TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Lembaga Advokasi & Pendidikan Anak Rakyat (LAPAR) Sulsel sebagai Non Government Organization (NGO), konsen pada isu demokrasi dan pluralisme, harus punya posisi dan komitmen kuat dalam pengelolaan keberagaman.
Hal itu mencuat dalam Kursus Demokrasi, Toleransi, & Advokasi (KUDETA) di Kantor LAPAR Sulsel, Makassar, Sulsel, Sabtu (7/9/2019).
"Posisi LAPAR Sulsel dalam mengelola keberagaman yaitu pada keterbukaan, saling memahami, ikut mendukung, merawat, dan merayakan perbedaan," kata Syamsurijal Adhan, Peneliti Litbang Kemenag Makassar.
Jalin Keakraban, Karyawan Begos Ratulangi Sering Curhat di Warung Kopi
Terjun di Film Dewasa Saat masih Kuliah, Mia Khalifa Beberkan Alasan Saat Jadi Bintang Video Porno
Asyik Nikmati Sabu, Dua Warga Jl Muh Jufri Makassar Diciduk Polisi
Ijal, sapaan akrabnya, juga menyinggung paradigma toleransi yang selama ini dianut masyarakat yaitu, masih pada tataran toleransi canggung.
"Pada praktiknya, paradigma toleransi pasif atau saya istilahkan toleransi canggung, masih dominan di tengah-tengah masyarakat. Kita memang mengakui yang berbeda, tapi dalam tataran ekspresi identitas tertentu kerap belum ada persetujuan," katanya.
Menurutnya, paradigma multikulturalisme penting dirumuskan bersama untuk mengelola keberagaman dengan baik.
"Pada tataran multikulturalisme, semua pihak punya kepedulian terhadap kelompok berbeda (minoritas) dan hak kultural, serta komunal yang melekat padanya," katanya.
Direktur Eksekutif LAPAR Sulsel, Muh. Iqbal Arsyad menambahkan, bahwa kursus ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas staf dan voluntir.
"Kursus ini diselenggarakan dalam rangka meningkatkan kapasitas diri para staf dan volounteer.
Selain itu, untuk memberikan perspektif dari LAPAR sendiri terkait isu demokrasi, toleransi dan advokasi. Kegiatan ini akan berlangsung selama selama tiga kali pertemuan, selama tiga Minggu ke depan," katanya. (*)
Langganan berita pilihan
tribun-timur.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribuntimur
Follow akun instagram Tribun Timur: