TRIBUN-TIMUR.COM - Jenderal Qasem Soleimani tewas dibunuh 'atas perintah Presiden Donald Trump', Iran segera perang dengan Amerika Serikat?
Kemungkinan peristiwa tewasnya Jenderal Qasem Soleimani bakal mendapat serangan balasan terhadap AS.
Jenderal paling berpengaruh di Iran, Qasem Soleimani, yang juga komandan pasukan elite Quds dari Garda Revolusi, tewas di Baghdad, Irak, Jumat (3/1/2020), dalam serangan udara Amerika Serikat.
Jenderal berusia 62 tahun ini tewas di bandar udara di Baghdad bersama sejumlah milisi dukungan Iran.
Departemen Pertahanan AS, Pentagon, menyebut Soleimani dibunuh "atas perintah Presiden AS Donald Trump".
Pembunuhan Jenderal Soleimani menandai peningkatan ketegangan antara Washington dan Teheran.
Di bawah kepemimpinannya, Iran memperkuat kelompok Hizbullah di Lebanon dan kelompok-kelompok pro-Iran lain, memperbesar kehadiran militer Iran di Irak dan Suriah dan menjadi figur kunci dalam upaya Suriah menggempur kelompok-kelompok pemberontak.
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei mengatakan "akan ada serangan balasan terhadap penjahat" yang melakukan serangan.
Ia juga mengumumkan masa berkabung nasional selama tiga hari.
Jenderal Soleimani dikenal sebagai tokoh kunci dalam pemerintah Iran.
Pasukan Quds yang dia pimpin melapor secara langsung kepada pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dan dia sendiri disanjung sebagai sosok pahlawan.
Namun, Amerika Serikat menggambarkan Jenderal Soleimani sebagai teroris yang bertanggung jawab atas tewasnya ratusan personel AS.
Presiden Donald Trump mencuitkan foto bendera AS setelah berita kematian Soleimani mengemuka.
Sementara itu, harga-harga minyak dunia melonjak lebih dari 4 persen setelah serangan terjadi.
Di ibu kota Teheran, ribuan orang turun ke jalan untuk menyampaikan dukacita atas tewasnya Jenderal Soleimani.
Apa yang terjadi?
Soleimani dan beberapa tokoh dari kelompok milisi dukungan Iran tengah meninggalkan bandara di Baghdad dengan 2 kendaraan ketika dihantam oleh rudal dari drone milik Angkatan Udara AS.
Ia dilaporkan mendarat dari Lebanon atau Suriah.
Serangan rudal juga menewaskan setidaknya 7 orang dalam konvoi ini.
Garda Revolusi mengatakan, pemimpin milisi Irak, Abu Mahdi al-Muhandis, termasuk di antara korban tewas.
Pentagon mengatakan serangan udara ini atas perintah Presiden Trump.
"Atas perintah Presiden, militer AS telah mengambil aksi pertahanan yang menentukan demi melindungi para personel AS di luar negeri dengan membunuh Qasem Soleimani," papar pernyataan Pentagon.
Dikatakan pula Soleimani dibunuh "karena tengah merancang serangan terhadap warga Amerika".
"Serangan ini ditujukan untuk mencegah rencana serangan Iran di masa mendatang. Amerika Serikat akan melanjutkan menempuh semua aksi yang diperlukan guna melindungi rakyat kami dan kepentingan kami di mana pun mereka berada di dunia."
Serangan terhadap Soleimani terjadi beberapa hari setelah sejumlah demonstran menyerang kedutaan besar AS di Baghdad dan sempat bentrok dengan tentara AS. Pentagon mengatakan Soleimani memberi persetujuan serangan terhadap kedutaan AS.
Garda Revolusi Iran mengatakan pemimpin milisi Irak, Abu Mahdi al-Muhandis, turut tewas dalam serangan AS. Mereka mengatakan serangan tersebut dilakoni helikopter-helikopter AS.
Siapa Qasem Soleimani?
Sejak 1998, Mayor Jenderal Qasem Soleimani memimpin Pasukan Quds Iran - kesatuan elite di dalam tubuh Garda Revolusi Iran yang bertugas menangani operasi rahasia di luar negeri.
Iran mengakui peran Pasukan Quds dalam rangkaian konflik di Suriah. Kesatuan itu bertugas memberi konsultasi kepada pasukan yang setia terhadap Presiden Suriah, Bashar al-Assad, sekaligus mempersenjatai ribuan milisi Syiah di Suriah dan Irak.
Khusus di Irak, Pasukan Quds memberi sokongan kepada paramiliter Syiah yang membantu melawan ISIS.
Konflik-konflik ini menjadikan Soleimani semacam pesohor di Iran.
Pemerintahan Trump menuding Pasukan Quds adalah "mekanisme utama Iran untuk memanen dan mendukung" kelompok-kelompok yang dikategorikan AS sebagai kelompok teroris di Timur Tengah—termasuk Gerakan Hezbollah di Libanon dan Jihad Islam di Palestina.
Sokongan Pasukan Quds, menurut AS, diberikan dalam wujud penyediaan dana, pelatihan, persenjataan, dan peralatan militer.
Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, menggolongkan Garda Revolusi Iran dan Pasukan Quds sebagai kelompok teroris asing pada April 2019 lalu.(*)
Berita ini sebelumnya ditayangkan BBC News Indonesia dengan judul 'Jenderal senior Iran Qasem Soleimani tewas dalam serangan AS, Ayatollah Ali Khamenei: 'Akan ada serangan balasan'