Aktivis di Jeneponto Ini Sebut Tak Ada Alasan BPJS Kesehatan Dipertahankan
TRIBUNJENEPONTO.COM, BINAMU - Ketua Perlemen Pemuda Indonesia Jeneponto Muh Alim Bahri angkat bicara soal iuran BPJS Kesehatan yang naik 100 persen.
Pria yang akrab disapa Alim itu menilai BPJS Kesehatan dari tahun ketahun cenderung tak berhasil dan diklaim mengalami defisit.
"BPJS Kesehatan adalah Intitusi atas badan layanan penyelenggaran jaminan kesehatan secara nasional," kata Alim, Rabu (30/10/2019) siang.
Baca: Siapa Calon Kapolri Idham Azis Pengganti Tito Karnavian? Pernah Buru Tommy Eks Ipar Prabowo Subianto
Baca: Selain Putri Anggota TNI Peluk, Temani Mayat Ibunya di Makassar, Ada Juga Bayi 7 Bulan di Surabaya
Baca: LENGKAP Pendaftaran CPNS 2019 di sscasn.bkn.go.id 11 November, Syarat, Dokumen,Cara Daftar di SSCASN
"Badan hukum layanan tersebut sebagai produk pemerintahan dibawah presiden Joko Widodo yang dalam perjalanannya cenderung tak berhasil dan diklaim mengalami defisit yang akhirnya dikabarkan terlilit utang dengan status krisis," pungkasnya.
Alim beranggapan kebijakan kenaikan tarif BPJS oleh pemerintah menandakan ketidak seriusan menjawab tantangan terhadap kewajiban negara dalam pemenuhan hak layanan dan jaminan bagi warga negara.
"Ketidak seriusan yang berakibat pada kenaikan tarif dapat dimaknai sebagai desain priviatisasi kesehatan seolah-olah negara ingin lepas tangan terhadap urusan keselamatan hidup bagi rakyat Indonesia," tegasnya.
"Mestinya yang harus dilakukan adalah mengevaluasi kinerja melalui audit layanan dan pengelolaan keuangan BPJS, harga obat dan Alkes, jasa layanan kesehatan, dan memperketat pengawasan terhadap laporan klaim pasien dan petanggungjawaban disetiap rumah sakit yang menyelenggarakan layanan BPJS," jelasnya.
Aktivis Jeneponto itu menduga ada konspirasi yang terjadi dibidang layanan kesehatan yang mungkin terjadi dihampir setiap rumah sakit umum daerah termasuk Jeneponto.
"Seperti di Rumah Sakit Umum Lanto Daeng Pasewang Jeneponto, yang patut diduga terjebak dalam konspirasi yang digerogoti berbagai persoalan korupsi, sampai saat ini cenderung tidak mampu menuntaskan hal tersebut," kata Alim.
Lanjut Alim, Hampir tidak ada alasan untuk mempertahankan BPJS sebagai badan hukum layanan publik, kecuali menguntungkan pihak tertentu.
"Dengan demikian pemerintah melalui BPJS Kesehatan telah dapat dipandang gagal dalam menjamin hak untuk hidup sehat bagi warganya,"
"Saya berharap pemerintah dengan segara untuk membubarkan atau menghapus produk program gagal yang disebut BPJS secara struktur dan kelembagaan demi keselamatan hidup dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," tutupnya.
Diketahui, Pemerintah resmi menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN ) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atu BPJS Kesehatan pada tahun depan.
Ini menyusul ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Perpres tersebut ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada Kamis, 24 Oktober 2019, dan sudah diunggah ke laman Setneg.go.id.
Kenaikan iuran terjadi terhadap seluruh segmen peserta.
Dalam Pasal 34 beleid tersebut diatur bahwa iuran peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) kelas 3 akan meningkat menjadi Rp 42.000, dari saat ini sebesar Rp 25.500.
Iuran peserta atau mandiri kelas 2 akan meningkat menjadi Rp 110.000 dari saat ini sebesar Rp 51.000.
Lalu, iuran peserta kelas 1 akan naik menjadi Rp 160.000 dari saat ini sebesar Rp 80.000. (TribunJeneponto.com)
Laporan Wartawan TribunJeneponto.com @ikbalnurkarim
Langganan berita pilihan tribun-timur.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribuntimur
Follow akun instagram Tribun Timur: