Laporan Wartawan Tribun Timur, Fahrizal Syam
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak upaya hukum Kasasi yangbdiajukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar, Senin (23/4/2018).
Amar Putusan No 250 K/TUN/PILK ADA/2018 Dengan Pemohon KPU Kota Makassar dan Termohon 1 MUNAFRI ARIFUDDIN, SH., 2. Drg. A. RACHMATIKA DEWI YUSTITIA IQBAL dinyatakan ditolak.
Penolakan itu membuat pasangan Danny Pomanto-Indira Mulyasari (DIAmi) terancam digugurkan sebagai calon di Pilwali Makassar.
Baca: Mahfud MD Tantang Amien Rais Sebutkan Satu Saja Contoh Partai Setan: Coba Kalau Berani
Baca: Jadi Juara Indonesian Idol 2018, Ini 5 Fakta Maria Simorangkir. No 2 Tak Adil dan Bikin Sedih
Terkait putusan itu, Danny mengatakan hal tersebut adalah sebuah proses dinamika politik, walaupun ia merasa begitu banyak hal yang cukup aneh dalam pandangan hukum.
"Misalnya penggagalan kami ikut di pilkada, padahal kami tidak pernah ikut sidang, KPU yang digugat tapi kami yang kena akibat. Ini kan hal-hal yang sedikit aneh kami rasakan," kata Danny saat diwawancarai di salah satu televisi swasta, Senin (24/4/2018) malam.
Danny mengatakan, masih banyak hal yang perlu didiskusikan dari putusan ini yang menurutnya kontoversial, dan tim hukum DIAmi sednag mengkaji hal itu.
Baca: Fahri Sebut Jokowi Bisa Saja Tak Dapat Tiket di Pilpres 2019: Engga Bisa Sembunyi Fakta
Baca: Divonis 15 Tahun, Apakah Setya Novanto akan Ajukan Banding?
"Dari apa yang bisa kita lihat hasil di MA, itu memberikan kita sebuah awal dari proses, dan saya kira masih banyak hal yang bisa didiskusikan dari kontroversi proses hukum dalam pilkada ini, sehingga kami sedang mempelajari upaya-upaya lain yang akan ditempuh dari hasil ini," ucapnya.
Danny menganggap tak ada alasan bagi KPU Kota Makassar untuk menggugurkan pasangan DIAmi di Pilwali Makassar.
Menurut Danny, dari fakta hukum yang ada dan diperkuat dengan pendapat para pakar hukum, penetapan ia dan pasangnnya sebagai calon tidak ada kekeliruan.
Baca: Demo Tolak TKA di Parepare Ricuh, Polisi Terpaksa Lakukan Ini
Baca: Kasus Politik Uang Pilkada Parepare, Guru Besar Unhas dan Eks Ketua Bawaslu RI Jadi Saksi Ahli
"Hampir seluruh pakar hukum mengatakan bahwa tidak ada alasan menggugurkan kami kalau melihat fakta hukum yang ada," tegas Danny dlaam sebuah wawancara di stasiun televiso swasta, Senin (23/4/2018) malam.
Menurut Danny, tiga poin yang dituntut tim hukum pasangan Munafri Arifuddin-Rachmatika Dewi (Appi-Cicu), yang menjadi awal sengketa bukan sebuah pelanggaran, namun hanya menjalankan RPJMD Kota Makassar.
Ia membandingkan sengketa di Pilkada Palopo yang kasusnya hampir mirip, namun kemudian dapat diselesaikan dengan baik.
Baca: Lolos Tadi Malam, Ini Jadwal Tampil Selfi di Enam Besar Liga Dangdut
"Contoh misalnya di Sulsel ada kasus yang mirip, di pilkada Palopo. Di sana itu calon memutasi kepala sekolah, tapi setelah ada surat dari Mendagri bahwa bukan itu yang dimaksud dalam pasal 71, Alhamdulillah tidak ada masalah," kata dia.
"Sedangkan kami ini menjalankan RPJMD. Kalau begitu, artinya calon petahana tidak usah bikin apa-apa dong, di lain hal kami sebagai kepala daerah harus menjalankan RPJMD yang telah ditetapkan dalam lima tahun," sambung Danny.
Menurutnya, keputusan MA yang menguatkan putusan PT TUN adalah hal yang sangat kontraproduktif dan merugikan pasangan DIAmi
"Kami merasa sangat terzalimi dengan proses hukum pilkada seperti ini," ucap Danny.
Iya juga mengkritik proses hukum yang melibatkan PT TUN ini, yang menurut Danny sebenarnya sudah final pada tahap putusan KPU dan Panwaslu.
"Sebenarnya otorisasi pemilu itu ada di Panwas dan KPU, keduanya sepakat bahwa tak ada masalah sebelumnya atau dari tuntutan pihak lawan, tapi anehnya kesepakatan KPU dan Panwaslu dianulir oleh PT TUN, yang sebenarnya hampir tak ada masalah dalam proses ini," keluhnya.
"Ini yang membingungkan kami, apalagi kami tidak bisa mengintervensi ini. Yang kami ketahui PT TUN itu harusnya konsen terhadap SK penetapan, tapi malah mengadili tiga persoalan, padahal itu kan kewenangan panwas dan sudah tuntas di sana," pungkas Danny. (*)