Caleg Gerindra Sulbar

Caleg Gerindra Sulbar Beberkan Hasil Sidang Mahkamah Partai: Jabatan Dibagi Dua

Penulis: Nurhadi
Editor: Imam Wahyudi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Fitriani (25) Caleg Gerindra Dapil Sulbar VI memperlihatkan surat keputusan Majelis Kehormatan DPP Partai Gerindra terkait polemik sengketa perolahan suara hasil Pemilu 2019 di salah satu warkop di bilangan Anjungan Pantai Manakarra Mamuju.

TRIBUN-TIMUR.COM, MAMUJU - Hasil Pemilu 2019 melahirkan sengketa perolehan suara di internal caleg DPRD Provinsi Partai Gerindra Dapil Sulbar VI Kabupaten Mamuju Tengah.

Caleg yang bersengkata yakni nomor urut 2 Fitriani dan Mutmainnah.

Sengketa ini muncul pasca peraih suara terbanyak H Haris Halim Sinring, didiskualifikasi oleh KPU Sulbar karena divonis bersalah melakukan politik uang oleh Pengadilan Negeri Mamuju.

Fitriani adalah Bendahara Partai Gerindra Mamuju Tengah, sementara Mutmainnah merupakan istri dari H Haris Halim Sinring, yang didiskualifikasi.

Mutmainnah ditetapkan KPU Sulbar sebagai peraih suara terbanyak kedua, menggantikan H Haris. Fitriani tidak menerima hasil pleno KPU Sulbar. Akhirnya menggugat ke Majelis Kehormatan Partai Gerindra.

Hasil pleno KPU Sulbar, Mutmainnah memperolah 1,190 suara. Sementara Fitriani memperolah suara 1,006. Yang diajukan Fitriani sebagai bahan gugatan ke Majelis Kehormatan Partai, ada selisih 158 suara.

Hasil sidang sengkata, dibeberkan Fitriani, terbukti didapatkan ada penggelembungan suara yang dilakukan tergugat. Sehingga DPP menetapakan dirinya sebagai peraih suara terbanyak kedua hasil Pemilu 2019.

"Saya dan beliau (Mutmainnah) di sidang di Mahkamah Partai. Hasilnya, ada kesepakatan atau perjanjian antara saya dan beliau akan membagi jabatan masing-masing dua setengah tahun,"kata Fitiriani di Mamuju, Rabu (8/1/2019).

Kader muda Gerindra Sulbar kelahiran tahun 1994 itu menjelaskan, keputusan majelis etik DPP Gerindra pada 24 Oktober 2019 yang dituangkan dalam surat perjanjian, Mutmainnah selaku pihak pertama menyetujui hasil sidang Mahkamah Partai.

"Isi perjanjiannya pihak pertama sebagai caleg terpilih DPRD Sulbar, akan mengundurkan diri sebagai anggota Fraksi Partai Gerindra setelah menjabat dua tahun setengah. Terhitung mulai 30 Oktober 2019 sampai 1 Mei 2022,"jelas Fitriani.

Dikatakan, surat perjanjian atau kesepakatan bersama tersebut, ditanda tangani pihak pertama (Mutmainnah) dan pihak kedua (saya sendiri Fitriani) di atas materai 6.000 di depan Ketua Majelis Kehormatan DPP Gerindra.

"Kesepakatan bersama ini juga ditanda tangani langsung Ketua Majelis Kehormatan DPP Partai Gerindra, Mutanto Juwono dan Sekertaris Anwar Ende,"ungkapnya.

Isi perjanjiannya, bersama ibu Mutmainnah dihadapan majelis kehormatan partai, lanjut Fitriani, menerankan bahwa menyetujui keputusan sidang majelis kehormatan Partai Gerindra membagi jabatan masing-masing dua setengah tahun.

"Niat saya menyampaikan ini hanya mau mengingatkan, jangan sampai perjanjian ini dilupakan. Karena pembagian masa jabatan masing-masing dua setengah tahun sebagai hasil penyelesaian sengketa ini kesepakatan yang sakral. Ditanda tangani di depan majelis kehormatan partai Gerindra di atas materia"tuturnya.

"Saya hanya mau menjelaskan agar masyarakat Sulbar mengetahui bahwa ada sengketa antar saya dan ibu Mutmainnah. Dan hasilnya adalah ini, ( pembagian jabatan) agar tiba masanya untuk berganti tidak lupakan,"sambungnya.

Lebih jauh Fitriani menjelaskan, masalah ini memang tidak pernah terpublish dari awal karena ini diselesaikan di internal partai. Tapi DPP Gerindra menyurati KPU Sulbar untuk menunda pelantikan Mutmainnah karena masih dalam proses sengketa perolahan suara di internal partai.

"Surat keputusan majelis kehormatan DPP Gerindra ini sudah saya sampaikan ke masing-masing pihak terkait, diantaranya, Ketua DPRD Sulbar, KPU Sulbar, Bawaslu Sulbar dan Sekertaris Gerindra Sulbar, Pak Syahrir Hamana,"katanya.

Komisioner KPU Sulbar Divisi Teknis, Said Usman, mengaku memang adanya surat masuk dari DPP Gerindra disampaikan Fitriani sehari sebelum pelantikan.

Surat itu menyebutkan, ada proses gugatan salah satu caleg Gerindra di Mahkamah Partai. Dan surat itu, kata Said, pun sudah dikoordinasikan dengan KPU Pusat.

"Setelah itu kami jawab suratnya, yang pada intinya bahwa KPU Provinsi/Kabupaten/kota tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penundaan pelantikan anggota DPRD Terpilih. Jadi intinya suratnya kami respon," ungkapnya.

Terpisah, Mutmainnah mengatakan sebagai kader partai tidak ingin mengomentari soal kesepakatan itu. Bahkan, ia mengaku tidak hadir pada saat penandatanganan surat keputusan antara dia dengan Fitriani.

"Perlu saya jelaskan secara mekanisme surat tersebut tidak bisa dijadikan dasar, karena jelas mekanisme PAW, syarat ada tiga, meninggal dunia; berhalangan tetap dan mengundurkan diri sebagai anggota DPRD. Jadi saya tidak mau berdebat masalah surat itu karena sudah ada aturan yang mengatur, kita lihat saja ke depan" ungkapnya.

Jika pun nanti ada guguatan dari pihak Fitriani, lanjutnya, itu tidak menjadi masalah. Ia tetap mempersilahkan ajukan surat tersebut setelah 2,5 tahun.

"Nanti pasti KPU dan DPRD akan kaji apa surat tersebut bisa dijadikan dasar PAW, yang jelas saya tidak mau komentar isi surat tersebut karena ini politik, saya tidak ingin komentar saya di jadikan bahan untuk di benturkan dengan DPP Gerindra, yang jelas saya berpegang sama aturan dan mekanisme yang ada," pungkas Mutmainnah.

Berita Terkini