MAKASSAR, TRIBUN – Masa pemulihan di ibu kota Sulawesi Tengah segera dimulai. Pembangunan kembali infrastrukutur dan suprastruktur akan serentak berjalan mulai Januari 2019.
Hingga dua bulan kedepan, pemerintah daerah dan pusat akan fokus kepada pembangunan sarana dan prasarana publik dan sosial serta hunian sementara.
Masa pemulihan di 4 daerah di kawasan Teluk Palu itu, diperkirakan berlangsung dua hingga tiga tahun, atau hingga 2022.
Baca: BNPB: Transisi Darurat ke Pemulihan Penanganan Gempa di Sulteng Selama Dua Bulan
Namun, diperkirakan kehidupan normal seperti sebelum Jumat (28/9/2018) lalu, di ibu kota provinsi berpenduduk 2,8 juta jiwa itu, bisa lebih cepat.
Syaratnya, pemerintah pusat dan sektor swasta, ikut berperan aktif selama satu tahun masa awal pemulihan, atau hingga 2020, dan kebijakan disana jauh dari intervensi dan kepentingan politik praktis.
Demikian dikemukakan pakar komunikasi politik asal Unhas, Dr Hasrullah, saat dimintai tanggapan terkait, berakhirnya 28 hari masa tanggap dan siaga darurat pasca-trio-bencana alam (gempabumi, tsunami dan likuifaksi) di Provinsi Sulawesi Tengah.
“Palu bisa bangkit lebih, cepat asalkan kebijakan pemulihannya bersih dari kepentingan politik praktis, misalnya Pipres dan pemilu legislatif April 2019 nanti. Tolong, dahulukan sisi kemanusiaannya, bukan kepentingan politiknya. Inilah masa menguji integritas dan keberpihakan Jokowi-JK” kata Hasrullah.
Sebagaimana diketahui, Gubernur Sulteng Longki Djanggola adalah Ketua DPD Partai Gerindra.
Gerindra adalah partai pengusung utama capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Pasangan ini sekaligus lawan tunggal petahana, Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Masa transisi dan awal pemulihan di Sulteng, bertepatan dengan puncak masa kampanye Pilpres dan Pemilu Legislatif.
Taksiran Kerugian
Baca: TRIBUNWIKI: Gempa-Tsunami Palu Donggala, 2.081 Tewas dan Rp 15,29 Triliun Kerugian Material
Hari Jumat (26/10/2018), pemerintah resmi mengumumkan taksiran kerugian material akibat bencana terbesar di Indonesia, setelah tsunami di Aceh-Nias, Desember 2004 lalu itu, mencapai Rp 15,29 triliun.
Nominal taksiran kerugian itu didapat setelah tim hitung cepat mencermati lima sektor, yaitu pemukiman, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial budaya, dan lintas sektor.
Kerugian terbesar ditaksir datang dari infrastruktur negara dan swasta, pemukiman warga, dan sarana dan prasarana sosial.
Berdasarkan data BNPB, total kerugian dari empat wilayah (Kota Palu, 3 kabupaten; Donggala, Sigi, dan Parigi Mauton) itu sebesar Rp2,02 triliun atau 13,2 persen. Sedangkan, kerusakan sebesar Rp13,27 triliun atau 86,8 persen.
Kota Palu mengalami kerugian dan kerusakan terbesar, karena menjadi lokasi yang diterjang tsunami hingga setinggi 11,3 meter. Kerugian dan kerusakan mencapai Rp 7,6 triliun atau 50 persen.
Sementara itu, kerugian dan kerusakan terbesar kedua di Sigi dengan Rp4,9 triliun atau 32,1 persen. Lalu, di Donggala Rp2,1 triliun atau 13,8 persen dan Parigi Rp631 miliar atau 4,1 persen.
"Laporan sementara hitung cepat kerusakan dan kerugian di Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong per 23 Oktober 2018, sebesar Rp 15,29 triliun," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, di kantor BNPB, di Jakarta, Jumat (26/10).
Jumpa pers BNPB ini sekaligus menandai berakhirinya 28 hari masa siaga dan tanggap darurat (29 September hingga 26 Oktober 2018) penanganan pasca-bencana di provinsi berpenduduk 2,8 juta jiwa itu.
Selanjutnya, mulai Sabtu (27/10) hari ini, status penanganan bencana akan memasuki masa transisi darurat ke pemulihan.
Masa ini berlangsung 60 hari, atau resmi berakhir Selasa, 25 Desember 2018 mendatang.
Karena tidak dikategorikan bencana nasional, penetapan masa transisi ke pemulihan ini hanya merujuk Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola. Surat dengan register No.466/425/BPBD/2018 itu diteken Kamis (25/10/2018) setelah rapat koordinasi BNPB dengan pemerintah Sulawesi Tengah, dan otoritas terkait.