Citizen Reporter

Begini Suasana Pelaksanaan Maha Puja Trisuci Waisak di Klenteng Kwan Kong Makassar

Penulis: CitizenReporter
Editor: Suryana Anas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Prosesi penaikan panji buddhis yang mengawali pelaksanaan Maha Puja Trisuci Waisak 2562 TB. / 2018 M. di Klenteng Kwan Kong (Rumah Ibadah Satya Dharma) Makassar.

Citizen Reporter, Miguel Dharmadjie, S.T., CPS® Ketua Panitia Perayaan Waisak Bersama se-Sulselbar Tahun 2562 TB. / 2018 M.

Hari Trisuci Waisak 2562 TB. / 2018 M. yang jatuh pada Minggu (29/05/2018) diperingati umat Buddha di seluruh dunia secara khusuk dan khidmat, termasuk di kota Makassar.

Berbagai klenteng, vihara dan cetiya yang menggelar “Maha Puja Trisuci Waisak 2562 TB.” dipadati  umat; salah satu nya adalah Klenteng Kwan Kong (Rumah Ibadah Vihara Satya Dharma).

Diawali penaikan panji buddhis; bendera buddhis yang terdiri dari 6 warna, yaitu : biru (lambang bakti), kuning (lambang kebijaksanaan), merah (lambang cinta kasih), putih (lambang kesucian), jingga (lambang kegiatan yang dilakukan) dan gabungan kelima warna tersebut; di halaman depan Klenteng Kwan Kong yang diikuti delapan puluh umat Buddha, terdiri dari : tim persembahan Waisak, ibu-ibu Kwan Im Ke, pengurus Yayasan Klenteng Kwan Kong, panitia sembahyang tahunan, dan pengurus Keluarga Buddhis Brahmavihara (KBBV) Makassar.

Usai penaikan panji buddhis dilakukan pradaksina; mengelilingi obyek rupang Buddha searah jarum jam sebanyak tiga kali; hingga ke ruang Dhammasala (lantai lima) yang dilanjutkan pembacaan paritta dan persembahan amisa puja sebagai penghormatan kepada Sang Buddha oleh tim persembahan Waisak.

Sementara itu Maha Puja Trisuci Waisak 2562 TB. yang berlangsung di ruang aula (lantai lima) diikuti sembilan puluh umat Buddha dari berbagai usia.

Hikmah Waisak 2562 TB. dibawakan oleh YM. Bhikkhu Kovido yang menguraikan tentang makna penting dari Hari Trisuci Waisak, yaitu : sebagai Tahun Baru Buddhis dan sebagai hari Buddha yang memperingati tiga peristiwa agung berkenaan dengan kehidupan Sang Buddha Gotama yang terjadi dalam bulan Vaisaka; Kelahiran Pangeran Siddharta Gotama di Taman Lumbini (623 SM), Petapa Gotama mencapai keBuddhaan dan menjadi Sang Buddha di Bodh Gaya (588 SM) dan Sang Buddha Gotama Mangkat atau ber-Parinibbana (543 SM).

“Kebenaran universal memiliki ciri seperti matahari yang sifatnya tidak pernah memihak dan seperti air laut yang rasanya asin dimanapun berada. Apabila kebenaran tidak cocok dengan kedua ciri tersebut, maka itu bukanlah kebenaran; melainkan pembenaran, “kata bhante Kovido. 

Buddha Gotama mengajarkan pengertian yang benar dan konsekuensi yang logis akan kemoralan atau tata susila (sila) yang berlaku universal. Siapapun yang melatih sila akan hidup bahagia dan sebaliknya yang melanggar sila akan mengalami penderitaan.

Hidup persis seperti melihat cermin besar. Sebenarnya apa yang kita lihat adalah refleksi dari perbuatan kita sendiri; terutama jika kita sering melihat dan bertemu dengan kondisi ataupun hal-hal yang tidak baik. Untuk itu pentingnya kita mempraktikkan sila dalam kehidupan.

Melalui peringatan Hari Waisak diharapkan umat Buddha melakukan refleksi kedalam diri sendiri dengan melihat perjuangan Sang Buddha. Refleksi untuk menjadikan batin kita menjadi lebih baik dari sebelumnya. “Sudahkah kita mempraktikkan Dhamma dalam kehidupan dan sudah berapa banyak kita telah mempraktikkan Dhamma dalam kehidupan? Marilah kita meniru apa yang dilakukan Sang Buddha dan meniru apa yang tidak dilakukan Sang Buddha,” pesan bhante Kovido. (*)

Berita Terkini