Pada umur 13 tahun, Gus Miek melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, setelah K.H. Mahrus Ali datang menjemputnya di Ploso untuk memintanya belajar di Pondok Pesantren asuhan K.H. Mahrus Ali tersebut.
Namun pendidikannya di Pondok Pesantren Lirboyo hanya bertahan selama 16 hari dan kemudian Gus Miek kembali pulang ke Ploso.
Kepulangan Gus Miek yang mendadak ke Pondok Pesantren Ploso membuat orang tuanya resah karena ia tidak mau untuk melanjutkan belajarnya di Pesantren Lirboyo.
Namun Gus Miek mampu menunjukkan bahwa selama belajarnya di Pesantren Lirboyo ia melakukannya dengan sungguh-sungguh.
Ia membuktikan kepada orang tuannya dengan cara menggantikan semua jadwal pengajian yang biasa diampu oleh ayahnya di Pondok Pesntren Ploso.
Gus Miek membuktikannya dengan mengajarkan berbagai kitab kepada para santri, yakni: kitab Tahrir (kitab fiqh tingkat dasar), Fatkhul Mu'in (kitab fiqh tingkat menengah), Jam'ul Jawami' (kitab ushul fiqh), Fatkhul Qarib (kitab fiqh tingkat menengah), Shahih Bukhari (kitab hadis), Shahih Muslim (kitab hadis), Tafsir Jalalain (kitab tafsir al-Qur'an), Iqna (kitab fiqh penjabaran dari kitab Fatkhul Qarib), Shaban (kitab tata bahasa Arab) dan Ihya' Ulumuddin (kitab tasawuf).
Pada saat inilah orang tuanya menyadari adanya karomah (kelebihan) kewalian pada diri Gus Miek.
Setelah menunjukkan kemampuannya kepada orang tuanya, beberapa bulan kemudian Gus Miek memutuskan untuk belajar lagi di Pesantren Lirboyo.
Di pesantren tersebut ia cukup rajin dalam mengikuti pengajian.
Namun ia mempuyai kebiasaan yang sulit dihilangkan sejak di Ploso, yaitu ketika santri lain sedang sibuk mengaji, ia hanya tidur dan meletakkan kitabnya di atas meja.
Meskipun demikian, ketika gurunya mengajukan pertanyaan terkait materi yang telah disampaikan, Gus Miek selalu mampu menjawabnya dengan memuaskan.
Di Pesantren Lirboyo, ada beberapa santri yang dekat dengan Gus Miek, di antaranya adalah Abdul Ro'uf dari Blitar yang mendapat tugas memasak, Abdul Zaini dari Gresik, Abdullah dari Magelang, Gus Idris dan Gus Fatkhurrohman.
Perkenalan dengan Abdullah tersebut yang akhirnya membuat Gus Miek meninggalkan Pesantren Lirboyo dan pergi ke Magelang.
Pada umur 14 tahun, ia pergi dan melanjutkan belajarnya ke sebuah Pondok Pesantren asuhan K.H. Dalhar di Watucongol, Magelang, Jawa Tengah.
Meninggal