TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Demo mahasiswa akhir-akhir ini, banyak menimbulkan komentar dari berbagai pihak.
Salah satunya, pengamat politik sekaligus aktivis '98, Fadjroel Rahman.
Ia pun ikut berkomentar soal demo mahasiswa akhir-akhir ini.
Ia membandingkan demo mahasiswa di tahun 2019 dengan masanya.
Dilansir dari TribunWow.com melalui acara E Talk Show pada Jumat (4/9/2019), Fadjroel Rahman mengungkap perbedaan demo mahasiswa akhir-akhir ini dengan unjuk rasa pada 1998.
Fadjroel Rahman mengatakan, demo pada 1998 itu bersifat konfrontatif.
"Sebenarnya ada dua karakter gerakan mahasiswa, itu yang pertama konfrontatif, konfrontasi melawan kekuasaan itu 98 itu cirinya," ungkap Fadjroel.
Pasalnya, pada 1998 demo berdasarkan keinginan untuk melawan kekuasaan.
"Karena kekuasaan ini antidemokrasi, mahasiswa dan rakyat mewakili gerakan yang pro demokrasi," jelas Fadjroel Rahman.
Sedangkan, demo pada akhir-akhir ini lebih bersifat korektif yang ingin mengoreksi DPR dan pemerintah.
"Kemudian yang sekarang sebagian disebut sebagai karekternya itu adalah korektif, mengkoreksi mereka kan tidak langsung menghadapi kekuasaan, tapi mengkoreksi misalnya undang-undang KPK, mengkoreksi KUHP, mengkoreksi ada sejumlah undang-undang," jelas Fadjroel Rahman.
Sehingga pria lulusan Universitas Indonesia ini menilai demo akhir-akhir ini menarik.
Fadjroel jadi teringat dengan gerakan demo di Eropa.
"Menarik tapi sebenernya menurut saya karena cara keluarnya asyik seperti putri tadi dan teman-teman saya jadi ingat gerakan tahun 68 di Eropa namanya flower generation (generasi bunga)," kata dia.
Fadjroel menilai, protes politik ini lebih bersifat pribadi.
"Generasi Bunga, spanduknya itu enggak pernah ada 98 coba nanti dilihat spanduk-spanduknya 'jangan iniin aku' jadi semuanya itu karakternya adalah kamu jangan ganggu diriku, 'negara kamu boleh ada tapi jangan ganggu diriku'," jelasnya.
Sehingga, gerakan 1998 itu jauh berbeda dengan demo 2019 ini.
Kendati demikian, Fadjroel merasa senang dengan demo tersebut.
"(Tahun) 98 itu praktis seperti kekuatan massa melawan kekuatan kuasa jadi state (negara) melawan society (rakyat)."
"Kalau ini pernyataan politik lebih pribadi, jadi saya seneng yang melihat sekarang ini menurut saya," terang Fadjroel.
Ia lantas memuji adanya gerakan berdasarkan konektivitas dengan perkembangan teknologi telepon pintar.
"Jangan-jangan ini yang disebut connectivity movement, gerakan berdasarkan konektivitas, leaderless tanpa pemimpin semuanya hanya dihubungkan dengan jaringan smart phone maka kita turun sama-sama without leader (tanpa pemimpin).
Siapa Fadjroel Rachman?
Dilansir dari wikipedia, Mochammad Fadjroel Rachman lahir di Banjarmasin, 17 Januari 1964.
Ia adalah seorang peneliti, penulis, pengamat politik dan aktivis mahasiswa tahun 1980 hingga 1998.
Publik lebih mengenalnya sebagai sosok kandidat bakal Calon Presiden Independen sejak tahun 2009.
Pada tahun 2015, Fadjroel Rahman diangkat menjadi Komisaris Utama PT Adhi Karya (Persero) Tbk., BUMN yang bergerak di bidang konstruksi.
Riwayat Hidup
Fadjroel Rachman lahir di Banjarmasin pada tanggal 17 Januari 1964.
Ia memiliki darah Banjar dan Bugis.
Fadjroel merupakan Pelajar Teladan sejak Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas se-Kalimantan Selatan.
Setelah tamat SMA kemudian dia pergi ke pulau Jawa untuk kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) Jurusan Kimia, lalu Manajemen Keuangan di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Magister Hukum (Ekonomi) di Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (lulus dengan predikat Cum Laude).
Fadjroel adalah Doktor Ilmu Komunikasi Pascasarjana FISIP Universitas Indonesia (Komunikasi Politik).
Pada masa Orde Baru, Ia sempat mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan akibat aktivitasnya menentang pemerintahan Jenderal Besar Soeharto dan Rezim Orde Baru semasa menjadi mahasiswa Institut Teknologi Bandung.
Fadjroel bersama lima rekannya dipindah-pindah dari penjara satu ke penjara lainnya.
Dari Rumah Tahanan Militer Bakorstanasda Jawa Barat, ia dipindah ke Penjara Kebonwaru, lalu ke Penjara Batu di Pulau Nusakambangan, dan terakhir di Penjara Sukamiskin (tempat Ir. Soekarno Presiden Pertama Republik Indonesia dipenjarakan penjajah Belanda).
Karier Aktivisme
Kecintaan Fadjroel dengan buku-buku dan kelompok diskusi dan debat di kampus mengantarkan pergaulannya dengan sejumlah budayawan dan intelektual seperti almarhum Soebadio Sastrosumitro, Mochtar Lubis, Sarbini Somawinata, Sutan Takdir Alisjahbana dan Soedjatmoko.
Atas usulan Soedjatmoko pula ia terlibat dalam Forum Pemuda Asia Pasifik di Tokyo sampai sekarang.
Pada tahun 1987-1989, tiga tahun setelah kuliah, Fadjroel bersama-sama dengan para aktivis mahasiswa lainnya melakukan advokasi untuk petani di daerah Kacapiring, Batununggal, Kota Bandung dan Badega (Kampung Badega, Desa Cipangramatan, Cikajang, Garut).
Masih pada masa represif Soeharto, ia ditunjuk menjadi komandan lapangan dalam aksi long march sejauh 60 kilometer dari Kampus ITB menuju Cicalengka.
Aksi itu sempat dibubarkan oleh polisi dengan menghujani peserta aksi dengan peluru karet.
Fadjroel bersama kawan-kawannya juga beraksi menolak kedatangan Rudini yang saat itu menjabat sebagai menteri dalam negeri, dan menuntut turunnya Jenderal (purn) Soeharto sebagai Presiden karena kediktatorannya.
Buntutnya Fadjroel bersama lima rekan lainnya ditangkap.
Mereka mendekam di ruang tahanan Bakorstranasda selama satu tahun sebelum akhirnya dijatuhi hukuman tiga tahun penjara.
Ia terlibat Gerakan Lima Agustus ITB (1989) yang menuntut penurunan Soeharto dan menjadi tahanan politik berpindah-pindah 6 (enam) penjara termasuk Sukamiskin dan Nusakambangan.
Di balik empat penjara yang dijalaninya, Fadjroel menulis esai, novel dan puisi.
Puisi-puisi yang dituliskan di balik terali penjara itu kemudian diterbitkan dalam kumpulan puisi Catatan Bawah Tanah dan Sejarah Lari Tergesa.
Mochtar Lubis berminat menerbitkan puisi-puisi yang tercantum dalam pledoinya, kecuali dua puisi yang dianggap terlalu keras pada waktu itu.
Esai-esai penjaranya dimasukkan dalam buku "Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat" dan "Democracy Without the Democrats: On Freedom, Democracy and The Welfare State," lalu novelnya (direncanakan pentalogi) diterbitkan Gramedia Pustaka Utama berjudul "Bulan Jingga dalam Kepala."
