Dedi menuturkan, akun penyebar hoaks tak langsung mendapatkan penegakan hukum, melainkan akan diberi peringatan terlebih dahulu.
2. Dukungan Kominfo
Menteri Kominfo Rudiantara mendukung langkah kepolisian melakukan patroli di grup WhatsApp.
Menurut Rudiantara, polisi dapat mengetahui sesuatu yang berkaitan dengan tindakan kriminal atau bukan, melalui delik aduan dan delik umum. Setelah itu, polisi meminta bantuan Kominfo.
"Saya dukung, dengan catatan tadi bahwa memang harus ada yang berbuat kriminal. Bukan asal patroli. Karena begini, media sosial jelas ranah publik kalau WhatsApp (percakapan) berdua itu ranahnya pribadi. Kalau grup, itu di antaranya menurut saya," kata Rudiantara
3. Tak melanggar privasi
Polri dapat melakukan tindakan untuk masuk ke suatu grup di mana anggota dalam lingkup tersebut melakukan tindakan kriminal.
Menurut Rudiantara, hal itu tak melanggar privasi karena penegakan hukum harus tetap dilakukan.
"Kalau dianggap melanggar privasi, terus melanggar hukum, apa enggak boleh polisi masuk? Penegakan hukum bagaimana? Ya, enggak boleh terkenalah (dihambat) penegakan hukum itu," ujar Rudiantara.
4. Dukungan KSP
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal (Purn) Moeldoko juga memberikan dukungan langkah polri melakukan patroli siber di grup WhatsApp.
Menurut Moeldoko, patroli masuk ke grup tak mengganggu hak privasi seseorang, karena negara harus memikirkan keamanan nasional.
"Tanggung jawab pemerintah melindungi rakyatnya. Jadi, kalau nanti tidak dilindungi karena abai, mengutamakan privasi maka itu, nanti presiden salah lho," kata Moeldoko.
5. Alat bukti
Dedi mengungkapkan, telepon genggam menjadi bukti dan diteliti laboratorium forensik. Tangkapan layar percakapan dalam grup WhatsApp juga dijadikan sebagai alat bukti dari narasi hoaks yang dibangun di masyarakat.