa mengukur kategori rumah tangga miskin berdasarkan jenis sambungan listrik yang ada. Padahal, hal tersebut belum sepenuhnya akurat.
Fabby memberi contoh, ada seorang pengemudi ojek online yang kebetulan tinggal di rumah dengan golongan listrik 1.300 VA.
Begitu wabah Virus Corona meluas, pemerintah mulai melarang ojek online mengangkut penumpang.
Suka tidak suka, pendapatan pengemudi ojek online mengalami penurunan drastis akibat hal tersebut.
Di sisi lain, kebutuhan listrik di rumah sang pengemudi ojek online tadi meningkat selama pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB ).
Sayang, pengemudi ojek online tersebut tidak bisa mengakses program subsidi listrik dari pemerintah lantaran bukan berasal dari golongan listrik 900 VA.
“Di saat seperti ini, tidak hanya masyarakat miskin saja yang butuh keringanan tarif listrik, tapi juga masyarakat kategori rentan,” kata dia mengungkapkan.
Maka dari itu, momentum pandemi Virus Corona sebenarnya bisa menjadi kesempatan bagi pemerintah untuk mengembangkan database pelanggan listrik yang lebih komprehensif.
Database tersebut juga mesti memuat data pelanggan rumah tangga miskin dengan indikator yang lebih jelas dan akurat.
“Memang ini perlu waktu yang tidak sebentar, perlu proses kajian yang matang dan pengumpulan data yang tepat,” katanya mengimbuh.
Di kesempatan yang sama, Fabby juga menyoroti kualitas penyediaan listrik di dalam negeri.
Berhubung belum lama ini Presiden Joko Widodo menyebut ada 433 desa di wilayah timur Indonesia yang belum tersambung aliran listrik.
Pemerintah sendiri masih berupaya mengejar rasio elektrifikasi di seluruh Indonesia mencapai 100 persen pada 2020.
Menurut Fabby, penting bagi pemerintah untuk tidak sekadar mengejar rasio elektrifikasi semata, melainkan juga kualitas akses listrik.
Sebab, sekalipun saat ini rasio elektrifikasi di Indonesia sudah mencapai level 99 persen, belum tentu semua wilayah bisa menikmati aliran listrik selama 24 jam penuh tanpa terinterupsi.
Pemerintah pun mesti mencermati wilayah-wilayah yang belum bisa mendapatkan akses listrik secara maksimal, apalagi dalam kondisi penyebaran wabah Virus Corona seperti sekarang ini.
“Perlu ditelusuri apakah masyarakat yang belum mendapat listrik secara maksimal ikut terdampak Corona atau tidak. Mereka juga layak mendapat subsidi keringanan tarif listrik,” kata dia.(kompas tv/kontan)