Sistem noken adalah suatu sistem yang digunakan dalam Pemilu khusus untuk wilayah Provinsi Papua.
Selama ini noken hanya dikenal sebagai tas hari-hari yang dibuat masyarakat asli Papua dari benang yang berasal dari akar pepohonan.
Oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), noken menjadi bagian penting dalam pelaksanaan pilkada Papua, khususnya untuk masyarakat Papua yang berasal dari daerah pegunungan.
Noken digunakan sebagai pengganti kotak suara.
Secara teknis ada dua mekanisme sistem noken yang dipakai saat momen Pemilu di sejumlah wilayah Papua.
Pertama, semua pemilih yang mendapat kartu pemilih datang ke TPS.
Di depan bilik disiapkan noken kosong. Jumlah noken yang digantung disesuaikan dengan jumlah pasangan calon.
Setelah dipastikan semua pemilih hadir di TPS, selanjutnya KPPS mengumumkan kepada pemilih (warga) bahwa bagi pemilih yang mau memilih kandidat, baris di depan noken nomor urut satu. Begitu pun seterusnya.
Setelah pemilih berbaris atau duduk di depan noken maka KPPS langsung menghitung jumlah orang yang berbaris di depan noken.
Kalau misalnya 3 orang saja yang berbaris di depan noken tersebut, maka maka hasil perolehannya adalah 3 suara.
Kalau misalnya semua pemilih dari TPS/kampung yang bersangkutan baris di depan noken nomor urut dua maka semua suara dari TPS/kampung yang bersangkutan “bulat” untuk nomor urut dua.
Setelah itu KPPS langsung buat berita acara dan sertifikasi hasil perhitungan suara yang ditandatangani oleh KPPS.
Mekanisme kedua, sistem noken di mana kepala suku memilih untuk dan atas nama pemilih di kelompok sukunya.
Dalam sistem demokrasi di Indonesia, sistem noken memang menimbulkan pro dan kontra.
Di satu sisi dianggap sistem noken sebagai bagian dari kearifan lokal dalam demokrasi kemasyarakatan. Di sisi lain, sistem ini dinilai tidak demokratis.