Sebagaimana disebutkan bahwa setiap kepala desa dengan sengaja membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu, dipidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.
"Sesuai perbawaslu No 7 thn 2017 terkait kasus menyangkut dugaan pelanggaran tindak pidana Pemilu, maka 1x24 jam harus dilakukan pembahasan pertama dengan Gakkumdu," kata dia.
Sehingga langsung ditangani Gakkumdu Bulukumba, yang terdiri dari Kejaksaan, Kepolisian dan Bawaslu Bulukumba.
Hasil pembahasan pertama disepakati untuk dilanjutkan ke tahap penyelidikan dengan melakukan undangan klarifikasi berbagai pihak maupun pihak pelapor, serta saksi-saksi dan terlapor serta pihak lainnya.
Hasil penyelidikan dan kajian yang dilakukan selanjutnya, dibahas pada rapat pembahasan kedua Gakkumdu Bulukumba.
"Dari hasil pembahasan kedua disimpulkan setelah mencermati fakta fakta hasil klarifikasi dan mencermati bukti serta fakta hukum lainnya, disimpulkan oleh Gakkumdu bahwa terkait dengan dugaan pelanggaran pemilu ini tidak memenuhi unsur untuk dilanjutkan ketahap penyidikan," jelas Ambo Radde.
Alasannya, Polisi dan Kejaksaan tidak setuju, lantaran ada ketidaksesuaian antara keterangan saksi-saksi.
"Tentu saja dalam penegakan hukum pidana Pemilu harus berdasar alat bukti, bukti permulaan yang cukup terhadap pasal yang disangkakan bukan berdasar asumsi," jelas dia.
Olehnya, Bawaslu tak dapat berbuat banyak.
Pasalnya untuk menentukan melanggar tidaknya, harus berdasar pada putusan bersama di Sentra Gakkumdu.
Sekadar diketahui, aksi unjuk rasa ini berlangsung di dua titik, pertama di Kantor Kejaksaan Negeri Bulukumba dan juga di Kantor Bawaslu Bulukumba. (TribunBulukumba.com)
Laporan Wartawan Tribun Timur, @arisandifirki
Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur:
Follow juga Instagram Tribun Timur: