Dengar nih Fahri Hamzah, Wapres Jusuf Kalla Saja Tak Setuju Poin UU KPK Hasil Revisi DPR RI Ini

Editor: Waode Nurmin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dengar nih Fahri Hamzah, Wapres Jusuf Kalla Saja Tak Setuju Poin UU KPK Hasil Revisi DPR RI Ini

Dengar nih Fahri Hamzah, Wapres Jusuf Kalla Saja Tak Setuju Poin UU KPK Hasil Revisi DPR RI Ini

TRIBUN-TIMUR.COM - Beberapa hari ini, publik disuguhkan informasi mengenai Dewan Pengawas KPK yang rencananya akan diisi Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, dan Antasari Azhar.

Berbagai pihak pun menepis isu resminya Ahok dan Antasari Azhar dalam Dewan Pengawas KPK.

Salah satu poin yang menjadi perdebatan juga yakni soal kewenangan Dewan Pengawas KPK, yang musti ada izin terlebih dahulu soal penyadapan.

Namun menyangkut itu, Wapres Jusuf Kalla ternyata punya pendapat sendiri

Baca: Sebelum Ashanty Istri Anang Hermansyah, YouTuber Raditya Dika Juga Derita Autoimun, Ini Ciri-cirinya

Baca: INFO CPNS 2019 Dibuka November, Segini Gaji Pendaftar/Pelamar Lulusan SMA, Bisa Kredit Rumah/Mobil

Poin yang ikut didukung Fahri Hamzah untuk di masukkan dalam UU KPK saat ini, dinilai Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak perlu.

JK yang sebentar lagi akan digantikan oleh Maruf Amin sebagai wakil dari Presiden Jokowi mengatakan, semestinya penyadapan yang dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK tak perlu izin dewan pengawas.

Melainkan hanya pemberitahuan.

Hal ini demi kecepatan proses penyidikan namun tetap terkontrol dewan pengawas.

"Bahwa dulu yang didiskusikan adalah, katakanlah, post-audit, bukan izin.

Tapi laporan tiap minggu siapa.

Ada kecepatan.

Tapi ada juga kontrol," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (8/10/2019).

Hal itu disampaikan Kalla menanggapi salah satu poin revisi Undang-undang KPK yang mengharuskan pengajuan izin penyadapan ke dewan pengawas.

Jusuf Kalla menilai hal itu nantinya akan menjadi perhatian DPR dan pemerintah periode 2019-2024 untuk kembali dibahas dalam proses revisi.

Ia menilai, hal itu penting untuk dibahas lantaran akan memengaruhi kinerja KPK ke depan.

"Itu proses teknis nanti," kata Jusuf Kalla lagi.

Baca: Sebelum Ashanty Istri Anang Hermansyah, YouTuber Raditya Dika Juga Derita Autoimun, Ini Ciri-cirinya

Baca: INFO CPNS 2019 Dibuka November, Segini Gaji Pendaftar/Pelamar Lulusan SMA, Bisa Kredit Rumah/Mobil

Undang-undang KPK mengalami revisi.

Salah satunya mengenai kewenangan KPK melakukan penyadapan.

Dalam pasal 12 ayat 1 disebutkan bahwa, "Dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyadapan".

Penyadapan itu sendiri, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 5, merupakan kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel, komunikasi, jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi maupun alat elektronik lainnya.

Ketentuan mengenai penyadapan ini diatur lebih lanjut dalam Pasal 12B hingga 12D. Pasal 12B menyebutkan, sebelum melakukan penyadapan, pimpinan KPK harus meminta izin tertulis dari Dewan Pengawas KPK.

Dalam hal ini, Dewan Pengawas dapat memberi izin atau tidak memberi izin paling lama 1×24 jam sejak permohonan diterima.

Setelah mengantongi izin Dewan Pengawas, KPK dapat melakukan penyadapan maksimal selama tiga bulan sejak izin diberikan.

Menurut Pasal 12C, proses penyadapan harus dilaporkan ke Pimpinan KPK secara berkala.

Penyadapan yang telah selesai juga harus dipertanggungjawabkan ke pimpinan KPK serta Dewan Pengawas paling lambat 14 hari setelah penyadapan selesai.

Hasil penyadapan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 12D, bersifat rahasia dan hanya untuk kepentingan peradilan dalam pemberantasan korupsi.

Hasil penyadapan yang tidak terkait dengan tindak pidana korupsi yang sedang ditangani KPK pun wajib untuk segera dimusnahkan.

