Dampak Covid 19

Kisah Pasangan Beda Negara yang Harus Terpisah karena Corona, Jika Bertemu Hanya di Perbatasan

Editor: Ansar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pasangan Paula Fastuca dan Ken Caccavale menggelar pernikahan di atap apartemen mereka di Brooklyn.(Dok. Yumi Matsuo Studio)

TRIBUN-TIMUR.COM - Pandemi Covid-19 yang melanda hampir semua negara di dunia.

Hal tersebut  memberi pengaruh sangat signifikan dalam berbagai aspek kehidupan.

Mulai dari kesehatan, perekonomian, pendidikan, bahkan hingga percintaan.

Salah satunya, banyak pasangan yang harus menggelar pernikahan dalam kondisi terbatas. 

Alasan Kapten Persib Bandung Supardi Nasir Bahagia di Tengah Wabah Corona

Cara Dapat Bantuan Rp 600 Ribu Per Bulan dari Dana Desa, Berikut Syarat & Penyaluran

Selain itu, beberapa pasangan juga harus terpisah karena aturan lockdown yang ditetapkan oleh pemerintah. 

Dikutip dari CNN, Sabtu (11/4/2020), pasangan kekasih tersebut tidak bisa lagi pergi bersama atau sekadar duduk berdampingan selama wabah Covid-19 belum berakhir.

Hal itu lantaran adanya pagar pembatas di kedua negara pada 16 Maret lalu.

Misalnya, pasangan kekasih yang berasal dari Jerman dan Swiss.

Keduanya adalah Andrea Rohde dan Markus Brassel yang telah menjalin hubungan selama 10 tahun.

Rohde merupakan warga Kota Konstanz di Jerman sisi selatan, sedangkan Brassel tinggal di Desa Tagerwillen, Swiss, yang sebenarnya hanya berjarak beberapa kilometer.

Biasanya, jarak itu bisa ditempuh hanya dalam waktu 10 menit menggunakan mobil.

Namun, kondisi yang ada sekarang tak lagi memungkinkan keduanya untuk melakukan pertemuan seperti biasanya. 

Mereka pun sepakat untuk beberapa kali dalam seminggu mendatangi perbatasan wilayah yang membelah Kota Konstanz dan Kreuzlingen.

• Alasan Kapten Persib Bandung Supardi Nasir Bahagia di Tengah Wabah Corona

• Cara Dapat Bantuan Rp 600 Ribu Per Bulan dari Dana Desa, Berikut Syarat & Penyaluran

Bagi Rohde, bertemu secara langsung tetap lebih baik daripada melalui sambungan Skype.

Lebih baik, meskipun harus berjarak setidaknya 2 meter.

Kata pasangan yang lain, Natascha Dematteis dan Micha Roth, kondisi sulit ini membuat mereka bisa mengenal satu sama lain secara lebih mendalam.

Mereka bisa memahami bahwa cinta yang ada di dalam diri mereka bukan hanya ketertarikan yang bersifat fisik semata.

Pagar pembatas cegah penyebaran virus corona 

Pagar itu sendiri sebetulnya sengaja didirikan untuk memperlambat penyebaran virus corona dan mengurangi frekuensi kontak fisik antar-satu orang dan orang lainnya.

Akan tetapi, para pasangan beda negara itu memutuskan untuk pergi ke wilayah perbatasan yang dihalangi pagar tersebut untuk bertemu kekasihnya.

Mereka duduk berhadapan dengan kekasihnya yang juga datang ke sana.

Mereka bisa saja bertemu dan bertatap muka, tetapi ada pagar kawat tinggi yang membentang di hadapan mereka.

Mau tak mau mereka pun harus menjalani hubungan jarak jauh meski sebenarnya posisi mereka berdekatan.

Disebutkan, awalnya pagar pembatas hanya setinggi pinggang. Dengan pagar yang hanya berukuran rendah, pasangan-pasangan ini tetap bisa datang dan memeluk atau mencium pasangannya masing-masing.

Dirasa tidak efektif untuk mencapai tujuan utama yang ingin dicapai, didirikanlah pagar yang lebih tinggi sehingga tidak memungkinkan orang di seberangnya untuk kontak fisik dengan orang di belakang pagar.

Sejauh ini, tidak ada yang tahu sampai kapan pagar itu akan terpasang dan virus corona memisahkan mereka dalam jarak yang sebenarnya amat dekat.

Mereka mengaku akan sangat senang ketika pagar telah dicabut dan mereka bisa kembali bertemu secara normal seperti sedia kala.

Pada akhir pekan, ada lebih dari 100 pasangan mendatangi perbatasan Konstanz dan Kreuzlingen ini untuk menemui kekasih mereka masing-masing.

Terlebih lagi, ketika suhu udara memanas dan nyaman untuk melakukan pertemuan di luar ruangan seperti itu.

• Alasan Kapten Persib Bandung Supardi Nasir Bahagia di Tengah Wabah Corona

• Cara Dapat Bantuan Rp 600 Ribu Per Bulan dari Dana Desa, Berikut Syarat & Penyaluran

Wali Kota Kreuzlingen, Thomas Niedererger, menyebutkan, kota-kota di wilayahnya juga kota-kota sekitar yang masuk wilayah Jerman sudah biasa terhubung sejak 2009.

Banyaknya aktivitas masyarakat kedua kota yang membutuhkan akses keluar masuk membuat tidak ada pembatasan khusus yang didirikan di sana.

Ia menyebutkan, semua berjalan seolah-olah tinggal dalam satu kota besar yang sama, meskipun sebetulnya melampaui perbatasan internasional. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pandemi Covid-19: Kisah Pasangan yang Harus Terpisah karena Corona", 

Berita Terkini