TRIBUN-TIMUR.COM - Tak mampu lunasi utang di Fintech, Yuliana Indriati disebut rela 'digilir' seharga Rp 1 juta, korban mengadu.
Perusahaan Fintech teror nasabah dengan menyebarkan iklan yang menyebut nasabah wanita menunggak rela digilir demi lunasi utang.
Korban peminjam dari Fintech lending ilegal bertambah.
Terbaru beredar sebuah iklan yang menyatakan seorang perempuan rela digilir seharga Rp 1,054 juta demi melunasi utang di aplikasi financial technologly .
Kendati sudah viral dan diberitakan di beberapa media, korban yang bernama Yuliana Indriati mengaku belum ada yang membantu dia.
Dikutip dari Kontan.co.id, Yuliana sudah meminta bantuan hukum dari ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Solo Raya dan Polretabes setempat.
Baca: Kisah Polisi Lalu Lintas Tilang Jenderal TNI, Kapolda Minta Maaf dan Kembalikan Uang
Baca: Duh! Kemendagri Bocorkan Data Pribadi Kita ke 1.227 Lembaga, Termasuk ke Pembiayaan, Ini Tujuannya
Baca: Alasan RH Nekat Perkosa MS Si Tetangga saat Sedang Menyusui, Ternyata Sang Istri Baru Melahirkan
Kisah ini berasal beberapa waktu lalu saat Yuliana meminjam uang sebesar Rp 1 juta kepada sebuah perusahaan Fintech pinjaman online.
Baca: Nekat Rampas Mobil, Gerombolan Debt Collector Akhirnya Diamuk Massa hingga Ditelanjangi di Jalan
Kala itu, ia meminjam dana tersebut untuk kebutuhan sehari-hari.
“Pinjamnya belum ada dua minggu ini. Saya meminjam Rp 1 juta, tapi terima hanya Rp 680.000. Saya pinjam untuk kebutuhan sehari-hari,” ujar Yuliana kepada Kontan.co.id pada Rabu (24/7/2019).
Ia meminjam dengan jangka waktu pinjaman atau tenor selama 7 hari.
Ia mengaku, saat telat membayar 1 hari, teror pun datang.
“Baru telat sehari sudah diteror. Mereka bikin group WhatsApp yang ada gambar saya dengan tulisan pelecehan,” kata Yuliana Indriati.
Memang beredar sebuah iklan yang menjadi viral.
Dalam iklan tersesut, Yuliana Indriati rela digilir seharga Rp 1,054 juta demi melunasi utang di aplikasi financial technologly.
Berdasarkan iklan tersebut, Yuliana Indriati menjamin kepuasan bagi siapa yang menggunakan jasanya.
Ketika dikonfirmasi Yuliana mengaku hal ini merupakan pencemaran nama baik.
“Itu pelanggaran UU ITE dan pencemaran nama baik. Makanya saya laporkan ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Polrestabes,” ujar Yuliana Indriati.
Yuliana Indriati telah mendapatkan surat kuasa bantuan hukum dari LBH.
Baca: Facebook Akhirnya Didenda Rp 70 Triliun, Kasus Penyebab dan Bagaimana Akun Anda?
Baca: Cara Mudah Kirim Foto/Gambar Besar di WhatsApp Tanpa Pecah Ukurannya, Andoid dan iPhone
Baca: Ayahnya Belum Dilantik Jadi Wapres, Siti Nur Azizah Putri Maruf Amin Ungkap Rencana Besarnya
Dalam surat kuasa, Yuliana Indriati mengaku telah mendapatkan ancaman teror kekerasan, penghinaan, serta pencemaran nama baik melalui media teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kuasa ini diberikan kepada I Gede Sukadenawa Putra SH dan Yuliawan Fathoni yang merupakan pengacara dan konsultan hukum yang tergabung dalam institusi LBH Solo Raya yang beralamat di Sentra Niaga Kawasan Terpadu The Park Mall Jl Soekarno, Dusun II, Madegondo, Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Kedua pengacara dan konsultan hukum ini akan bertindak sebagai penggugat dalam perkara pidana berupa ancaman teror kekerasan, dan penghinaan melalui komunikasi telepon kepada Yuliana.
