Praktisi hukum itu lantas menjelaskan bahwa dalam masa penantian itu ada sejumlah langkah yang bisa diambil.
Ia pun menyinggung pernyataan guru besar hukum di televisi mengenai hal itu.
"Dalam penantian 30 hari ini, presiden yang paling ideal katanya mengeluarkan Perppu," tutur Johnson Panjaitan.
"Tetapi dalam diskusi-diskusi, bahkan ada guru besar tata negara yang sering muncul di TV mengatakan 'Kalau bisa paling lambat Selasa'."
"Jadi presidennya sendiri harus menjalankan prosedur menunggu 30 hari, apakah dia akan tanda tangan, atau dia membiarkan, kemudian berlaku."
"Sementara tadi ada analisisinya Bivitri (ahli hukum tata negara) tadi bilang 'Kalau menunggu legislatif review itu nanti tahun depan'," sambungnya.
Dari semua itu, menurut Johnson Panjaitan yang paling ideal adalah mengharuskan presiden mengeluarkan Perppu.
"Tentu saya mau mengatakan begini, kalau kita memang semua bersepakat, bahwa hal-hal di luar aturan yang ada sekarang juga adalah konstitusional," katanya.
"Mahasiswa demo, pelajar demo itu konstitusional, medsos juga konstitusional, media juga konstitusional, kalau begitu DPRD kita bikin saja satu kamar lagi."
"Enggak cukup DPD, bikin saja satu kamar lagi, kamarnya mahasiswa, atau pelajar atau emak-emak" imbuhnya yang disambut tepuk tangan.
Lebih lanjut, Johnson Panjaitan kemudian menawarkan cara ekstrem.
"Atau bila perlu nanti ekstrem, kita suruh itu anak-anak demonstrasi, anak-anak kecil itu, supaya negara ini keadaannya darurat," ungkapnya.
Mendengar hal itu, sejumlah narasumber yang tersorot kamera tampak diam dan serius menyimak, mulai dari Fahri Hamzah, Masinton Pasaribu, hingga Ali Ngabalin.
"Atau kita suruh lagi sekarang, DPR-DPR dan partai yang didukung oleh rakyat itu turunkan konstituen yang dukung," ucap Johnson Panjaitan.
"Berhadapan dengan mereka, supaya lebih seru."