Provokator Aksi 22 Mei Ketahuan Dibayar Rp 6 Juta, Disini Mereka Kumpul Sebelum Bentrok di Bawaslu

Editor: Waode Nurmin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian memberikan keterangan terkait penangkapan terduga teroris kepada wartawan usai menghadiri acara silaturahmi di Pondok Pesantren Al Kautsar Medan, Sumatera Utara, Selasa (12/3/2019) malam. Kapolri mengatakan para pelaku terduga teroris di Sibolga dan Lampung merupakan bagian dari jaringan yang berafiliasi dengan ISIS dan saat ini pihak kepolisian masih melakukan proses negoisasi terhadap istri terduga teroris di Sibolga agar menyerahkan diri.

TRIBUN-TIMUR.COM - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, pihaknya menemukan uang dengan jumlah total Rp 6 juta dari para provokator yang ditangkap karena melakukan aksi anarkis di depan gedung Bawaslu dan Asrama Brimob Petamburan.

Bahkan, saat diperiksa, provokator yang mayoritas adalah anak-anak muda ini mengaku dibayar untuk melakukan aksinya.

"Yang diamankan ini kita lihat, termasuk yang di depan Bawaslu, ditemukan di mereka amplop berisikan uang totalnya hampir Rp 6 juta, yang terpisah amplop-amplopnya. Mereka mengaku ada yang bayar," kata Tito dalam konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (22/5/2019).

Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen M Iqbal mengatakan, pihaknya menduga kericuhan yang terjadi setelah pembubaran aksi demonstrasi di depan gedung Bawaslu dipicu oleh massa bayaran.

Sejumlah amplop berisi uang pun ditemukan dari massa yang diamankan.

Baca: Facebook, Twitter, Instagram, WhatsApp, dan Media Sosial Lainnya Down, Efek Demo 22 Mei 2019

Baca: Cerita PASUTRI yang Tetap Jualan saat Bentrok Depan Bawaslu, Lebih Seram Bom Sarinah

Baca: Ada yang Tewas dalam Aksi 22 Mei? Amien Rais Tunjukkan Peluru, Polisi: Itu dari Penumpang Gelap

"Ada juga massa yang masih simpan amplop, uangnya masih ada, dan kami sedang mendalami itu," ujar dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu.

Iqbal memastikan bahwa demonstran yang sejak siang melakukan aksi di depan gedung Bawaslu sudah bubar sejak pukul 21.00 setelah menggelar shalat tarawih.

Namun, sebelum itu polisi menemukan ada 200 orang yang berkerumun di Jalan KS Tubun. Massa ini diduga bukan demonstran di depan gedung Bawaslu. Polisi pun menduga bahwa massa itu dipersiapkan untuk membuat kerusuhan tadi malam hingga pagi tadi.

"Bahwa peristiwa dini hari tadi adalah bukan massa spontan," ucap Iqbal.

Baca: Facebook, Twitter, Instagram, WhatsApp, dan Media Sosial Lainnya Down, Efek Demo 22 Mei 2019

Baca: Cerita PASUTRI yang Tetap Jualan saat Bentrok Depan Bawaslu, Lebih Seram Bom Sarinah

Baca: Ada yang Tewas dalam Aksi 22 Mei? Amien Rais Tunjukkan Peluru, Polisi: Itu dari Penumpang Gelap

Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur:

Follow juga Instagram Tribun Timur:

Facebook, Twitter, Instagram, WhatsApp, dan Media Sosial Lainnya Down, Ternyata Ini Masalahnya

Demo 22 Mei 2019 menyisakan polemik di tengah masyarakat. 

Selain adanya kerusuhan di sejumlah titik di Jakarta, berdampak negatif ke media sosial di Indonesia. 

Guna menghalangi tersebarnya kabar hoax, pihak pemerintah dalam hal ini kementerian Komunikasi dan Informatika ( Kominfo) membatasi penggunaan media sosial beberapa waktu kedepan. 

Alhasil sejumlah media sosial dan aplikasi chatting down.

Baca: Buntut Aksi 22 Mei, Jaringan Facebook, Instagram, dan WhatsApp Lemot? Ternyata Ini Penyebabnya

Baca: BPK Serahkan Hasil Pemeriksaan LKPD Kabupaten Mamasa, Ini Hasilnya

Baca: Tanggapan Tak Terduga Raffi Ahmad Tahu Videonya Saat Diusir Mama Rieta Jadi Viral di 3 Negara Asia

Misal Facebook dan Twitter sementara sulit digunakan.

Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (22/5/2019).

"Akan kita adakan pembatasan akses di media sosial, fitur tertentu, untuk tidak diaktifkan untuk menjaga agar hal-hal negatif terus disebarkan ke masyarakat," kata Wiranto.

Wiranto didampingi Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Menkoinfo Rudiantara dan pejabat lain.

Dalam jumpa pers tersebut, mereka menjelaskan kronologi kerusuhan, fakta-fakta yang ditemukan Kepolisian.

Setelah kerusuhan tersebut, beredar berbagai informasi hoaks di media sosial yang meresahkan masyarakat.

Pemerintah melihat, berdasarkan rangkaian peristiwa hingga kerusuhan pecah, terlihat ada upaya membuat kekacauan nasional.

Baca: Mahasiswa KKN STKIP Muhammadiyah Bulukumba Gelar Lomba Anak Saleh

Baca: Kosakata Bakal Gelar Diskusi Kearifan Lokal, Disini Tempatnya

Baca: Malam ke-18 Ramadan, Penceramah di Masjid Agung Jeneponto Bahas Hal Ini

Hal itu terlihat dari pernyataan tokoh-tokoh yang kemudian menyalahkan aparat keamanan atas jatuhnya korban jiwa.

Wiranto melihat ada upaya membangun kebencian hingga antikepada pemerintah. Padahal, kata dia, ada aksi brutal yang dilakukan kelompok lain selain pendemo.

Mereka menyerang petugas, merusak asrama Polri di Petamburan, membakar sejumlah kendaraan, dan aksi brutal lain.

WhatsApp

Whatsapps Rudiantara menambahkan, hasil analisa, pihaknya melihat modus penyebaran berita hoaks di media sosial pascakerusuhan.

Awalnya, pelaku mengunggah video atau foto ke Facebook dan Instagram. Kemudian, pelaku melakukan screenshot unggahan.

Konten yang kemudian viral adalah screenshot tersebut. Jadi, pemerintah melakukan pembatasan sementara penyebaran video dan foto di whatsapps.

"Teman-teman akan alami pelambatan kalau download atau upload video. Karena viralnya yang negatif ada di sana. Sekali lagi ini sementara," kata Rudiantara. Ia menyarankan agar masyarakat mengakses informasi di media terpercaya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kapolri: Provokator Mengaku Dibayar, Total Uang Rp 6 Juta" dan Kompas.com dengan judul "Cegah Sebaran Hoaks, Pemerintah Batasi Akses di WhatsApp"

Berita Terkini