Serta penyebaran konten penghinaan serta pencemaran nama baik Yuliana Indriati di media sosial.
Hal ini dilakukan oleh oknum debt collector bisnis online kepada saudara, sahabat, dan kerabat Yuliana Indriati guna menjatuhkan harga diri dan martabat.
Pada akhirnya akan menimbulkan efek kebencian dan permusuhan dalam upaya untuk memperoleh penagihan pinjaman uang yang dilakukan oleh Yuliana Indriati.
Reaksi OJK
Anto Prabowo, Deputi Komisioner Humas dan Manajemen Strategis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan, Fintech yang merugikan Yuliana Indriati tak terdaftar di OJK.
"Pelaporan ke polisi adalah tindakan tepat yang dilakukan dengan aduan pencemaran nama baik," ujar Anto kepada Kontan.co.id, Rabu (24/7/2019).
Baca: Kamu Lulusan UI? Ini Pekerjaan Fresh Graduate Bergaji hingga Rp 15 Juta, Banyak Dicari Unicorn
Baca: Irza Laila Nur Trisna Winandi Icha Tewas Diseruduk Truk saat Akan Ujian Skripsi, Kronologi Kejadian
Baca: Kabar Buruk Datang dari Geprek Bensu, Ruben Onsu Sedih, Begini Kronologinya
Pembuatan iklan penjajaan diri sebagai cara penagihan yang diduga dilakukan oleh debt collector adalah pelanggaran kode etik yang menjadi tanggung jawab Fintech.
Lantaran Fintech tersebut tak masuk radar pengawasan OJK, Fintech harus mematuhi keputusan Kapolri tentang tatacara penagihan yang bisa disamakan debt collector penagihan berdasarkan fidusia.
Anto menyebut, seiring mulai maraknya kebiasaan masyarakat pada pinjaman Fintech, OJK akan terus melakukan edukasi.
"Bahwa yang mudah itu belum tentu aman. Pola berpikir untuk tidak tergiur kecepatan meminjam jika tidak dibarengi dengan kalkulasi risiko bahkan termasuk mengakses pinjaman di perusahaan peer to peer lending ilegal pastinya akan berujung sengsara," ujar Anto.
Kata Anto, OJK dan polisi serta pihak lainnya tergabung Satgas Waspada Investasi akan memonitor dan melakukan tindakan preventif atas korban investasi/Fintech ilegal ini.
7 Fintech yang Kantongi Izin
Sebanyak 7 perusahaan penyelenggara Fintech peer to peer lending telah mengantongi izin permanen dari OJK.
Mereka adalah Tokomodal, UangTeman, Danamas, Investree, Amartha, Dompet Kita dan KIMO.
Baca: Daftar 14 Mobil Keren Harga di Bawah Rp 200 Juta dari Berbagai Merek, Minat Beli?
Dari jumlah itu, PT Toko Modal Mitra Usaha (Tokomodal) dan PT Digital Alpha Indonesia (UangTeman) baru saja mengantongi izin usaha pada akhir Mei 2019 lalu.
Mengutip keterangan pers OJK, Senin (17/6/2019), pemberian izin kedua perusahaan tersebut telah melalui keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-49/D.05/2019 dan KEP-50/D.05/2019 pada tanggal 24 Mei 2019.
“Dewan Komisioner OJK telah memberikan izin usaha perusahaan penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi kepada Toko Modal Mitra Usaha dan PT Digital Alpha Indonesia,” kata Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) II M Ihsanuddin sebagaimana diwartakan Kompas.com, Selasa (18/6/2019).
Menurut Ihsanuddin, permohonan izin dua perusahaan tersebut juga telah sesuai dengan ketentuan pasal 7 dan pasal 10 ayat (1) Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi.
Sementara total perusahaan yang baru mengantongi tanda terdaftar dari OJK adalah sebanyak 106 perusahaan.
Jadi, sampai dengan 31 Mei 2019, total jumlah penyelenggara Fintech yang telah terdaftar dan berizin adalah sebanyak 113 perusahaan.(kontan.co.id/kompas.com)