Puisi-puisi perjalanannya di Eropa (Berlin dan Amsterdam) diterbitkan dalam antologi puisi "Dongeng Untuk Poppy" yang memenangkan Lima Besar Khatulistiwa Literary Award 2007.
Kegiatan Pra-Reformasi 1998
Di ITB, aktif dalam kegiatan sastra, pers, kebudayaan, dan kelompok studi, antara lain: Presiden Grup Apresiasi Sastra (GAS), Perkumpulan Studi Ilmu Kemasyakatan (PSIK), Kodim Sabtu (Kelompok Diskusi Mahasiswa Sabtu), Badan Koordinasi Unit Aktivitas (BKUA) ITB, Komite Pembelaan Mahasiswa (KPM) ITB, Majalah Ganesha ITB (Pendiri dan Ketua Dewan Redaksi), serta Kelompok Sepuluh Bandung.
Ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), organisasi profesi jurnalis, yang didirikan oleh para wartawan muda Indonesia pada 7 Agustus 1994 di Bogor, Jawa Barat, melalui penandatangan Deklarasi Sirnagalih, setelah pemberedelan majalah Tempo, Editor dan Tabloid DeTik oleh rezim Soeharto.
Di lembaga think-tank Forum Demokrasi yang dianggap kekuatan oposisi utama melawan Soeharto dan Orde Baru, Fadjroel aktif sejak 1992 bersama Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Marsillam Simanjuntak, Theodorus Jacob Koekerits (Ondos), Arief Budiman, Todung Mulya Lubis, Rocky Gerung, Rahman Tolleng dan Bondan Gunawan.
Gerakan mahasiswa 1998
Ia memilih meniti karier sebagai manajer pengembangan bisnis dan analis keuangan di Grup Bukaka, tetapi hanya bertahan selama tiga tahun.
Ia kemudian merintis usaha sendiri bersama kawan-kawannya sembari melanjutkan aktivisme dan melanjutkan kuliahnya di pascasarjana Universitas Indonesia (UI) bidang studi ekonomi dan hukum ekonomi.
Ia kembali terjun menjadi aktivis dengan statusnya sebagai Ketua Presidium Forum Mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia Forum Wacana UI, bersama ribuan mahasiswa, kembali menuntut Soeharto turun dari kekuasaannya pada 18 – 21 Mei tahun 1998, hingga Jenderal Besar Soeharto mengundurkan diri dan Rezim Orbe Baru dibubarkan.
Fadjroel adalah seorang sosial-demokrat, penyokong penuh Negara Kesejahteraan (Welfare State) seperti yang diimpikan para founding fathers seperti Sutan Sjahrir (Perdana Menteri I Republik Indonesia) dan Mohammad Hatta (Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia), lihat Sutan Syahrir dan Mohammad Hatta
Kegiatan Pasca Reformasi
Ikrar Kaum Muda Indonesia
Pada tanggal 28 Oktober 2007 bertempat di Gedung Arsip Nasional, Jl. Gajah Mada, Jakarta Barat, Jakarta Fadjroel Rachman bersama dengan teman-temannya mendeklarasikan Ikrar Kaum Muda Indonesia dengan tema sentral "Saatnya Kaum Muda Memimpin."
Pasca jatuhnya Soeharto-Orde Baru, Fadjroel aktif menjadi presenter acara talkshow di radio dan televisi: JakNews FM, RRI, TVRI, Indosiar, SunTV, JakTV, selain narasumber ekonomi-politik-hukum di SCTV, RCTI, MetroTV, NetTV, GlobalTV, KompasTV, dan narasumber tetap politik-hukum di Indonesia Lawyers Club TVOne yang diasuh Karni Ilyas.
Kolumnis yang sangat aktif di semua media nasional Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Pikiran Rakyat, bahkan menulis di The New York Times (6 Februari 2010) bersama aktivis 'kelas dunia' Wang Dan (China), Ko Bo Kyi (Myanmar), Nguyen Dan Que (Vietnam) untuk memperingati 20 tahun mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela dibebaskan dari penjara Apartheid Afrika Selatan.
Dukungan Terhadap Calon Independen dan Kegiatan Anti Korupsi
Selain itu, Ia turut mendirikan perhimpunan berbadan hukum Gerakan Nasional Calon Independen (GNCI) yang turut meloloskan Pemilukada Independen di Mahkamah Konstitusi pada 23 Juli 2007, meloloskan Pemilukada Independen untuk Provinsi Aceh pada tahun 2010, dan bersama Aliansi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak (Effendi Gazali, Prof. Hamdi Muluk, dll) memenangkan judicial review Pemilu Serentak di Mahkamah Konstitusi yang akan dilaksanakan pada tahun 2019.
Ia juga memperjuangkan Calon Presiden Independen di Mahkamah Konstitusi dan bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memperjuangan Amendemen Ke-V di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Mahkamah Konstitusi juga mengabulkan judicial review Fadjroel Rachman sebagai Presiden Gerakan Nasional Calon Independen (GNCI) untuk mengubah persyaratan Pemilihan Kepala Daerah dari jalur Independen (kandidat perseorangan) dengan memperhitungkan prosentase proporsional terhadap Daftar Pemilih Tetap pemilu sebelumnya, bukan lagi berdasarkan populasi (jumlah penduduk).
"Kemenangan rakyat dan demokrasi," kata Fadjroel Rachman di Mahkamah Konstitusi pada tanggal 29 September 2015.
Kegiatan Lain
Selain itu, Ia mendirikan KOMPAK (Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi) bersama sejumlah tokoh LSM dan Akademisi, merintis usaha di PT. Pedoman Group (media, komunikasi, riset dan konsultan), media online nasional yang dirintisnya adalah www.pedoman.id sejak 29 November 2010.
Juga menjabat Komisaris Independen di Persada Group, perusahaan penyedia menara BTS (Tower Provider), Gedung Perkantoran dan Hydro Power.
Fadjroel juga menjadi Direktur Eksekutif Pedoman Indonesia Research and Consulting (PIRC) dan menjabat Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (PERSEPI) 2013–2016.
Pendiri dan anggota Lingkar Muda Indonesia (LMI) perkumpulan para kolumnis Harian Kompas @hariankompas.
Kegiatan sosial yang sedang dirintis Fadjroel Rachman sejak tahun September 2011 adalah Yayasan Indonesia Cerdas dengan tagline: Indonesia Cerdas, Mencerdaskan Indonesia (lihat akun twitter @RI_Cerdas di Twitterland) yang dikhususkan untuk membangun infrastruktur dan Sumber Daya Manusia pendidikan di tingkat Sekolah Dasar (SD), meliputi pembangunan perpustakaan, perbaikan/renovasi gedung Sekolah Dasar, pelatihan guru Sekolah dasar agar berdaya saing Internasional, dan memberikan beasiswa kepada siswa/i Sekolah Dasar berprestasi dan berbakat.
Perpustakaan yang sudah dibangun dan diserahkan berlokasi di SDN 01 Pagi Cilincing Jakarta Utara, DKI Jakarta, pada tanggal 5 Juni 2013.
Sekarang sedang menggarap pembangunan Perpustakaan Multatuli di bekas rumah Multatuli (nama pena Eduard Douwes Dekker) yang mengarang novel satiris Max Havelaar (1860)dan difilmkan dengan judul "Saijah dan Adinda", lokasi perpustakaan Multatuli di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten (lihat Eduard Douwes Dekker). Fadjroel Rachman dapat dihubungi di akun twitter @fadjroeL.
Relawan Jokowi 2014
Menjadi Relawan Salam Dua Jari (bersama Abdee 'Slank' Negara, Addie MS, Joko Anwar, Nia Dinata, Olga Lydia, Triawan Munaf, Andien Aisyah, Adib Hidayat, Glenn Fredly, dll) dan opinion makers Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kampanye pemilihan presiden tahun 2014.
Ia juga menjadi juru bicara Panitia Nasional "Gerakan Ayo Kerja" untuk Peringatan 70 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang diketuai Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prof. Dr. Pratikno M.Soc.Sc dan dicanangkan Presiden Jokowi dari Nol Kilometer Indonesia 10 Maret 2015 di Kota Sabang, Provinsi Aceh dan berakhir di Kota Merauke, Provinsi Papua.
Setelah peristiwa penembakan brutal oleh sejumlah teroris di pertokoan Sarinah Mall Jakarta pada tanggal 14 Januari 2016.
Bersama sejumlah tokoh nasional seperti Goenawan Mohamad, Todung Mulya Lubis, Franz Magniz-Suseno, Yenny Wahid (putri mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid) membuat Gerakan Nasional #KamiTidakTakut (We Are Not Afraid) untuk mengajak semua rakyat Indonesia dan internasional bersama-sama melawan segala bentuk terorisme di Indonesia dan dunia.
Kegiatan Lain
Saat ini, ia aktif mengembangkan Lembaga Pengkajian Demokrasi dan Negara Kesejahteraan (Pedoman Indonesia) atau Research Institute of Democracy and Welfare State dan kerjasama internasional di jaringan Southeast Asian Forum for Democracy, dan Asia Pacific Youth Forum (Tokyo).
Pernah aktif di Forum Demokrasi, Konfederasi Pemuda dan Mahasiswa Sosial-Demokrat Indonesia (KPMSI), dan Masyarakat Sosial-Demokrat Indonesia (MSI/Ketua Badan Pekerja).
Kandidat (42 besar) Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
Sejumlah penelitian dan artikelnya dibukukan bersama seperti Social Democracy Movement in Indonesia (FES, 2001), May Revolution and Mass Media (Gramedia, 2001), dan Soetan Sjahrir: Guru Bangsa (PDP Guntur 49, 1999).
Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat (Penerbit Koekoesan, 2007), Democracy Without The Democrats: On Freedom, Democracy, and The Welfare State (FES, 2007), Bulan Jingga Dalam Kepala (Novel, Gramedia, 2007), dan Indonesianisasi Saham Penanaman Modal Asing: Studi Tentang PT Freeport Indonesia (2013).
Data Diri:
Nama: Fadjroel Rachman
Nama Lahir: Mochammad Fadjroel Rachman
Instagram: @fadjroelrachman
Twitter: @fadjroeL
Lahir: 17 Januari 1964
Tempat Lahir: Banjarmasin, Indonesia
Kebangsaan: Indonesia
Almamater: Institut Teknologi Bandung
Universitas Indonesia
Pekerjaan: Aktivis
Pembawa acara
Pengamat politik
Peneliti
Tempat kerja: PT Adhi Karya (Persero) Tbk., (Komisaris Utama)
Dikenal atas: Aktivis 98
Demonstran ITB tahun 1989-1990
Partai politik: Independen
Buku dan karya
Menggugat Indonesia: Republik Tanpa Publik (Pledoi Pengadilan Mahasiswa ITB, 1990)
Democracy without The Democrats: On Freedom, Democracy and The Welfare State (Friedrich Ebert Stiftung, 2007)
Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat (Penerbit Koekoesan,2006)
May Revolution and Mass Media (Penerbit Gramedia, 2001)
Antologi puisi Catatan Bawah Tanah (Yayasan Obor Indonesia, 1992)
Antologi puisi Dongeng untuk Poppy (Penerbit Bentang, 2007) menjadi Lima Besar Khatulistiwa Literary Award 2007, dan dianugerahi 100 Puisi Indonesia Terbaik 2008
Antologi Puisi Sejarah Lari Tergesa dinominasikan pada Khatulistiwa Literary Award 2005
Bulan Jingga Dalam Kepala (Novel, Gramedia, 2007)
Indonesianisasi Saham Penanaman Modal Asing: Studi Tentang PT Freeport Indonesia (2013)