Kadisdukcapil Makassar Bantah Terima Uang Rp 140 Juta dari Terdakwa Korupsi ATK

Penulis: Hasan Basri
Editor: Imam Wahyudi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Makassar, Dr Aryati Puspasary Abadi M Si

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kepala Dinas Kependudukan Catatan Sipil (Kadisdukcapil) Kota Makassar, Aryati Puspasari Abdy bantah dirinya menerima aliran dana  pencairan pengadaan Alat Tulis Kantor (ATK) Dinas Pendidikan Makassar.

Aryati disebut  menerima uang senilai Rp 140 juta pada saat menjabat sebagai Sekertaris Dinas Pendidikan Kota Makassar tahun 2015/2016, dari terdakwa Abdul Naim selaku Direktur CV. Fitria.

"Saya tidak usah berkomentar disini, karena masalah itu sudah saya sampaikan ke penyidik pada saat itu. Dan itu tidak benar," kata Aryati kepada Tribun, Kamis (14/03/2019).

Aryati  disebut menerima uang senilai Rp 140 juta pada sidang pemeriksaan saksi untuk enam orang terdakwa  di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar, Selasa (12/03/2019) lalu.

Dimana dalam sidang ini, mendudukan enam terdakwa Kepala Sub Bagian Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Makassar, Muhammad Nasir, Abdul Naim selaku Direktur CV. Fitria.

Edy selaku Direktur CV. Akhsa Putra, Hasanuddin selaku Direktur CV. Sanjaya Pratama serta M. Yusuf Zain selaku Direktur CV. Tiga Serangkai dan La Ode Muh Nur Alam.

Dalam fakta yang  terungkap, seorang saksi honorer Dinas Pendidikan Makassar bernama Irwanto menerangkan di hadapan Majelis Hakim Yamto Susena.

Ia mengaku melihat Aryati menerima uang dari terdakwa sebanyak Rp 140 juta secara bertahap. Pertama terdakwa menyerahkan senilai Rp 100 juta kepada Aryati  di ruang kerjanya di Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar.

Uang yang diserahkan terdakwa alam sebuah amplop yang bertuliskan Bank BPD. Kedua, Mantan Sekdis Pendidikan Makassar menerima uang dari terdakwa di sebuah mall di Makassar sebanyak Rp 40 juta.

Kepada Tribun , Aryati mengatakan tuduhan saksi Irwanto kepada dirinya merupakan sebuah fitnah yang tidak bisa dibuktikan kebenaranya.

"Sama sekali saya tidak pernah menerima. Persoalan ini saya serahkan saja sama penyidik," tegasnya.

Sekedar diketahui kasus ini menyeret para terdakwa karena melakukan pengadaan seolah olah sudah membeli barang berupa alat tulis kantor (ATK), Air Minum, Alat Kebersihan dan Penggadaan, tetapi ternyata fiktif.

Bahkan, dalam pengadaan itu ada yang sudah dibeli tetapi  tidak sesuai dengan dokumen  pertanggungjawaban. Sementara anggaran pengadaan barang sudah dicairkan.

Pencairan anggaran dilakukan sebanyak dua kali. Untuk  tahun 2015, para tersangka menggunakan anggaran sebesar Rp 429.940.350 dan lanjut pada tahun 2016, kembali menggunakan anggaran sebesar Rp 471.254.000.

Atas perbuatan terdakwa berdasarkan hasil audi BPKP telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 323 juta lebih," kata Ahmadyani.

Halaman
12

Berita Terkini