TRIBUNPALU.COM, POSO - Perjalanan tim Ekspedisi Poso tahap II baru saja selesai pada Senin, Juli 2019 lalu.
Beberapa waktu lalu tim menyusuri wilayah Sesar Poso yang memanjang dari pusat ibu kota Kabupaten Poso.
8 Gallarang Dukung Penunjukan Andi Ichsan Plt Raja Gowa
Jurus Bejat Kakek HS saat Hamili Anak Gadis Tetangga, Kini Diancam Denda Rp 15 M
Kemudian ke beberapa desa di sepanjang sungai Poso hingga ke sisi timur Danau Poso sejak tanggal 24 Juni 2019.
Dalam siaran pers yang diterima Tribunpalu.com, Jumat (5/7/2019) pagi, ada beberapa temuan penting yang dihasilkan dalam perjalanan tersebut.
Diantaranya, rekahan sesar di sepanjang perjalanan dari Desa Kuku dan Panjoka.
Bahkan, ditemukan jenis batuan yang menunjukkan terangkatnya laut dalam ke permukaan hingga menjadi daratan.
Salah satu anggota tim ahli ekspedisi Poso dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Mansyursyah mengatakan, peristiwa ini terjadi jutaan tahun yang lalu.
"Ini sekaligus menjadi bukti terangkatnya Pegunungan Pompangeo di Kabupaten Poso," katanya.
Tim ahli geologi lainnya, juga menemukan sebuah bukti terbentuknya Pulau Sulawesi di wilayah Kelurahan Petirodongi.
"Tidak diragukan lagi, wilayah Kabupaten Poso bisa menjadi laboratorium peristiwa sejarah geologi terbentuknya Pulau Sulawesi," ujar tim ahli ekspedisi Poso dari IAGI,Reza Permadi.
Wilayah sesar Poso yang kali ini menjadi wilayah perjalanan tim Ekspedisi, mencatatkan beberapa peristiwa gempa bumi dalam satu tahun terakhir.
Salah satunya berkekuatan Magnitudo 3 di kedalaman 21 Kilometer terjadi pada 5 April 2019 lalu, yang bersumber di Teluk Poso.
Titik pusat gempa bumi tersebut berada di 29 Kilometer arah timur laut Poso.
Selanjutnya pada 22 Mei 2019 lalu, kembali terjadi gempa di lokasi yang sama dengan kekuatan lebih besar, Magnitudo 3,6.
Cerita tentang terangkatnya daratan ini, ditemukan juga oleh tim Laulita melalui dongeng.
Tim antropologi pencerita rakyat atau Laulita menemukan cerita tentang "Sinolidi di Dulumai" yang memuat tentang peristiwa geologi, wujudnya saat ini dalam bentuk batu yang dikenal dengan Watuyano.
Selain itu terdapat cerita ayam ajaib di Desa Peura yang menceritakan terangkatnya daratan setelah seorang laki-laki mengikuti seekor ayam yang ternyata adalah seorang putri dari kayangan.
"Cerita dan pengetahuan masyarakat tentang wilayahnya menjadi bagian penting dalam mengarahkan wilayah-wilayah penelitian para tim ahli," kata anggota tim lainnya, Lian.
Kelurahan Bonesompe di Kecamatan Poso Kota Utara misalnya.
Menjadi wilayah yang ditelusuri tim geologi setelah mendapatkan cerita dari budayawan yang menyebutkan nama kelurahan ini.
Dalam bahasa Poso, Bonesompe berarti pasir yang tersangkut atau tumpukan pasir.
Rencananya para geolog akan melihat struktur tanah di wilayah itu dan memperkirakan berapa usia hamparan pasir di sana.
Demikian pula satu wilayah di Kelurahan Kawua yang disebut warga sebagai tanah Kaumbu-umbu atau tanah yang bergoyang-goyang.
Wilayah lainnya adalah Tana Runtuh, sebuah lokasi di Kelurahan Gebang Rejo, Kecamatan Poso Kota.
Ditemukan salah satu ruas Jl Pulau Irian Jaya ada sebuah titik dimana setiap tahun terjadi penurunan tanah yang menyebabkan jalan turun.
Selain kedua wilayah ini, tim ekspedisi juga akan mempelajari beberapa tempat lain.
Diantaranya Kelurahan Lombugia, Tegal Rejo, Madale, Watuawu, Ratoumbu, Pandiri, Tagolu, Panjoka Uelincu, Saojo, Tendea, Petirodongi, Tentena, Pamona, Sangele, Sawidago, Peura dan Dulumai. (Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz).
Langganan Berita Pilihan
tribun-timur.com di Whatsapp
Via Tautan Ini http://bit.ly/watribuntimur
Follow akun instagram Tribun Timur:
Silakan Subscribe Youtube Tribun Timur: