opini

OPINI - Peran Perempuan Membangun Peradaban

Editor: Jumadi Mappanganro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Undiana

Oleh: Undiana
(Forum Muslimah Peduli Ibu dan Generasi Makassar)

SELAMA bulan April, pembicaraan tentang perempuan di tanah air mengalami peningkatan. Tak lain karena di bulan ini diperingati hari Kartini yang dianggap sebagai awal lahirnya emansipasi kaum perempuan di Indonesia.

Seiring itu, kiprah perempuan di ranah publik saat ini ditandai dengan partisipasi kaum perempuan di berbagai bidang kehidupan.

Seperti bidang politik dengan menjadi simpatisan partai politik tertentu hingga menjadi kepala daerah dan wakil rakyat di parlemen.

Di bidang ekonomi, tak sedikit yang terjun sebagai motor penggerak ekonomi di tengah masyarakat.

Bahkan saat ini ditunjang dengan era digital yang berkembang pesat, kian memudahkan masyarakat termasuk kaum perempuan menjalankan bisnisnya melalui smart phone dalam genggagam yakni menjalankan online shop dengan berbagai jenis bisnisnya.

Lalu perempuan yang terjun ke bidang profesional juga tak sedikit jumlahnya. Mulai tenaga pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya.

BACA JUGA: OPINI - rogram Kandidat Gubernur versus Kearifan Lokal Sulsel

BACA JUGA: Opini: Membaca Moelawarman, Sosok Pengeritik Unhas

Pada intinya perempuan hari ini sudah tak asing ditemukan di semua sektor profesi.

Islam membolehkan perempuan bekerja dalam rangka pengembangan profesionalitas dan memberikan sumbangsih pada masyarakat. Dengan syarat tidak melalaikan tugas utamanya sebagai ummun wa rabbatulbait.

Apalagi jika berkiprah hanya untuk eksistensi diri di tengah budaya bentukankapitalis yang mendewakan materi sebagai puncak kebahagiaan. Atau jangan sampai terjun ke ranah publik hanya sebagai bentuk persaingan atau keinginan tampil setara dengan kaum laki-laki.

Memang, kondisi kehidupan yang kian berat dan kebutuhan yang serba mahal saat ini, telah mendorong banyak perempuan bekerja untuk membantu nafkah keluarga.

Namun, jika diberikan pilihan apakah harus tinggal di rumah untuk membersamai anak-anaknya daripada bekerja, mungkin akan banyak yang memilih untuk membersamai anak-anaknya.

Akan tetapi, ketidakadilan sistem ekonomi kapitalisme dalam pendistribusian kekayaan di tengah masyarakat telah menggerus mimpi-mimpi itu, diantaranya kaum ibu terpaksa (dipaksa) meninggalkan anak-anaknya demi membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Peran Domestik
Peran domestik seorang perempuan adalah menjadi ummun wa robbatul bait, ibu dan pengatur rumah tangga. Pada ranah ini, perempuan memiliki peran sebagai manager rumah tangga yang bertanggungjawab dengan urusan rumah yang menjadi kewajibannya.

Selain tugas domestik, perempuan juga mempunyai tanggung jawab di ranah publik. Yaitu peran untuk berkiprah di tengah masyarakat dalam rangka amar ma'ruf nahi mungkar.

Kedua peran ini, idealnya harus berjalan beriringan dengan tujuan yang sama yaitu dalam rangka ibadah dan meraih ridha Allah swt.

Sahabiyah
Kehidupan para Sahabiyah (sahabat Rasul yang Muslimah) di masa lalu, selayaknya mampu menjadi cermin bagaimana peran domestik dan publik berjalan beriringan.

Mereka menjalankan peran utama sebagai ummun wa rabbatulbait yang sukses mengantar anak-anaknya menjadi generasi pejuang tangguh pembela Islam.

Pada saat yang sama juga terlibat dalam aktivitas dakwah amar ma'ruf nahi mungkar di tengah masyarakat. Bahkan tak jarang mereka menempuh perjuangan penuh resiko dalam aktivitasnya.

Sebutlah Asma binti Abu Bakar. Putri sahabat utama Rasulullah saw ini tercatat dalam sejarah sebagai pejuang yang membantu perjalanan hijrah Rasulullah ke Madinah.

Dia menempuh perjalanan berbahaya ketika mengantarkan bekal makanan ke tempat persembunyian Rasulullah dan ayahnya.

Lalu, kisah hijrah Asma juga tak kalah mendebarkan. Kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya mengantarnya harus menempuh ratusan kilometer untuk hijrah dari Makkah ke Madinah dalam kondisi mengandung jelang persalinan.

Hingga tercatat dalam sejarah, Abdullah bin Zubair, putranya menjadi bayi pertama yang lahir setelah hijrah.

Lalu di masa Khalifah Umar bin Khattab, tercatat pula nama Al Khansa. Seorang ibu yang dengan bangga mengirim empat orang putranya ke medan pertempuran untuk berjihad fii sabiilillah. Empat orang putranya pun gugur satu demi satu.

Dalam tataran kebijakan, ketika Khalifah Umar menetapkan kebijakan pembatasan mahar bagi perempuan, tampil seorang perempuan yang mengoreksi kebijakan tersebut.

Bahwa perempuan berhak mendapatkan mahar tanpa ada pembatasan karena Allah sendiri tidak memberikan batasan berapa mahar yang harus diterima perempuan.

Khalifah Umar pun kemudian membatalkan kebijakannya dengan mengatakan, "Perempuan ini benar, Umar yang salah".

Semua aktivitas perempuan ini, baik pada ranah domestik maupun publik, menunjukkan peran penting yang dimiliki olehperempuan dalam upaya membangun peradaban gemilang dalam masyarakat maupun negara.

Pada ranah domestik, dia menyiapkan generasi-generasi tangguh yang akan siap menjadi pembela agama Allah.

Sementara di ranah publik, kewajiban amar ma'ruf nahi mungkar yang dilakukannya bahkan sanggup mengubah kebijakan penguasa supaya terus berada dalam koridor hukum-hukum Allah Sang Pencipta. (*)

Catatan: Tulisan di atas telah dimuat di halaman 29 Tribun Timur edisi cetak, Senin 30 April 2018

Berita Terkini