TRIBUN-TIMUR.COM - Acara gelar wicara yang ditayangkan stasiun televisi Trans 7, Hitam Putih kembali mendapatkan sanksi dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Sanksi dijatuhkan karena siaran yang dipandu Deddy Corbuzier pada 9 November 2017, pukul 18:07 WIB dinilai tidak memperhatikan ketentuan tentang pelarangan dan pembatasan muatan rokok sebagaimana diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI Tahun 2012.
"Program tersebut menampilkan muatan seorang pria (Deddy Corbuzier) sedang merokok. KPI Pusat menilai hal tersebut berpotensi melanggar Pasal 27 Ayat (2) SPS KPI Tahun 2012 tentang pelarangan dan pembatasan materi muatan rokok dalam program siaran. Berdasarkan hal tersebut KPI Pusat memutuskan untuk memberikan peringatan."
Demikian penggalan isi surat KPI bernomor 652/K/KPI/31.2/11/2017, tertanggal 23 November 2017.
Atas pelanggaran tersebut, Hitam Putih mendapatkan peringatan tertulis.
Tahun 2015
1. Teguran kali ini bukalah sanksi kali pertama bagi Hitam Putih.
Pada tahun 2015, KPI juga menjatuhkan sanksi peringatan karena ujaran Deddy.
Seperti apa ujarannya?
“Kebiasaannya soalnya kalau udah hobi beginian autis. Kan liat, autis di rumah gitu, ngeliatin…”
KPI menilai ujaran tersebut berpotensi menyinggung kelompok masyarakat tertentu, khususnya penderita autis.
Lalu, diterbitkanlah surat bernomor 1012a/K/KPI/09/15, tertanggal 30 September 2015.
2. Tahun 2017
KPI sempat meminta Hitam Putih untuk berhati-hati menjadikan isi siaran.
Permintaan tersebut dilayangkan Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) dalam surat peringatan untuk Trans 7, Rabu (23/8/2017) lalu.
Surat peringatan tersebut diberikan lantaran program siaran Hitam Putih yang tayang pada 25 Juli 2017 pukul 18:05 WIB tidak memperhatikan ketentuan tentang anak-anak dan remaja sebagai narasumber yang sudah diatur dalam P3 dan SPS KPI tahun 2012.
Program tersebut menayangkan dialog antara Deddy dengan seorang anak korban bullying yang menanyakan hal detail terkait bullying yang dialami anak tersebut.
Berdasarkan penilaian KPI Pusat yang dijelaskan dalam surat peringatan, hal itu berpotensi melanggar Pasal 29 huruf a P3 KPI Tahun 2012 tentang kewajiban program siaran untuk tidak mewawancarai anak mengenai hal-hal di luar kapasitas mereka untuk menjawab, seperti kekerasan, konflik, dan bencana yang menimbulkan dampak traumatik.
Menurut Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, peringatan yang diberikan pihaknya bagian dari pengawasan KPI Pusat terhadap pelaksanaan peraturan serta P3 dan SPS oleh lembaga penyiaran, sebagaimana diamanatkan dalam UU Penyiaran.
“Saya harap Trans 7 lebih berhati-hati dalam menyajikan sebuah program siaran dan senantiasa menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan dalam penayangan sebuah program siaran,” kata Yuliandre dalam siaran pers KPI.
3. Tahun 2015
Melalui surat bernomor 515/K/KPI/05/15, tertanggal 21 Mei 2015, KPI menjatuhkan sanksi teguran tertulis.
Program tersebut menampilkan artis Roro Fitria menunjukkan perhiasan-perhiasan yang dikenakannya, diantaranya berlian, mutiara, gading gajah, dan emas serta baju yang menggunakan swarovski.
Roro menjelaskan harga seluruh barang yang ia pakai saat itu, mulai dari perhiasan yang keseluruhannya bernilai Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) dan baju senilai Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Selain itu Roro Fitria juga memperlihatkan beberapa perhiasan yang dibawanya dalam tas dengan nilai sekitar Rp. 3.200.000.000,- (tiga miliar dua ratus juta rupiah).
Pada segmen selanjutnya Fifi Buntaran menjelaskan mengenai arisan brondong dan beberapa arisan lain yang ia ikuti, diantaranya arisan dengan setoran uang sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), Rp. 5.000.000,- (lima jua rupiah) sampai Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
Kemudian Linda Rasyid memberitahukan harga sepatu yang dipakainya senilai Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) dan perhiasan senilai Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
KPI Pusat menilai adegan tersebut tidak pantas untuk ditayangkan di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang beragam.
Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas perlindungan remaja, penggolongan program siaran serta larangan menampilkan materi gaya hidup konsumtif dan hedonistik.
KPI Pusat memutuskan bahwa tindakan penayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 14 Ayat (1) dan Pasal 21 Ayat (1) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 15 Ayat (1) dan Pasal 37 Ayat (4) huruf c.
4. Tahun 2012
KPI telah menemukan pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS).
Tayangan telah menampilkan host yang mewawancarai anak di bawah umur tentang permasalahan orang tuanya dan memberi pertanyaan lainnya di luar kapasitas mereka untuk menjawabnya, tanpa memikirkan dampak psikis dan mental dari anak tersebut.
Dalam wawancara tersebut, host tidak berupaya menghindari konflik antara anak dan Farhat, tetapi malah turut serta memprovokasi anak untuk berkelahi melalui ring tinju dengan Farhat.
Atas penayangan tersebut, KPI Pusat memberikan sanksi administrtatif berupa teguran tertulis kedua yang sebelumnya program telah mendapatkan surat sanksi teguran pertama pada 21 Mei 2012.
KPI Pusat juga memutuskan bahwa tindakan penayangan telah melanggar P3 Pasal 14 dan Pasal 29 huruf a dan b serta SPS Pasal 15 ayat (1), serta Pasal 37 ayat (4) huruf a.
Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap perlindungan anak dan remaja, anak sebagai narasumber, serta penggolongan program siaran.(*)