Baca: Sebelum Ashanty Istri Anang Hermansyah, YouTuber Raditya Dika Juga Derita Autoimun, Ini Ciri-cirinya

Baca: INFO CPNS 2019 Dibuka November, Segini Gaji Pendaftar/Pelamar Lulusan SMA, Bisa Kredit Rumah/Mobil

Ahok dan Antasari Azhar Mencuat

Beredar informasi bahwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, bersama Antasari Azhar menjadi Dewan Pengawas KPK.

Diketahui, revisi UU KPK membuat lembaga antirasuah itu bakal memiliki Dewan Pengawas KPK.

Dilansir dari Kompas.com, di media sosial dan pesan aplikasi WhatsApp beredar sebuah unggahan konten yang memuat foto mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Antasari Azhar.

Keduanya disebut telah dipilih sebagai Dewan Pengawas KPK.

Foto itu disertai tulisan, "Selamat dan Sukses Kami Ucapkan atas Terpilihnya Basuki Tjahaja Purnama dan Antasari Azhar Sebagai Dewan Pengawas KPK.

Musnahkan Kelompok Taliban di tubuh KPK Agar tidak dijadikan untuk kepentingan politik".

Peneliti Indonesia Corruption Watch atau ICW Kurnia Ramadhana menilai konten semacam itu merupakan informasi palsu atau hoaks.

Kurnia pun mengungkap sejumlah alasan kenapa informasi semacam itu patut disebut sebagai hoaks.

"Banyak sekali hoaks yang beredar ya, di media sosial.

Padahal UU KPK yang baru (hasil revisi) kan belum disahkan, dan belum bisa diterapkan," kata Kurnia saat ditemui di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Minggu (6/10/2019).

Ketentuan Dewan Pengawas KPK memang baru dicantumkan setelah DPR dan pemerintah melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Pengesahan baru dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR pada 17 September 2019.

Saat ini, UU KPK hasil revisi baru saja dikembalikan Istana Kepresidenan ke DPR karena ada salah ketik.

Dengan demikian, informasi bahwa Ahok dan Antasari Azhar telah dipilih sebagai Dewan Pengawas KPK jelas hoaks.

"Maka dari itu harusnya tidak ada berita-berita yang mengatakan tentang adanya anggota dewan pengawas yang baru atau yang sudah dipilih," ujar Kurnia.

Kurnia juga mempertanyakan muatan konten tersebut bahwa ada kelompok Taliban di KPK.

Selama ini, Taliban dikenal sebagai kelompok berkuasa di Afghanistan yang memperlakukan ajaran radikal.

"Pihak yang menuding isu Taliban dan lain-lain itu harusnya yang bersangkutan bisa menjelaskan Taliban seperti apa?

Baca: Sebelum Ashanty Istri Anang Hermansyah, YouTuber Raditya Dika Juga Derita Autoimun, Ini Ciri-cirinya

Baca: INFO CPNS 2019 Dibuka November, Segini Gaji Pendaftar/Pelamar Lulusan SMA, Bisa Kredit Rumah/Mobil

Buktinya apa?

Tudingan itu apakah ada pembuktian yang dilakukan?" kata Kurnia.

Selembar kain hitam yang menutupi logo KPK tersibak saat berlangsungnya aksi dukungan untuk komisi anti rasuah itu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (10/9/2019).

Ia menilai, isu-isu semacam itu dihembuskan pihak tertentu yang tidak suka dengan perkembangan kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi.

Kurnia juga memandang, isu itu tidak sehat karena menggeser perdebatan dari persoalan penyelamatan KPK yang lebih penting ke persoalan yang tidak substansial.

"Ini kan tidak baik ya untuk pencerdasan masyarakat.

Kami berharap masyarakat selalu cek beberapa pemberitaan terkait tudingan kepada KPK.

Banyak sekali media kredibel yang dijadikan rujukan untuk menilai apakah informasi narasi itu benar atau salah," kata dia.

"Jangan sampai terjebak pada narasi pihak tertentu yang memang tidak senang dengan KPK yang mengeluarkan pendapat yang tidak ada obyektivitasnya.

Hanya pendapat yang subyektif sehingga masyarakat justru dikaburkan pandangannya," ujar Kurnia.

Ia meminta masyarakat tak terlibat dalam perdebatan isu yang tidak substansial dan validasinya diragukan. (*)

Artikel ini telah tayang di tribunkaltim.co dengan judul Diisukan akan Diisi Ahok dan Antasari Azhar, Wapres JK: Penyadapan Tak Perlu Izin Dewan Pengawas KPK, https://kaltim.tribunnews.com/2019/10/09/diisukan-akan-diisi-ahok-dan-antasari-azhar-wapres-jk-penyadapan-tak-perlu-izin-dewan-pengawas-kpk?page=all.


Berita Terkini